Bagikan artikel ini :

Cepat Mendengar, Lambat Berkata-kata

Yakobus 1:19-21; Markus 7:31-37

Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;
- Yakobus 1:19

Suatu hari menjelang fajar, saya merenungkan tentang dua kata berikut: cepat dan lambat. Mana lebih baik? Cepat atau lambat? Yuk, kita baca apa kata Alkitab di kitab Yakobus ini. Ayat tersebut menegaskan supaya kita harus cepat mendengar dan lambat berkata-kata. Apa maksudnya? Jangan terlalu cepat menjawab/menanggapi pertanyaan/pernyataan seseorang karena tidak semua hal harus dijawab/ditanggapi.

Contohnya, saat suami, istri, anak atau teman kita sedang curhat, maka kita harus cepat mendengar (banyak mendengar). Jangan sampai ia baru curhat satu kalimat, kita cepat-cepat menjawab dan lebih banyak menjawabnya daripada mendengarnya. Dan akhirnya orang itu tidak jadi curhat. Padahal ia sedang butuh didengarkan kebingungan, kepedihan, kekhawatiran, dan kemarahannya. Dengarkan saja, jangan dipotong, apalagi diberi ceramah panjang lebar dengan segala jawaban yang malah membuatnya tambah tertekan. Banyak orang butuh didengarkan karena didengarkan itu melegakan.

Menarik jika kita memperhatikan kisah Yesus menyembuhkan orang yang tuli dan gagap di Markus 7:31-37. Diceritakan saat Yesus berjalan menuju danau Galilea, seseorang datang menghampiri-Nya sambil membawa seorang yang tuli dan gagap. Orang itu memohon Yesus supaya Dia mau menyembuhkan orang tuli gagap itu. Yesus lalu menarik orang itu dari keramaian dan memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu terlebih dahulu sebelum menyentuh lidahnya. Dengan kuasa-Nya Yesus menengadah ke langit lalu berkata, “Efata” yang artinya, “Terbukalah!” Maka terbukalah telinga orang itu dari ketuliannya dan lalu ia dapat berkata-kata juga. Perhatikan, orang gagap tuli ini bisa berkata-kata karena ia bisa mendengar terlebih dahulu. Yesus sedang mengajarkan bahwa sebelum berkata-kata, kita harus belajar mendengar terlebih dahulu.

Dari ayat emas, kita juga bisa belajar selain lambat berkata-kata, kita juga harus lambat dalam hal kemarahan. Jangan cepat naik darah. Ingat kita bukan bensin atau minyak tanah yang disulut sedikit langsung merah menyala. Selow, woles, pelan-pelan saja ya. Jangan cepat marah.

Ingatlah tidak semua curhat, butuh nasihat. Tidak semua pertanyaan, butuh jawaban. Cukup buka telinga dan belajar mendengarkan. Dan yang terakhir, lambatlah untuk marah.
Selamat berlatih cepat dan lambat.

Refleksi diri:

  • Apa halangan Anda selama ini untuk menjadi orang yang cepat mendengar tetapi lambat berkata-kata? Mengapa?
  • Apa yang sering kali membuat Anda cepat marah? Bagaimana Anda akan menguranginya?