Bagikan artikel ini :

Angin Yang Kembali

Pengkhotbah 1:6

Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan.
- 1 Tesalonika 4:13

Sebuah lagu di era tahun 1970-an berjudul, Pergi untuk Kembali, sempat menjadi populer kembali setelah dinyanyikan lagi oleh Ello, penyanyi Indonesia. Refrain lagu ini mengatakan: Hanya sekejap saja ku akan kembali lagi, asalkan engkau tetap menanti. Ya, memang umumnya perpisahan bersifat sementara. Namun, kadang kala mereka yang kita lepas kepergiannya tidak akan kembali lagi.

Sesudah membandingkan manusia dengan bumi dan matahari, kini Salomo mengontraskan manusia dengan angin. Angin pergi dari utara, kemudian ke selatan. Namun, ke mana pun angin pergi, ia toh akan kembali. Aneh sekali, bukan? Angin selalu kembali, tetapi manusia yang sudah pergi tidak akan kembali. Kepergian ini tidak hanya merujuk kepada kematian, tetapi juga perpisahan-perpisahan lain: seorang anak yang meninggalkan orangtuanya untuk hidup bersama dengan pasangannya, seorang rekan kerja yang sangat baik yang dimutasi atau merantau ke tempat yang lain, sahabat-sahabat sekolah yang berpisah karena memiliki cita-cita yang berbeda, dan sebagainya.

Sebagai makhluk sosial, kita sangat tidak menyukai perpisahan dengan orang-orang yang dekat dengan kita. Ibarat amplop dan perangko, kita sudah begitu lengket sehingga ketika berusaha dipisahkan, pasti ada sisa robekan. Perasaan ini tentunya melekat sangat kuat dalam diri orangtua yang harus melepaskan anak-anaknya yang sudah dewasa ke dunia luar, tanpa perlindungan dari mereka lagi, maupun mereka yang kehilangan orang terkasih.

Meskipun perpisahan adalah hal yang menyedihkan, perpisahan juga bisa membuat setiap pertemuan menjadi begitu indah dan berharga. Jika yang ada hanya pertemuan tanpa perpisahan maka perasaan yang tersisa hanyalah 4L: “lu lagi, lu lagi!” Makin tinggi kesadaran kita akan perpisahan dengan seseorang, makin kita berpikir, sudahlah, untuk apa bertengkar karena hal sesepele ini? Waktu yang singkat ini seharusnya dinikmati dengan baik. Itulah sebabnya mereka yang sesaat lagi akan meninggalkan dunia, dicurahi kasih yang selama ini tidak mereka rasakan.

Marilah kita ingat bahwa perjumpaan dengan siapa pun yang kita temui hari ini adalah kesempatan yang diberikan oleh Tuhan Yesus. Bagaimanakah kita mengisi waktu bersama mereka? Yang pasti, jangan dipakai untuk main gawai Anda sendiri-sendiri!

Refleksi Diri:

  • Apakah Anda pernah merasakan kehilangan seseorang karena perpisahan yang permanen? Bagaimana perasaan Anda saat itu?
  • Bagaimana sekarang Anda akan mengisi waktu yang berharga bersama dengan orang- orang yang Anda kasihi?