Bagikan artikel ini :

Nasibmu Lebih Baik

Matius 20:1-16

Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?
- Matius 20:15

Saya mengaku bahwa saya melakukannya, yaitu membanding-bandingkan. Yang saya maksud adalah membanding-bandingkan nasib saya dengan orang lain. Ketika melihat orang yang lebih bahagia, saya merasa “iri”. Ketika melihat orang jalan-jalan (padahal masih pandemi), saya merasa “iri” karena tidak berani melakukan yang sama. Ketika melihat orang bisa makan dengan lahap, saya merasa “iri” karena tidak punya nafsu makan.

Pada zaman media sosial sekarang ini, sangat mudah terjatuh dalam sikap membanding-bandingkan nasib atau keadaan kita dengan orang lain. Rumusannya: nasib orang lain lebih baik daripada nasib saya. Orang lain membagikan pengalaman bahagia atau istimewa mereka sedangkan kita tidak bisa membagikan apa-apa. Kita merasa tak ada yang istimewa. Malahan kita merasa bernasib malang.

Dari perumpamaan yang kita baca, Yesus menyatakan bahwa sikap membanding-bandingkan berasal dari keyakinan bahwa Allah tidak adil dan Dia tidak berhak untuk bersikap lebih murah hati kepada orang lain daripada kepada kita. Ketika kita mendapati bahwa hidup orang lain lebih baik daripada hidup kita, kita merasa Allah tidak adil. Allah seharusnya memperlakukan saya sama dengan mereka. Apa kelebihan mereka dibandingkan saya sehingga menikmati hidup yang lebih baik? Kita lupa bahwa Allah itu berdaulat. Dia berhak untuk bersikap lebih murah hati kepada seorang daripada yang lain, tanpa perlu menyatakan alasannya. Terdengar seperti penjelasan yang “pahit”, sebenarnya tidak.

Mari kita berhenti sejenak berfokus pada apa yang tidak kita miliki atau alami. Sekarang kita berfokus pada hidup yang telah diberikan Allah bagi kita. Pada berkat-berkat yang kita terima yang tidak diterima orang lain. Misalnya, meskipun saya tidak bisa makan selahap orang lain, saya masih bisa makan. Meskipun saya tidak bisa jalan-jalan, saya masih bisa menikmati bunga-bunga indah dan suara burung berkicau di sekitar rumah saya. Ada banyak berkat yang Tuhan Yesus berikan kepada saya yang tidak saya syukuri karena saya tenggelam dalam sikap membanding-bandingkan. Oh, Bapa di Sorga, ampuni saya!

Refleksi diri:

  • Adakah sikap membanding-bandingkan diri terhadap orang lain yang menyebabkan Anda menuduh Allah tidak adil? Segera mohonkan pengampunan melalui doa.
  • Apa berkat-berkat yang bisa Anda syukuri? Sudahkah Anda berterima kasih kepada Yesus atas berkat-berkat tersebut?