Surga, Bumi, dan Berkat
Efesus 1:3-14 merupakan sebuah ucapan syukur yang di dalam bahasa aslinya sebenarnya hanya merupakan satu kalimat saja. Namun dalam satu kalimat inilah terkandung tidak hanya keseluruhan ringkasan isi Surat Efesus, tetapi juga dengan indah memaparkan tujuan Allah dalam sepanjang sejarah keselamatan manusia.
Ef. 1:3-14 terbagi menjadi empat bagian. Bagian pertama (ay. 3-8) berbicara mengenai keselamatan kita manusia secara pribadi. Bagian kedua (ay. 9-10) berbicara mengenai tujuan mengapa Allah menganugerahkan kita keselamatan tersebut, yakni untuk mempersatukan surga dan bumi di dalam Kristus. Bagian ketiga (ay. 11-12) berbicara mengenai keselamatan “kami,” yakni keselamatan bangsa Yahudi yang telah dipilih menjadi umat Allah di dalam PL. Bagian keempat (ay. 13-14) berbicara mengenai keselamatan “kamu,” yakni keselamatan bangsa non-Yahudi yang datang melalui Yesus, Sang Mesias. Sebagaimana keselamatan telah tersalur ke bangsa-bangsa lain melalui Sang Mesias, demikianlah keselamatan kepada manusia nantinya akan tersalur ke seluruh ciptaan, dengan demikian mempersatukan yang di surga dan yang di bumi dan menggenapi tujuan Allah. Tentu saja bagian ketiga dan keempat memiliki kekayaan tersendiri, namun kita hanya akan berfokus kepada bagian pertama dan kedua.
Ketika Paulus menulis surat ini, ia sedang berada di penjara. Aneh sekali, justru dalam keadaan seperti inilah ia mengatakan bahwa Allah telah mengaruniakan “segala berkat rohani” (ay. 3). Apakah berkat rohani ini? Sekilas pandang, sepertinya Paulus mengatakan bahwa segala berkat rohani tersebut adalah pengampunan dosa kita yang membuat kita dimungkinkan untuk suatu saat ditarik dari dunia yang penuh penderitaan ini ke surga yang maha indah. Namun ay. 9-10 tidak berkata demikian. Memang pengampunan dosa adalah berkat yang indah. Namun puncaknya adalah persatuan antara surga dan bumi dalam Yesus Kristus!
Apa maksunya? Untuk mengerti hal ini, kita perlu menoleh ke belakang kepada Kitab Kejadian dan Keluaran. Kitab Kejadian dimulai dengan kisah Allah yang menciptakan sebuah taman yang indah di bumi. Ini adalah gambaran Allah yang membangun Bait bagi Diri-Nya sendiri dan beristirahat di sana sesudah menyelesaikannya (Kej. 1-2). Ada satu fakta menarik di sini: Allah tidak hanya berdiam di surga sana, tetapi juga di bumi! Taman Eden sebagai bait adalah tempat di mana surga dan bumi menyatu karena hadirat Allah nyata. Namun, manusia jatuh ke dalam dosa dan taman itu tidak ada lagi (Kej. 3). Menariknya, kisah terakhir di Kitab Keluaran ditutup dengan peristiwa serupa, yakni kisah Allah yang hendak membangun bait-Nya, yakni tabernakel (Kel. 25-31), tetapi umat Israel menyembah patung lembu emas (Kel. 32).Untuk kedua peristiwa ini, Allah tidak tinggal diam. Sesudah kejatuhan di Eden, Allah tetap menyertai Abraham dan keluarganya. Demikian pula sesudah peristiwa patung lembu emas, Allah tetap hadir di tengah umat-Nya melalui tabernakel. Allah tetap ingin hadir di bumi. Ia merindukan surga dan bumi menyatu seperti sedia kala.
Tetapi cerita ini belum selesai. Puncaknya adalah ketika, mengutip perkataan Yohanes secara literal dalam Yoh 1:14, “Firman itu telah menjadi daging dan bertabernakel di antara kita.” Inilah momen ketika kehadiran Allah benar-benar nyata, ketika surga dan bumi menyatu dalam Diri Yesus Kristus yang adalah Bait Allah itu sendiri (Yoh. 2:19-21).
Jadi, apakah “segala berkat rohani” yang dimaksud Paulus adalah nanti, sesudah mati, kita akan dikeluarkan dari dunia yang penuh penderitaan ini? Tidak! Berkat itu adalah penyertaan TUHAN. Ini adalah berkat terbesar dan terpenting di sepanjang Alkitab. Lihat saja apa yang dijanjikan TUHAN kepada mereka yang dipanggil-Nya. Bukan kekayaan atau popularitas melainkan penyertaan-Nya. Bahkan Tuhan Yesus sebagai anugerah Allah yang terindah disebut “Imanuel” yang berarti “Allah beserta kita” (Mat. 1:23). Di dalam penyertaan-Nya, surga dan bumi menyatu.
Apakah penyatuan ini sudah terjadi? Ya dan tidak. Ya, karena Sang Mesias sudah datang dan bertabernakel, tidak hanya 2000 tahun yang lalu tetapi sampai saat ini melalui Roh Kudus-Nya. Tidak, karena dunia ini masih penuh dengan penderitaan dan kejahatan. Pandemi Covid-19 yang melanda, misalnya, menunjukkan bahwa penyatuan surga dan bumi itu belum sepenuhnya tergenapi. Ini baru akan terjadi nanti ketika Yesus Kristus kembali untuk yang kedua kali-Nya, ketika kehadiran-Nya memperbaharui segala ciptaan menjadi “langit dan bumi yang baru” (Why. 21).
Inilah penghiburan kita di dalam dunia yang penuh penderitaan ini. Bukan suatu saat kita akan menghabiskan kekekalan di awan-awan dan main harpa, seperti gambaran-gambaran surga pada umumnya, tetapi ketika Ia hadir untuk yang kedua kalinya dan menghapus segala penderitaan, kejahatan, penyakit, dan segala air mata di dunia ini untuk selama-lamanya. *** (DO).