Melayani Dengan Anugerah Allah
Lukas 22:24-38
Sebab siapakah yang lebih besar: yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan.
- Lukas 22:27
Ketika terjadi pertengkaran di antara murid Yesus tentang siapa yang dapat dianggap terbesar, Yesus menyatakan bahwa Dia adalah pelayan yang melayani yang lain. Yesus menegaskan kepada mereka, pentingnya menjadi pelayan: “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.” (Mrk. 9:35b). Yesus juga menunjukan cara menjadi pelayan, yaitu saat Dia membasuh kaki mereka (Yoh. 13:1-20).
Melayani adalah tindakan mengasihi secara aktif yang dilakukan dengan serius bagi kebaikan orang lain dan bagi kemuliaan-Nya. Akar kata “melayani” adalah melihat, yaitu melihat kebutuhan orang lain sama seperti Allah melihat mereka. Penulis Adele A. Calhoun menjelaskan, ”Kita tidak akan pernah melayani orang lain kecuali kita bisa melihat kebutuhan orang-orang itu sama pentingnya dengan kebutuhan kita.
Namun masalahnya, kebanyakan dari kita tidak benar-benar “melihat” orang lain, apalagi peduli dengan kebutuhan mereka. Kita dipenuhi berbagai urusan sendiri sehingga dunia terkadang tidak terlihat sepenuhnya. Memang untuk bisa melihat, kita perlu pertolongan Tuhan.
Penulis Richard Foster membedakan dua bentuk melayani: melayani dengan kekuatan sendiri dan melayani dengan anugerah Allah. Melayani dengan kekuatan sendiri berfokus mendapatkan pencapaian yang terlihat besar. Harapannya adalah mendapatkan penghargaan dari manusia. Karena itu, ketika melayani pun memilih-memilih siapa yang akan dilayani. Mood juga berpengaruh. Ketika sedang tidak mood melayani akan berhenti melayani. Sebaliknya ketika sedang mood melayani akan menuntut (memaksa) untuk melayani. Akhirnya, yang terjadi bukannya kita membangun, tapi malah meruntuhkan orang lain.
Melayani dengan anugerah Allah keluar dari hubungan dengan yang Ilahi. Kita melayani karena ada gerakan Ilahi untuk melakukannya. Karena itu, kita tidak memilih siapa yang dilayani. Seringkali kita melayani di belakang layar tanpa diketahui siapa pun. Namun, kalau sampai harus muncul di tengah sorotan pun tidak menjadi masalah karena fokusnya adalah apa yang Allah kehendaki. Hasil dari apa yang dilakukan tidak lagi jadi fokus utama sehingga tidak akan kepahitan ketika hasilnya tidak sesuai ekspektasi.
Refleksi Diri:
- Ketika melayani, apakah sudah belajar melihat kebutuhan yang dilayani seperti Allah melihat?
- Apakah selama ini Anda melayani dengan kekuatan dari diri sendiri atau dengan anugerah Allah? Koreksi diri, ini menentukan cara Anda dalam melayani.