Hari Mujur Dan Hari Malang (1)
Pengkhotbah 3:14; 7:13-14
Buatlah kami bersukacita seimbang dengan hari-hari Engkau menindas kami, seimbang dengan tahun-tahun kami mengalami celaka.
- Mazmur 90:15
Bayangkan semisal Anda akan pergi berlibur ke luar negeri. Kecuali Anda seorang yang sangking kayanya sampai tidak tahu cara menghabiskan uang, berlibur tentunya bukan hal yang murah, bukan? Anehnya, tidak sedikit orang yang menghabiskan jutaan rupiah demi menghabiskan beberapa hari di luar negeri karena mengharapkan kesenangan yang akan didapat nanti.
Namun, bayangkan semisal dalam trip liburan tersebut, warga setempat rupanya tidak ramah kepada turis. Makanannya juga rupanya tidak enak. Uang Anda sempat dicopet. Setiap hari hujan. Intinya, setiap hari adalah hari-hari malang. “Jika tahu begini, aku tidak akan memilih untuk liburan,” keluh Anda karena melihat bahwa hari-hari malang yang dialami melebihi kesenangan yang didapat.
Sekarang mari kita terapkan pemikiran ini di dalam kehidupan. Hidup adalah sesuatu yang seharusnya menyenangkan, bukan? Namun, rupanya ada banyak hari-hari malang kita alami: dirundung teman, di-PHK, dilanda sakit, ditipu rekan bisnis, dimusuhi mertua, dan sebagainya. Seringkali, hal-hal ini akan tetap menimpa kita tidak peduli seberapa baiknya kita atau seberapa kerasnya kita berjuang menghindarinya. Seperti liburan, hari-hari malang akan mengurangi sukacita kita dalam menjalani hidup. Sampai satu titik, mungkin seseorang akan berpikir, jika tahu begini, aku tidak akan memilih untuk hidup. Ini merupakan hal yang tidak berhikmat, demikian kata Raja Salomo pada bagian ini.
Hari-hari malang terjadi atas kedaulatan Tuhan. Kita tidak bisa “meluruskan apa yang telah dibengkokkan-Nya” (Pkh. 7:13). Jumlah hari-hari malang dan mujur “tidak dapat ditambah dan tidak dapat dikurangi” (Pkh. 3:14). Terlebih lagi, di dunia yang sudah jatuh ke dalam dosa, faktanya akan lebih banyak hari malang daripada hari mujur. Timbangan kehidupan tidak seimbang, tetapi ingat, baik hari mujur maupun malang adalah dari Tuhan.
Jadi, apa yang harus kita lakukan? Doa Musa di ayat emas adalah sebuah teladan yang baik. Ia tidak berdoa agar “hari mujur lebih banyak daripada hari malang!” karena Tuhan tidak berkewajiban memberikannya. Sebaliknya, Musa memanjatkan doa yang penuh kerendahan hati, sekadar agar timbangan kehidupannya seimbang.
Secara tidak sadar, kita sering memanjatkan doa-doa sombong. Cobalah berdoa seperti Musa, niscaya Anda akan lebih berhikmat menyikapi hari-hari malang yang Anda alami.
Refleksi Diri:
- Bagaimana pandangan Anda terhadap kehidupan selama ini? Apakah Anda berpikir bahwa hidup adalah untuk kesenangan?
- Bagaimana doa Musa dapat mempersiapkan mental Anda untuk menghadapi hari-hari malang di depan?