Bagikan artikel ini :

Dosa Dari Neraka

Obaja 1:1-6, 8-9

Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejaTuhan.
- Amsal 16:18

Lagi-lagi… Baru saja beberapa waktu yang lalu kita menyudahi bacaan-bacaan yang sarat pesan penghukuman Tuhan melalui renungan eksposisi kitab Amos, kini kita memulai kisah penghukuman yang lain. Bedanya, kali ini penghakiman tersebut bukan menimpa umat Tuhan melainkan Edom, bangsa yang berabad-abad bermusuhan dengan Israel sejak zaman leluhur mereka, Esau, yang berseteru dengan Yakub.

Orang Edom sombong karena banyak hal. Pertama, mereka bermukim di tempat tinggi, yakni pegunungan Seir (ay. 3-4) dan mengandalkan keuntungan strategis lokasi mereka, khususnya dalam peperangan. Kedua, banyak orang bijak di Edom (ay. 8). Elifas, salah satu teman Ayub, adalah berasal dari Teman (Ayb. 2:11). Ketiga, mereka memiliki banyak pahlawan-pahlawan perang (ay. 9). Tidak heran mereka congkak.

Kita tentu pernah mendengar bahwa kesombongan adalah dosa yang paling dibenci Tuhan. C.S. Lewis pernah berkata bahwa dosa-dosa yang lain merupakan pekerjaan setan melalui natur binatang kita. Namun, kesombongan adalah dosa yang sama sekali bukan melalui natur binatang kita, melainkan langsung dari neraka. Inilah dosa pertama, yang mengakibatkan kejatuhan Iblis (yang biasa disebut Lucifer). Kesombongan adalah dosa yang sering dianggap remeh tetapi sesungguhnya sangat berbahaya.

Yang lebih celaka adalah kadang kala kita dapat memakai kesombongan untuk mengalahkan dosa-dosa kecil. Sewaktu kita selesai merenungkan kitab Amos yang penuh dengar teguran, baiklah kita kemudian membuat rencana jangka panjang untuk menyelesaikan dosa tersebut. Kenapa? “Yah, aku kan orang yang baik?” Nanti, ketika kita berhasil, kita akan mengatakan, “Tuh, kan? Sudah kubilang aku adalah orang yang baik.” Iblis pun tertawa, kata C.S. Lewis.

Bagaimana cara menghindari jebakan Batman yang satu ini? Mungkin kutipan dari C.S. Lewis ini dapat membantu, “Kerendahan hati bukanlah memikirkan kekurangan diri, tapi mengurangi memikirkan diri sendiri.” Ketika Anda di dalam perjalanan menjadi pengikut Kristus, Tuhan dan sesama-lah yang menjadi fokus Anda. Tidak heran hukum yang terutama (Mat. 22:34-40) menyebut dua aspek ini, tanpa embel-embel “tetapi kamu harus memulai dari mengasihi diri sendiri.” Tidak. Kita sudah mengasihi diri sendiri karena diri sendirilah yang mula-mula kita pikirkan.

Refleksi diri:

  • Bagaimana cara Anda lolos dari terjebak dosa kesombongan yang memikirkan diri sendiri?
  •  Ketika mengambil keputusan apa pun, siapakah yang terlebih dahulu menjadi objekpertimbangan Anda? Yesus? Sesama? Atau diri sendiri?