Haus Akan Tuhan
Mazmur 42:1-6
Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?
- Mazmur 42:3
Seorang teman bercerita bahwa dirinya pernah merasakan kerinduan yang teramat dalam ketika harus berpisah dengan gadis yang dicintainya. Saat itu pacarnya sudah menyelesaikan studi dan diwisuda, sedangkan ia masih harus menyelesaikan tugas kuliahnya di tahun berikutnya. Hubungan dekat dan mesra yang terjalin selama beberapa tahun di kampus, sontak hilang karena dipisahkan oleh waktu dan jarak. Pada masa itu juga belum ada gawai. Pernahkan kita merasakan kegalauan dan rasa rindu yang amat dalam ketika terpisah dari orang-orang yang dicintai? Hasrat seperti inilah yang dirasakan oleh pemazmur dalam relasinya dengan Tuhan.
Pemazmur hidup bergaul akrab dan intim dengan Tuhan. Ayat emas di atas mencerminkan isi hati Daud yang memiliki hasrat kuat dan tulus merindukan Tuhan. Hasrat yang kudus itu dibangun bukan atas harapan semu, tetapi atas dasar kasih setia Tuhan yang dapat dipercaya. Ini menjadi tanda dari iman yang sejati. Hal serupa dikatakan oleh teolog, Jonathan Edwards, “Hasrat kudus yang diwujudkan dalam kerinduan, rasa lapar dan haus akan Tuhan, kerap kali disebut Alkitab sebagai bagian penting dari agama yang sejati.” Pemazmur merasa puas akan Tuhan karena ia telah pernah mengecap dan melihat betapa baiknya Tuhan (Mzm. 34:9). Pengenalan dan persekutuan yang intens dan intim dengan Tuhan membuatnya tidak hanya semakin percaya, melainkan juga semakin mengasihi-Nya dan hidup memuliakan-Nya. Rasul Paulus juga mempunyai pengalaman serupa yang membuatnya berkata, “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, …” (Flp. 3:10).
Getaran rasa rindu yang besar akan Tuhan seringkali tidak kita miliki karena tidak menyadari bahwa kebutuhan kita yang terdalam bukanlah soal materi, kekayaan, tetapi Allah yang hidup yang menjadi sumber kehidupan kita (ay. 3, 9). Allah adalah sumber pertolongan dan perlindungan yang tak terbatas untuk kita (ay 6, 9, 12). Marilah mengakui bahwa kebutuhan kita yang paling mendasar dan terpenting adalah Allah sebab tanpa Dia keberadaan kita tidak berarti apa-apa.
Refleksi Diri:
- Apakah Anda masih memiliki rasa haus akan Tuhan? Apa saja hal yang membuat Anda kehilangan rasa haus akan Tuhan?
- Bagaimana respons yang akan Anda berikan untuk membangun keintiman relasi dengan Allah?