Bagikan artikel ini :

Akhir Kata

Pengkhotbah 12:9-14

Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang.
- Pengkhotbah 12:13

Sampailah kita pada hari terakhir, hari ke-70, dari renungan eksposisi Pengkhotbah. Suatu tantangan bagi Anda yang membaca, apalagi bagi saya yang menulis renungan-renungan ini. Bayangkan perasaan saya ketika membaca ayat 12, “Membuat banyak buku tak akan ada akhirnya, dan banyak belajar melelahkan badan.” Jadi, apa yang sedang saya lakukan sebenarnya dengan menulis tujuh puluh renungan Pengkhotbah ini? Toh hanya akan dibaca satu kali. Di tahun depan, akan ada renungan lain yang ditulis. Apakah ini pun kesia-siaan belaka?

Penghiburan saya ada pada ayat 13, yakni bahwa yang terpenting adalah takut akan Tuhan. Ini menggemakan kembali pesan dalam Pengkhotbah 5:6. Tidak ada yang lebih penting di dunia, selain takut akan Tuhan. Jadi, jika ada di antara Anda yang bertumbuh dalam hikmat, pengenalan, dan ketaatan akan Tuhan, maka yang saya kerjakan ini tidaklah sia-sia.

Demikian pula hidup setiap kita dan segala sesuatu yang kita kerjakan. Kita memang hidup di dunia yang sudah berdosaberdosa—“di bawah matahari”—dimana kemalangan, penderitaan, kegagalan, pengambilan keputusan yang salah, ketidakadilan, dan kejahatan orang lain dapat membuat kita tergoda untuk berhenti hidup dalam ketaatan. “Toh semua sia-sia!”

Namun, ingat bahwa di dalam Tuhan—“di atas matahari”—dimana Sang Pencipta bertakhta ketaatan kita tidak sia-sia. Kitab Pengkhotbah tidak mengajarkan kita untuk hidup dalam keputusasaan dan nihilisme di bawah matahari. Sebaliknya, ia mengajak kita untuk memandang ke atas matahari manakala kita hanya melihat kesia-siaan di bawah matahari.

Kita ibarat seorang anak yang membantu ibunya menenun dewangga dari bawah alat tenun. Dalam kepala kita ada seribu satu pertanyaan mengapa Tuhan merancang hidup yang acakadut bagi kita. Namun, sebagaimana ibu itu hanya menuntut ketaatan anaknya untuk membantunya, demikianlah Tuhan menuntut ketaatan kita. Ketika akhirnya dewangga selesai dan si ibu memanggil anaknya untuk melihat dewangga itu dari atas, si anak baru bisa melihat karya seni yang indah.

Akhir kata, takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya. Bukankah ini makna dari seluruh kehidupan kita?

Refleksi Diri:

  • Apakah Anda telah menyerahkan keseluruhan hidup Anda kepada Tuhan agar setiap langkah dan keputusan yang diambil sesuai dengan kehendak-Nya?
  • Jika belum, maukah Anda mengambil waktu sejenak, bertanya secara pribadi apa yang Tuhan Yesus ingin Anda kerjakan dalam hidup?