Bagikan artikel ini :

Jangan Ada Kata Cerai!

Kidung Agung 6:3

Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
- Markus 10:9

Salah satu hal yang mengundang cibiran dari banyak kalangan masyarakat Indonesia terhadap sinetron-sinetron lokal adalah betapa lebay dan over dramatisnya percekcokan digambarkan. Lihat saja dialognya. Hampir selalu kata “cerai” tercetus. Akibatnya, kata “cerai” menjadi kata-kata murahan yang umum dipakai suami-istri kalau sedang marah. Suami ngorok? “Kita cerai!” Istri lupa mengangkat jemuran? “Kita cerai!” Astaga-nagabonar-jadi-dua!

Tuhan Yesus berkata bahwa perceraian tidak boleh menjadi jalan keluar ketika sepasang suami istri berkonflik. Dipikirkan saja tidak boleh, apalagi diucapkan. Si istri karena yakin bahwa suaminya akan memaafkannya dari konflik dengan yakin berkata, “Aku kepunyaan kekasihku dan kepunyaanku kekasihku.” Kata-kata serupa diucapkannya sesudah mereka “menangkap rubah-rubah kecil” (Kid. 2:16).

Perbedaannya, ia mengatakan, “aku kepunyaan kekasihku” dahulu. Sebelumnya ia mengatakan sebaliknya, “kekasihku kepunyaanku.” Meski terpisah, ia tahu mereka adalah milik satu sama lain. Justru dalam konflik, kepercayaannya akan sang suami bertambah. Ia menyerahkan dirinya 100% menjadi milik suaminya, karena ia percaya suaminya akan memaafkan.

Konflik tidak boleh dilihat sebagai pintu masuk perceraian, melainkan kesempatan untuk saling mengenal. Dalam konflik pasangan suami-istri harus saling percaya bahwa relasi mereka begitu kuat sehingga konflik sehebat apa pun tidak akan berujung pada perceraian. Kepercayan satu sama lain penting karena dengan rasa percaya, sepasang suami istri dapat memberikan dirinya dengan sepenuhnya. Jika tidak ada rasa percaya, ketakutan terjadi perceraian akan selalu ada. Ini membuat keduanya tidak bisa memberikan 100% diri mereka.

Perjanjian pisah harta memang memiliki nilai positif. Namun, seringkali penandatanganan perjanjian timbul karena keduanya berpikir, bagaimana kalau kita bercerai? Ada kasus-kasus tertentu, perjanjian perlu dibuat. Namun, kalau penyebabnya masalah ketidakpercayaan satu sama lain, serta pemikiran bahwa cerai adalah salah satu opsi, sebaiknya tidak dilakukan.

Jangan sampai kata “cerai” keluar! Pasangan bisa berpikir, wah, ada kemungkinan cerai, meski perkataan Anda tidak bermaksud demikian. Ingat, konflik sebesar apa pun ibarat badai dalam poci teh ketika dibawa-bawa. Selama tutupnya masih ada, yakni rasa percaya, maka badai tidak akan menumpahkan teh di dalamnya.

Refleksi Diri:

  • Pernahkan kata “cerai” tercetus dalam mulut Anda atau pasangan ketika sedang marah?
  • Seberapa besar kepercayaan Anda? Pernahkan perceraian terlintas dalam benak Anda?