Bagikan artikel ini :

Pelangi akan selalu muncul

Habakuk 1:1-4 - 2:1-5

Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku.
- Habakuk 2:1

Nabi Habakuk bingung dan geram melihat betapa banyak kejahatan di sekelilingnya. Betapa banyak tekanan dan kesusahan di sekelilingnya. Tuhan seakan tidak nampak, keberadaan-Nya dipertanyakan, serasa enggan untuk menolong umat-Nya. Ia pun berdoa dan berharap kapan Tuhan mau turun tangan, tolong jangan diam saja. Habakuk menuntut jawaban Tuhan, ia menantikan penjelasan Tuhan.

Saat mengunjungi jemaat yang divonis kanker serviks, hati saya teriris tak tahan melihatnya. Darah mengucur deras di malam pernikahan putrinya, ia pucat, tak berdaya di pembaringan. Suasana yang seharusnya penuh dengan harapan dan sukacita, berganti dengan banjir air mata dan kesedihan hati.

Kehidupan ini memang penuh jurang kepedihan dan jalan penderitaan yang berliku. Ada keluarga yang pergi berlibur untuk bersukacita bersama tetapi pulang membawa jasad anaknya. Ada orang baik ditekan, orang jahat dipuja, sepertinya tidak ada keadilan. Semua itu membuat kita bertanya, di manakah Tuhan yang katanya baik kepada orang-orang yang mengasihi-Nya? Tuhan nampak bisu dan tuli.
Bersama Habakuk kita menjerit, “Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar... Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan...? ... kekerasan ada di depan mataku” (Hab. 1:2-3). Habakuk mewakili kita semua, setelah menyampaikan protesnya, duduk dalam keheningan menunggu pertanggungjawaban Allah.

Hanya tersisa satu keyakinan yang dipegang erat oleh Habakuk, Tuhan tidak pernah jahat, Dia selalu ingin dan siap menolong umat-Nya. Keadaan masih membingungkan tapi iman Habakuk yang teguh menuntunnya perlahan melihat karya Tuhan di balik semua itu. Ia akhirnya bersorak sorak, beria-ria di dalam Tuhan karena Dia menyelamatkan. Habakuk bisa merasakan bahwa Tuhan-lah sumber kekuatannya (Hab. 3:18-19)

Bisakah di balik segala kebingungan kita dalam menantikan pertolongan Tuhan, dari segala penderitaan kita, ada keyakinan teguh bahwa Allah sedang merasa pedih - dan menangis - bersama kita? Kita diam-diam bertahan, diam-diam menderita, dan sabar menunggu. Sampai berapa lama biasanya kita sanggup menunggu hujan reda? Sampai kita bisa melihat pelangi, seiring cerahnya mentari muncul! Salam menanti pelangi.

Refleksi Diri:

  • Apa kepedihan dan penderitaan yang pernah/sedang Anda alami? Apakah Anda sudah berseru seperti Habakuk, kepada Tuhan memohon pertolongan-Nya?
  • Tuhan tidak pernah enggan menolong, Dia selalu siap menyelamatkan Anda. Bagaimana Anda menyakini hal ini?