Bagikan artikel ini :

Emak-emak Sosialita

Amos 4:1-3

tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. Sebab demikianlah caranya perempuan-perempuan kudus dahulu berdandan, yaitu perempuan-perempuan yang menaruh pengharapannya kepada Allah; mereka tunduk kepada suaminya.
- 1 Petrus 3:4

Suatu fenomena yang makin banyak menjamur di kota-kota besar di Indonesia adalah munculnya geng-geng emak-emak sosialita. Emak-emak ini biasanya berkumpul untuk arisan dengan dress code tertentu, bahkan sampai menyewa personal make-up artist dan fotografer profesional untuk merekam kegiatan mereka dan mengunduhnya di social media. Arisan mereka tidak kaleng-kaleng. Kisarannya 5-10 juta per orang.

Jika Anda kesulitan memahami apa maksud “lembu-lembu Basan” pada Amos 4, bayangkan saja emak-emak sosialita. Lembu-lembu Basan adalah lembu-lembu berkualitas tinggi, menggambarkan wanita-wanita elit yang hidup mewah. Sangking mabuknya mereka dengan kemewahan, mereka sampai-sampai menyuruh suaminya untuk mengambilkan minum (ay. 1). Tuhan tidak tinggal diam. Dia mengatakan bahwa ketika nanti mereka dibuang ke negara asing, mereka akan ditarik paksa dari kenikmatan hidup layaknya ikan ditarik dengan kail dari air (ay. 2).

Saya tidak mengatakan bahwa semua emak-emak sosialita adalah lembu-lembu Basan. Ada pula di antara mereka yang melakukan kegiatan-kegiatan positif, seperti pelayanan di gereja, menyumbang di kegiatan sosial, dan yang lainnya. Jika Anda termasuk geng emak-emak sosialita, mohon maaf. Bukannya nyinyir, tetapi hidup di dalam keadaan yang serba mewah tidaklah selalu baik. Kondisi politik dan ekonomi sewaktu-waktu bisa naik-turun. Krisis bisa merampas segala sesuatu yang kita miliki. Yang membuat sedih adalah jika seseorang terbiasa hidup mewah, ia akan kesulitan ketika harus hidup sederhana. Asketisme adalah sebuah ekstrem yang harus dihindari. Namun, tidak ada ruginya hidup secara sederhana dan sewajarnya, sesuai dengan kebutuhan bukannya menuruti segala keinginan duniawi. Perintah ini berlaku baik untuk istri maupun suami. Namun yang menjadi penekanan adalah istri. Mengapa? Karena wanita adalah penolong. Ketika keduanya jatuh secara finansial, wanita-lah yang diharapkan lebih dahulu beradaptasi.

Tidak salah menjadi emak-emak sosialita. Namun, jadilah emak-emak yang meneladani Tuhan Yesus dalam kesederhanaan meskipun Dia layak mendapat segala kemegahan sorgawi.

Refleksi diri:

  • Bagaimana cara Anda menggunakan dan mengatur keuangan? Berapa banyak yang Anda habiskan untuk kemewahan?
  • Apa wujud nyata hidup sederhana dan wajar dalam keseharian Anda?