“TUHAN”
Keluaran 3:14 adalah salah satu ayat yang paling penting di dalam seluruh Perjanjian Lama karena di sinilah secara langsung nama Allah kita diberikan kepada Musa. Terjemahan LAI memang tidak begitu jelas, tetapi bahasa asli Perjanjian Lama, Bahasa Ibrani, melukiskan sebuah nuansa yang menarik di balik nama ini.
Pertama-tama, kita perlu mengenal konteks budaya pada masa itu. Saat itu, tidak hanya masyarakat Timur Tengah Kuno memiliki worldview politeisme, mereka menganut tribalismesecara teologis. Mereka percaya bahwa setiap kerajaan atau bangsa memiliki allahnya sendiri-sendiri. Di dalam bahasa Ibrani, kata ‘allah’ menggunakan eloah atau el(bentuk tunggal), dan elohim (bentuk jamak). Ketika kerajaan A berperang dengan kerajaan B, mereka memaknainya sebagai perang antaraelohim-elohim kerajaan A dengan elohim-elohim kerajaan B. Jika kerajaan A kalah, mereka menyimpulkan bahwa elohim-elohim kerajaan B lebih sakti daripada elohim-elohimkerajaan A.
Saat itu Israel tengah dijajah oleh Mesir. Mesir memiliki banyak sekali allah, seperti Ra, Osiris, Isis, dan sebagainya. Tidak hanya itu, Mesir adalah kerajaan yang sangat hebat pada saat itu. Tak ayal lagi semua orang, termasuk orang Israel, akan berpikir bahwa elohim-elohim Mesir adalah elohim-elohim terhebat dari seluruh elohim-elohim bangsa-bangsa lain. Yang lebih naas lagi, orang-orang Israel yang telah dijajah selama 430 tahun telah melupakan nama Allah nenek moyang mereka, yang kepada-Nya para bapa leluhur mereka berseru. Tidak hanya mereka ditindas oleh kerajaan yang dipercaya memiliki elohim-elohim yang kuat, mereka bahkan tidak bisa melayangkan permohonan mereka secara langsung kepada Elohim mereka karena mereka lupa nama Elohim mereka. Itulah sebabnya ketika kita membaca pasal sebelumnya, yakni Kel. 2:23-25, kita melihat bahwa orang Israel “berseru-seru” (ay. 23), tetapi tidak ada objek yang ditulisan. Ini karena orang Israel lupa siapa Elohim mereka. Namun menariknya, ditulis bahwa meski orang Israel lupa, Elohim mereka ingat akan perjanjian-Nya dengan Abraham, Ishak, dan Yakub (ay. 24), dan Elohim ini pun memperhatikan mereka (ay. 25). Inilah satu-satunya Elohim yang bersedia memperhatikan umat-Nya meski mereka sudah melupakan-Nya.
Sesudah peristiwa inilah diceritakan pemberian nama Elohim tersebut. Musa menanyakan sebuah pertanyaan yang masuk akal dalam 3:13, “bagaimana tentang nama-Nya?” Orang-orang Israel perlu mengetahui nama Elohim mereka. Di sinilah akhirnya Sang Elohim memberikan nama-Nya, yakni “’EHYEH ‘ĂŠER ’EHYEH” yang oleh LAI diterjemahkan “AKU ADALAH AKU.” Kata ’ehyeh adalah bentuk kata orang pertama tunggal dari “akan menjadi” atau “akan menjadikan”, sehingga secara literal berarti “aku akan menjadi(kan)” atau dalam bahasa Inggris I will (cause to) be, sementara ‘ăšer berarti adalah “adalah.”
Kita mungkin tidak bisa menyelami ketakjuban yang Musa rasakan ketika Sang Elohimmemberikan nam-Nya. Ia tahu nama elohim-elohim Mesir, demikian pula dengan elohim-elohim di Midian seperti Baal dan Asyera (yang juga disembah orang-orang Kanaan). Nama elohim-elohim ini adalah nama yang manusia berikan sesuai dengan bahasa dan budaya mereka. Tidak demikian dengan Elohim orang-orang Israel. Elohim Israel adalah Elohim yang tidak terbatas oleh bangsa tertentu karena Ia pemilik segalanya. Ia tidak dijadikan oleh apapun karena Ia yang menjadikan segala sesuatu. Ia adalah Elohim yang tidak butuh apapun, termasuk penyembah-penyembah yang dipercaya dapat menambah kesaktian elohim mereka, karena Ia ada pada Diri-Nya sendiri.Namun ajaibnya,Elohim yang seperti ini bersedia mengulurkan tangan-Nya untuk umat yang sudah melupakan nama-Nya.
Dalam 3:15, Sang Elohim memberikan versi yang harus disampaikan Musa kepada orang Israel, yakni “YAHWEH.”Yahweh adalah bentuk kata orang ketiga maskulin tunggal dari ’ehyeh, sehingga secara literal dapat diterjemahkan sebagai “Dia akan menjadi(kan)” (Inggris:He will (cause to) be). Inilah nama (proper name) dari Elohim Israel, yang kini adalah Elohim kita juga. Alkitab LAI memang tidak menuliskan secara langsung kata YAHWEH dan menggunakan “TUHAN” dengan semua huruf kapital. Dapat dimengerti mengapa LAI melakukannya. Jangankan kita orang Indonesia, bahkan orang Israel saja sangat menghormati nama yang kudus ini sehingga mereka tidak berani mengucapkan YAHWEH ketika membacakan kitab karena takut melanggar hukum ketiga. Oleh karena itulah, setiap kali menemukan kata YAHWEH, mereka akan mengucapkan adonai yang adalah bentuk jamak dari kata “tuanku.” Dari sinilah LAI menggunakan kata “TUHAN” untuk menerjemahkan YAHWEH (bahasa Inggris menggunakan LORD).
Inilah arti dibalik nama TUHAN yang kudus, berkuasa, tetapi juga indah. Namun hal yang sangat tragis adalah, Kitab Keluaran tidak pernah sekalipun mencatat orang Israel menanyakan nama Elohim mereka kepada Musa. YAHWEH, Satu-satunya Elohim yang memperhatikan dan menyelamatkan umat-Nya, memiliki umat yang tidak sungguh-sungguh ingin mengenal-Nya. Kiranya kita sebagai umat TUHAN di masa kini tidak bersikap seperti orang Israel.***(DO)