Pengharapan di balik penderitaan
[Belajar dari Kisah Kehidupan Fanny J. Crosby]
Salah satu pertanyaan yang paling sering diutarakan oleh orang percaya dalam hidupnya adalah permasalahan penderitaan, "Jikalau Allah itu maha kuasa dan penuh dengan kebaikan, mengapa Dia mengijinkan umat ciptaan-Nya merasakan berbagai macam penderitaan di dunia ini?" Ada banyak orang Kristen bergumul dengan permasalahan ini, seiring dengan berbagai macam kesulitan hidup maupun keadaan-keadaan rumit yang dihadapi sehari-hari, mulai dari perkara finansial, keamanan, relasi, kesehatan, dan yang lainnya. Situasi kehidupan yang tidak mudah ini akan senantiasa di hadapi oleh pengikut Kristus di setiap zaman dalam konteks yang berbeda-beda. Tetapi firman Tuhan dalam Roma 8:28 mengkonfirmasi bahwa di balik kondisi-kondisi yang tidak ideal itulah, "Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." Kebenaran inilah yang kemudian dipegang teguh oleh banyak orang percaya sebagai fondasi dalam menghadapi tantangan atau penderitaan hidup yang dialami, salah satunya tokoh terkenal bernama Fanny Crosby.
Francis Jane Crosby, atau akrab dipanggil Fanny awalnya terlahir normal pada tanggal 24 Maret 1820. Tetapi memasuki minggu ke enam, dia menderita infeksi di bagian matanya. Karena dokter yang biasa mengobati keluarganya sedang pergi keluar kota, maka seorang yang mengaku sebagai dokter kemudian mencoba mengobati mata Fanny dengan menaruh semangkuk bubur panas di kelopak matanya. Hasilnya, Fanny justru menjadi buta total dan tidak bisa disembuhkan. Peristiwa itu jelas sekali membuat orang tua Fanny menjadi sedih. Tidak sampai di situ, kesedihan pun terasa semakin mendalam karena beberapa bulan kemudian ayah Fanny meninggal dunia. Untuk mencukupi kehidupan sehari-hari, ibunya lalu bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan menitipkan Fanny kepada neneknya.
Fanny yang buta sejak kecil mendapat didikan dari sang nenek yang sabar mengajarinya banyak hal. Neneknya setiap hari membacakan Alkitab, mengajarkan berdoa, dan menjelaskan iman Kristen kepada Fanny. Di dalam keterbatasannya, Fanny ternyata memiliki kemampuan menghafal firman Tuhan dengan luar biasa, seperti bagian-bagian dalam kitab Musa, kitab Injil, Amsal, dan juga Mazmur. Di balik kekaguman banyak orang karena kemampuannya ini, Fanny semakin bersyukur karena melalui kebutaannya, Tuhan memberikan karunia yang luar biasa bukan hanya menghafal, tetapi juga mendapatkan inspirasi dalam hal kata-kata untuk membuat puisi serta syair lagu. Hal yang membuat Fanny sedih adalah karena buta, ia tidak bisa sekolah secara normal seperti teman-temannya yang lain.
Tetapi menjelang usianya yang ke-15, Fanny mendapatkan sukacita karena dapat bersekolah di The Institution for the Blind, New York, yaitu satu-satunya sekolah untuk anak-anak buta di Amerika pada saat itu. Di tempat inilah Fanny terus bertumbuh menjadi murid yang baik dan kemampuannya mengarang puisi serta syair lagu berkembang secara luar biasa. Pada usia 23 tahun, Fanny berkesempatan menjadi wanita pertama yang diijinkan untuk berpidato di depan Kongres Amerika di Washington D.C. Pada moment tersebut, Fanny tidak berpidato, melainkan melantunkan beberapa puisi tentang kasih Juruselamat yang menyentuh hati pendengar, serta membuat dirinya dikenal oleh para pemimpin Amerika waktu itu. Fanny kemudian menjadi guru di sekolah tempat ia belajar, dan mengembangkan banyak hal berkaitan dengan puisi-puisinya, hingga di usia 31 tahun Fanny bertobat dan menerima Kristus sebagai Juruselamat pribadi dalam suatu momen KKR. Pada usia yang ke-38, Fanny yang pandai membuat puisi serta memainkan harpa dan piano, lalu menikah dengan Alexander van Alstine, juga seorang buta yang merupakan pemain organ terkenal di New York. Mereka kemudian mendapatkan seorang anak, tetapi saat masih bayi, anak mereka meninggal dunia.
Hingga usia lebih dari 40 tahun, Fanny belum menciptakan syair lagu untuk nyanyian Kristen, tapi dia sudah menjadi pencipta puisi yang sangat terkenal saat itu. Kemudian melalui seorang pendeta dari Dutch Reform, Fanny dipertemukan dengan William Bradbuny, seorang komposer lagu yang terkenal, dan meminta Fanny menulis syair puisi untuk lagu Kristen. Akhirnya pada tahun 1864, saat Fanny berumur 44 tahun, ia menciptakan syair puisi untuk lagu Kristennya yang pertama. Sejak saat itu Fanny Crosby dikontrak oleh penerbit buku "Bigelow and Main" serta diminta menulis 3 buah syair untuk lagu rohani setiap minggunya. Syair-syairnya itu kemudian diterbitkan dalam buku untuk pengajaran Sekolah Minggu. Hingga akhir hidupnya, Fanny menjadi seorang penulis syair lagu rohani terbanyak yang pernah ada, karena telah membuat lebih dari 8.000 syair. Sungguh karya yang luar biasa dikerjakan oleh Fanny, di tengah kebutaannya yang dialami sejak kecil. Hingga hari ini, syair-syair lagu rohani karangan Fanny Crosby menjadi berkat, terus dinyanyikan dimana-mana oleh jutaan orang percaya di seluruh dunia, serta diterjemahkan ke dalam ratusan bahasa. Sebagian syair lagu karangan Fanny yang terkenal, "Blessed Assurance":
Ku berbahagia, yakin teguh: Yesus abadi
kepunyaanku! Aku warisNya, 'ku ditebus,
ciptaan baru Rohul kudus.
Aku bernyanyi bahagia memuji Yesus selamanya.
Aku bernyanyi bahagia memuji Yesus selamanya.
Keterbatasan yang dialami oleh Fanny tidak membuatnya putus asa dan menyerah, tetapi menjadi satu semangat yang kemudian menguatkan perjalanan imannya untuk berkarya di tengah-tengah situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. Tuhan telah merencanakan hal yang terindah bagi Fanny dengan kebutaan itu. Ketika diminta untuk memilih kesempatan hidup dengan kondisi mata buta atau tidak, Fanny justru menjawab dengan yakin bahwa kebutaan yang ia alami menjadi hal yang terbaik di dalam kehidupannya untuk merasakan anugerah Tuhan, bahkan ia meminta tetap dilahirkan dalam keadaan buta, supaya ketika sampai di Sorga, Kristus Yesus menjadi Pribadi pertama yang dapat ia lihat.
Hal yang sama pun berlaku bagi kita, umat yang dikasihi-Nya. Banyak hal yang terjadi di dalam kehidupan kita sangat mungkin di luar ekspektasi bahkan membuat kita tertekan oleh karena penderitaan tersebut. Namun di tangan Allah yang penuh kasih dan kemurahan, kehidupan kita akan dibentuk menjadi bejana-Nya yang indah seturut dengan kehendak-Nya. Kristus akan terus berkarya di dalam kelemahan, keterbatasan, bahkan penderitaan yang kita alami, ketika kita senantiasa bertekun dalam iman dan pengharapan kepada-Nya.