Bagikan artikel ini :

Bukan Asal Hitung

2 Samuel 24:1-9

Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Amsal 3:5

Kadang-kadang kita menemukan “keganjilan” dalam membaca Alkitab. Teks yang kita baca hari ini adalah contohnya. Diceritakan bahwa Allah murka kepada Daud yang menghitung jumlah orang Israel yang sanggup berperang. Namun, di ayat yang sama (ay. 1), dikatakan bahwa Allah yang menghasut Daud melakukan hal itu. Bingung, khan? Secara singkat dapat dijelaskan bahwa itu bukan keganjilan. Pada masa kitab Samuel ditulis, pemahaman teologi tentang Iblis dan pekerjaannya belum selengkap pada masa sesudahnya, apalagi selengkap masa Perjanjian Baru. Jadi penulis kitab Samuel memahami bahwa segala sesuatu pastilah dari Tuhan dan oleh Tuhan, termasuk hal-hal buruk juga. Dalam pemahaman kita masa kini: seizin Tuhan. Jadi Tuhan tidak secara aktif menghasut (mencobai) Daud, tetapi Iblislah yang melakukan hal itu dengan sepengetahuan/seizin Tuhan (bdk. Ayub).

Kembali kepada isi teks ini. Daud dianggap berdosa bukan karena mengadakan sensus. Motivasinyalah yang membuat ia berdosa. Ia sedang menghitung kekuatan pasukannya. Ini berarti, ia mulai mengandalkan kekuatan manusia dan meninggalkan iman kepada Allah. Itu sebab Yoab, panglimanya mengingatkan Daud (ay. 3).

Kadangkala sulit membedakan antara membuat perhitungan atau kita sebut antisipasi dengan meragukan Allah. Kita bisa menyebut tindakan kita: antisipasi masalah, tetapi sebenarnya kita kurang percaya kepada Allah.
Kita lebih melihat bahwa antisipasi kita lebih dapat diandalkan. Di sisi lain, tentu kita tidak mau bersikap naif. Orang Sunda menyebut “kumaha engke” (biarin, bagaimana nanti saja). Sikap seperti itu juga menyatakan bahwa kita orang yang tidak bertanggung jawab. Jadi, ada baiknya kita berdoa dan minta pimpinan Tuhan untuk dapat berhikmat dalam menghadapi sesuatu masalah. Jangan sampai terjerumus pada mengandalkan diri, tetapi di sisi lain juga tidak bersikap naif dan pasrah tanpa berupaya apa-apa. Tuhan memberi kita kemampuan akal budi, iman, nurani termasuk naluri untuk kita memanfaatkan sepenuhnya bagi hal-hal positif dalam hidup kita.

MINTALAH HIKMAT TUHAN DALAM MENILAI SUATU MASALAH, JANGAN NAIF TETAPI JUGA JANGAN MENGANDALKAN DIRI.