Bagikan artikel ini :

Jangan Menangis

Lukas 7:11-17

... lalu Ia berkata kepadanya: “Jangan menangis!”
- Lukas 7:13b

Perkataan “jangan menangis” terdengar kasar dan menyakiti hati seseorang yang sedang berduka. Apakah ini sama dengan perkataan Tuhan Yesus ketika berjumpa dengan janda yang baru saja kehilangan anak tunggalnya? Saat Yesus berkata kepada janda yang berduka, “Jangan menangis,” mungkin orang-orang yang mendengarnya akan memprotes dalam hati, orang ini nggak ngerti perasaan orang lain. Wajarlah ia menangis. Anak satu-satunya meninggal. Mungkin janda tersebut juga sangat kaget mendengarnya, hanya bisa terdiam dan menatap saja.

Yesus tidak melarang seseorang menangis ketika sedang berduka, tetapi di saat Dia berbicara demikian kepada sang janda justru inilah yang membedakan kehadiran Yesus. Kehadiran Tuhan Yesus mempunyai kuasa atas kehidupan dan kematian. Kehadiran-Nya dapat menghapuskan air mata dari sang janda. Jika Yesus hanya bicara “jangan menangis” dan tidak sanggup melakukan apa pun, baru Dia keterlaluan. Namun, tidak demikian yang terjadi.

Cara menghibur Tuhan Yesus berbeda dengan cara dunia. Meskipun ada aturan pada zaman itu bahwa jika seseorang menyentuh mayat, ia akan menjadi najis, Yesus tetap melakukannya. Yesus adalah Allah yang berotoritas. Dia tidak menjadi najis, tapi justru hiduplah yang Dia berikan. Tuhan Yesus menyentuh jenazah anak tunggal sang janda dan secara mengejutkan berbicara kepada tubuh yang sudah terbujur kaku itu, “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” (ay. 14b). Orang-orang pasti bingung dengan apa yang dilakukan Tuhan Yesus, tetapi semuanya berubah menjadi keheranan dan sukacita, terlebih bagi sang ibu. Segera sesudah perkataan itu diucapkan, anak itu pun duduk dan mulai berkata-kata.

Mukjizat tersebut bukan hanya menunjukkan kasih dan kuasa Tuhan Yesus, tapi juga menyatakan tujuan karya Yesus dalam kematian-Nya di kayu salib dan kubur kosong (bukti kebangkitan-Nya) adalah memberikan kehidupan kekal. Inilah yang dikatakan Rasul Paulus, bahwa orang-orang yang berduka di dalam Tuhan Yesus memiliki pengharapan (lih. 1Tes. 4:13-14).

Sahabat saya yang saya ceritakan di renungan kemarin, setelah lewat beberapa bulan menyaksikan bagaimana pengharapan di dalam Tuhan Yesus sungguh menghibur. Ia bisa bersukacita karena kedua orang yang dikasihinya itu sudah ada di dalam Tuhan Yesus. Kematian menjadi perpisahan sejenak, sebelum berkumpul selamanya.

Refleksi Diri:

  • Apakah jaminan dari seseorang yang meninggal di dalam iman kepada Tuhan Yesus?
  • Bagaimana Anda akan menjadi sahabat yang hadir mendampingi kerabat/teman Anda yang sedang berduka?