Warisan berharga
Keluarga adalah anugerah Tuhan yang sangat penting dalam hidup kita. Di dalam keluarga kita diajarkan nilai-nilai dasar kehidupan agar kita siap untuk menghadapi pergumulan hidup. Termasuk di dalam yang harus diajarkan adalah nilai-nilai iman Kristiani yang patut dikenal oleh setiap anggota keluarga Kristen, khususnya anak-anak sejak dini. Sayang sekali kenyataannya adalah cukup banyak keluarga yang kurang atau bahkan tidak memberikan pendidikan iman yang sehat dan memadai bagi anak-anak. Hal ini tentunya bisa tidak membangun atau bahkan sangat merusak kehidupan iman anak-anak.
Ada sebuah kisah tentang seorang anak laki-laki tunggal yang lahir di sebuah keluarga yang telah lama mendambakan kehadiran seorang anak. Karena begitu menyayangi si anak, ayah dan ibunya selalu memanjakan dia, mencukupkan semua kebutuhannya dan selalu memberikan perlindungan bahkan ketika sang anak melakukan kesalahan atau kenakalan. Tahun demi tahun berganti dan anak ini pun menyelesaikan pendidikan dengan seadanya. Ia berhasil lulus dengan nilai pas-pasan tanpa memiliki keahlian khusus. Dalam usia yang relatif masih muda, dia kemudian memutuskan untuk menikah dengan seorang gadis yang disukainya. Setelah menikah, pasangan baru ini masih menumpang di rumah orang tua dan segala kebutuhan keluarga dibebankan kepada ayahnya. Dia merasa harta orang tuanya cukup untuk menghidupinya.Lalu apa yang terjadi? Semua berubah ketika tiba-tiba kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan. Anak manja ini harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Dia mulai bingung karena mau kerja tidak ada yang cocok dan tidak punya keahlian, mau usaha tidak punya keberanian dan keterampilan, mau terus menganggur pun tidak bisa karena tabungan semakin menipis akibat tidak ada pemasukan. Akhirnya dia jatuh miskin, ditinggalkan oleh isteri yang tidak tahan dengan kemalasan suaminya. Akhirnya, dia hidup sebatang kara tanpa keahlian untuk melawan kerasnya kehidupan.
Kisah nyata ini melukiskan sebuah kegagalan serius di dalam kehidupan berkeluarga, khususnya dalam pembinaan iman kepada anak-anak. Orangtua sang anak fokus untuk memenuhi kebutuhan anaknya dalam banyak hal, tetapi lalai mewariskan kebenaran Firman Tuhan dan cara hidup berjalan bersama Tuhan yang dapat mengajar anak-anak tentang makna hidup sebagai orang percaya: hidup berdisiplin, bermoral, penuh kekudusan, tanggung jawab dan memiliki kerohanian yang baik.
Dari sebuah penelitian yang dilakukannya, George Barna mengungkapkan bahwa di dalam satu minggu, tidak sampai 10 persen dari orang tua Kristen yang mengajak anak-anaknya untuk membaca Alkitab bersama, berdoa bersama maupun pelayanan bersama. Lebih menyedihkan lagi, Mark Holmen yang menjadi gembala senior di Ventura Missionary Church pernah mengajak para orang tua untuk mengajarkan iman dan moralitas Kristiani kepada anak-anak mereka. Responnya ternyata mengejutkan. Mayoritas dari para orangtua berkata: “Kami bersusah payah bekerja mencari uang dengan tujuan agar dapat membayar sekolah untuk melakukan hal tersebut (mengajar iman dan moral kepada anak-anak).”
Itulah faktanya: tidak sedikit orang tua yang memiliki pemahaman bahwa pendidikan iman dan karakter anak adalah tanggungjawab sekolah atau gereja. Mereka ingin tahu beres. Para orang tua yang memiliki prinsip ini lupa bahwa Tuhan memberikan mandat secara khusus kepada para orangtua untuk mendidik anak-anak dalam iman Kristen. Sekolah dan gereja hanyalah partner orang tua dalam mendidik anak-anak tersebut.
Pertanyaannya adalah bagaimana kita dapat mewariskan pendidikan iman Kristen kepada anak-anak kita di tengah keluarga?
Pertama, menjadikan Firman Tuhan sebagai pedoman kehidupan. Yang dimaksudkan disini bukan hanya menyediakan waktu yang cukup untuk membcaca dan merenungkan Firman Tuhan di tengah keluarga, tetapi juga bahwa kita perlu membicarakan kebenaran Firman Tuhan kepada anak-anak dengan cara yang sesuai dengan usia anak-anak tersebut. Namun bukan hanya soal pengetahuan yang perlu diwariskan, tetapi anak-anak perlu melihat dan tahu bahwa di dalam pengambilan keputusan dan perjalanan hidup apapun, Firman Tuhan selalu menjadi pedoman dalam melakukannya.
Kedua, menunjukkan teladan hidup sebagai seorang pengikut Kristus. Ada pepatah yang mengatakan: “Children do what they see (anak-anak melakukan apa yang mereka lihat)”. Pepatah ini bukan isapan jempol belaka. Ada banyak keluarga yang gagal mendidik anak bukan karena tidak memiliki waktu untuk membaca dan mempelajari Firman Tuhan, tetapi karena tidak dapat menjadi teladan baik sebagai seorang pengikut Kristus. Kondisi ini membuat anak-anak mengalami kekecewaan karena di satu sisi ada “tuntutan” supaya anak-anak memiliki tutur kata, perilaku, dan kebiasaan yang baik, tetapi di sisi lain mereka tidak mendapatkan contoh di rumah untuk melakukannya.
Jikalau memang keluarga adalah anugerah yang sangat penting dari Tuhan, kita patut untuk sungguh-sungguh menjalankan pengajaran iman dan kehidupan Kristiani bagi setiap anggota keluarga, khususnya kepada anak-anak. Kiranya Tuhan menolong setiap kita untuk menjadi pribadi-pribadi yang mewariskan iman kepada generasi selanjutnya sehingga dunia melihat pribadi Kristus melalui kehidupan orang percaya dari masa ke masa sampai Maranatha. Amin.