Bagikan artikel ini :

Kembang Desa Atau Kembang Kempis

Kidung Agung 2:1-2

Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah.
- Yakobus 3:9

Saya pernah menonton sebuah program yang mewawancarai para istri yang mengalami KDRT. Tidak hanya dianiaya secara fisik, suaminya bahkan menyuruh anak-anak untuk mengata-ngatai mereka. Ketika para istri ini ditanyai mengapa masih bertahan, jawaban mereka sungguh mengejutkan, “Karena saya memang pantas menerimanya.”

Kata-kata sangat berpengaruh dalam setiap relasi. Makian menjatuhan, tetapi pujian membangun. Kita melihat bagaimana sepanjang pasal 1, sang raja memuji-muji kekasihnya yang minder dengan penampilan fisiknya. Hasilnya? Gadis Sulam mampu berkata ia adalah bunga mawar dari Sharon. Si gadis memandang dirinya melalui kacamata orang yang dicintainya, yakni sang raja.

Sang raja tidak ingin kekasihnya berhenti sampai di sana. Di matanya, si gadis bukan hanya setangkai bunga bakung di antara ribuan bunga lainnya, melainkan setangkai bunga bakung di antara duri-duri. Ia tidak kehilangan akal mengutarakan cintanya kepada si gadis melalui pujian.

Manusia memiliki kecenderungan menilai dirinya berdasarkan penilaian orang  yang dicintainya. Kata-kata orang asing tidak akan memengaruhi kita sebagaimana kata-kata orang yang kita kasihi. Artinya, makin kita dekat dengan seseorang, seharusnya makin bijaksana berkata-kata dengannya. Anehnya, di masa kini justru orang lebih hati-hati menjaga perasaan orang-orang asing daripada mereka yang ia kasihi.

Budaya timur memang dikenal budaya yang selalu menuntut dan tidak pernah puas dalam mengkritik. Saya pernah mendengar kisah tentang seorang anak yang mendapat nilai 8 untuk ujiannya, tetapi orangtuanya malah berkomentar, “Kenapa nggak 9?” Ketika ia mendapat 9, orangtuanya menimpali, “Kok bukannya 10?” Ketika akhirnya ia mendapat 10 dan berharap orangtuanya akan memujinya, orangtuanya berkata, “Kenapa nggak dari dulu?”

Kita perlu meneladani bagaimana Tuhan Yesus menggunakan lidahnya dengan penuh kasih. Lidah yang kita gunakan untuk memuji Tuhan, seharusnya juga digunakan untuk membangun orang lain, khususnya yang terdekat dengan kita. Para suami dengan enteng mengatakan kepada istrinya, “Masakanmu nggak enak,” lalu berdalih kata-katanya adalah kritikan yang “membangun” kemampuan masak istrinya. Bayangkan jika setiap hari si istri yang dengan susah payah memasak tidak pernah mendapat pujian, melainkan melulu kritik “membangun”. Berhati-hatilah. Lidah Anda bisa membuat kekasih Anda menjadi kembang desa atau kembang kempis.

Refleksi Diri:

  • Evaluasilah perkataan Anda kepada pasangan. Apakah lebih banyak kritikan (bahkan makian) atau apresiasi?
  • Hal apa yang membuat Anda lebih mudah mengkritik daripada memuji?