Bagikan artikel ini :

Mencukupkan Diri

Filipi 4:10-13

Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.
- Filipi 4:11

Namanya Xiao Wang asal Tiongkok. Demi membeli iPhone 4 pada tahun 2011, ia rela menjual ginjalnya seharga US$ 3200. Iphone memang jadi simbol status di sekolah Wang. Namun, operasi yang abal-abal menyebabkan Wang mengalami infeksi dan harus menjalani cuci ginjal seumur hidupnya. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Kisah Wang adalah contoh orang yang menjadikan keinginan sebagai gaya hidup. Jika sudah ingin maka cara berisiko, bahkan nekad pun, ditempuh untuk mencapainya.

Keinginan itu tiada batas. Sudah punya satu, ingin dua. Sudah punya dua, ingin tiga. Sudah punya tiga, ingin tukar yang pertama dengan yang lebih bagus. Rasul Paulus mengajak kita berhati-hati dengan gaya hidup keinginan. Ia mengajak kita mengembangkan gaya hidup berkecukupan. Ia mengatakan, “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan.” (ay. 12a). Paulus sudah pernah mengalami rasanya hidup senang dan susah. Dalam keadaan senang, ia tidak menjadi tamak dan menginginkan lebih dan lebih. Sebaliknya, dalam keadaan kekurangan, ia belajar menerima keadaan. Paulus tidak mengeluh atau menyalahkan Tuhan. Ia percaya Tuhan pasti memberi kesanggupan kepadanya untuk menanggung apa pun beban hidupnya (ay. 13).

Penulis buku bestseller sekaligus dokter, Richard Swenson, mengemukakan tentang “merasa cukup”. “Merasa cukup” adalah ketika kita mengatakan kepada Gembala kita bahwa apa yang disediakan cukup bagi kebutuhan jasmani kita. Perasaan itu tidak berubah meskipun situasinya berubah. Jadi hari ini saya naik mobil, besok mobil saya dijual karena sesuatu hal dan terpaksa naik motor, hal itu tidak mengurangi rasa cukup dalam hati saya. Saya menyesuaikan diri dengan apa yang dipunyai.

Rasa cukup tidak terjadi dengan sendirinya. Itu sebabnya Paulus mengatakan, “Aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.” Rasa cukup harus dipelajari, dilatih, dan dibiasakan. Ketika melihat gelas berisi air setengah, biasakan melihatnya sebagai setengah penuh, bukan setengah kosong. Syukuri apa yang sudah Anda miliki dan cobalah untuk menikmatinya sebagai anugerah dari Tuhan.

Refleksi Diri:

  • Mana perasaan yang lebih menguasai diri Anda: keinginan atau kecukupan?
  • Apa yang Anda akan lakukan untuk melatih dan membiasakan diri “merasa cukup”?