Bagikan artikel ini :

Bumi Yang Tetap Ada

Pengkhotbah 1:4

Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?
- Mazmur 8:4-5

Di dalam novel-novel Tiongkok bergenre sejarah, acap kali terdapat kisah seorang peramal yang menyaksikan sebuah bintang jatuh. Ia kemudian meramalkan bahwa seseorang akan mati. Sebuah bintang digambarkan seolah mewakili nyawa seseorang. Ketika ia mati, lenyap pula bintangnya.

Meski terdengar puitis, ide ini adalah ide yang menggelikan. Bagaimana tidak? Seperti yang Salomo katakan di ayat bacaan, manusia hidup dan mati silih berganti, tetapi bumi tinggal tetap seolah-olah tidak terpengaruh sedikit pun oleh keberadaan kita. Mau satu atau seribu orang yang mati, bumi masih tetap berdiri, demikian pula dengan bintang dan segala isi alam semesta.

Tapi… ini aneh. Bukankah manusia yang Allah berikan mandat untuk menaklukkan dan berkuasa atas segala ciptaan (Kej. 1:28)? Bukankah kita yang diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya (Kej. 1:26-27)? Alam semesta ini diberikan bagi kita, bukan? Jadi, mengapa kita yang hidup jauh lebih pendek, datang dan pergi seperti pemain figuran dalam drama, padahal ciptaan-ciptaan lain masih ada? Seolah-olah bumi, matahari, dan bintang-bintanglah adalah pemain utamanya. Kita hanyalah kutu yang tidak ada signifikansinya sama sekali.

Memang harus diakui, benda-benda ruang angkasa jauh lebih besar dan bertahan lama daripada kita. Namun, jika memakai analogi pertunjukkan drama, alam semesta dan segala isinya hanyalah latar belakang, sebagai panggung. Tidak peduli seberapa indah dan mewah panggung tersebut dan latar belakangnya, jika tanpa pemain drama di dalamnya, tidak ada cerita. Tidak ada cerita, tidak ada pertunjukkan apa pun. Syukurlah di atas panggung tersebut telah tertutur kisah yang maha indah, jauh melampaui indahnya panggung, ketika Sang Pemeran Utama, yakni Yesus Kristus, tampil, meski hanya untuk sekilas 33,5 tahun saja.

Sekarang, Anda adalah aktor dan aktris yang juga diberi kesempatan untuk mementaskan diri di atas panggung indah tersebut, meskipun hanya sesaat. Apa peran yang ingin Anda mainkan? Jika Anda ingin memainkan peranan yang lebih indah daripada panggung tersebut, bukankah cara yang paling tepat adalah meneladani pementasan Sang Pemeran Utama dan hidup serupa dengan-Nya?

Refleksi Diri:

  • Apa yang Anda pikirkan atau rasakan ketika melihat kebesaran ciptaan Tuhan, baik saat melihat pemandangan indah atau menonton tayangan televisi, seperti Discovery Channel?
  • Apa peran yang ingin Anda mainkan di dunia ini? Bagaimana teladan Tuhan Yesus membantu Anda menjawab pertanyaan ini?