Bagikan artikel ini :

Belajar Mencukupkan Diri

Filipi 4:10-20

Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.
- Filipi 4:11

Pepatah Arab mengatakan, “Saya mengeluh karena saya tidak mempunyai sepatu, sampai saya bertemu dengan orang yang tidak mempunyai kaki.” Ketidakpuasan adalah penyakit utama umat manusia. Rasa tidak puas menyebabkan banyak orang tidak bisa melihat hal-hal indah yang dimiliki dalam hidup mereka. Mereka hanya berfokus pada hal-hal yang tidak dimiliki dan apa yang kurang sehingga menghasilkan ketamakan dan rasa iri atas apa yang dimiliki orang lain.

Bagaimana caranya menumbuhkan sikap puas diri? Pertama, belajar mencukupkan diri dengan gaya hidup sederhana. Mungkin sulit di awal sebab kita cenderung berfokus pada keadaan ketimbang kepada Allah. Rahasia hidup bahagia adalah belajar menangani perasaan waktu senang maupun susah, kelimpahan maupun kekurangan, seperti Paulus yang berusaha mencukupkan diri dalam segala keadaan (ay. 11). Kepuasan diri akan datang sebagai hasil dari pengenalan kita akan Allah dan hubungan pribadi kita dengan-Nya. Tuhan setia memenuhi segala kebutuhan hidup kita (ay. 19; bdk. 1Tim. 6:8), apakah kita setia dalam mengikuti dan menyenangkan Dia?

Kedua, belajar bersyukur baik dalam kelimpahan maupun kekurangan (ay. 12). Ini adalah teladan Paulus bagi kita. Paulus berusaha menyesuaikan diri dengan setiap kondisi hidup dan tetap berpikiran positif dalam melewati segala macam keadaan. Ia menerima kesengsaraan dan kesejahteraan dengan lapang dada. Kita pun harus belajar menerima setiap situasi yang kita alami dengan hati yang selalu bersyukur kepada Tuhan.

Ketiga, belajar percaya dan berserah kepada Tuhan. “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (ay. 13). Paulus mengakui bahwa kekuatan dari Kristus memampukannya melakukan kebajikan moral dan mencukupkan diri dalam segala keadaan. Perhatian Paulus terhadap pemberian jemaat, tidak timbul dari ketamakan atau kesukaannya terhadap kekayaan duniawi, melainkan dianggapnya sebagai buah kasih jemaat kepadanya (ay. 17).

Ingatlah apa yang Yesus ajarkan di dalam Doa Bapa Kami, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.” Kiranya potongan doa ini menjadi pengingat kita untuk selalu belajar mencukupkan diri dalam setiap kondisi kehidupan. Amin.

Refleksi diri:

  • Apakah Anda termasuk orang yang lebih mudah melihat apa yang tidak dimiliki daripada yang dimiliki? Segera rubah sikap ini.
  • Apa langkah konkrit yang ingin Anda lakukan untuk menumbuhkan sikap puas diri?