Bagikan artikel ini :

Pelayan Tuhan Atau Pelawan Tuhan?

1 Samuel 2:11-18

Lalu pulanglah Elkana ke Rama tetapi anak itu menjadi pelayan TUHAN di bawah pengawasan imam Eli. Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan TUHAN,
- 1 Samuel 2:11,12

Pembaca Alkitab yang kritis pasti menemukan “sesuatu” dalam susunan penulisan 1 Samuel 2. Betapa tidak, bagian pertama membahas nyanyian Hana, disusul dengan deskripsi kehidupan Samuel kecil yang singkat bahwa ia menjadi pelayan Tuhan (ay. 11). Bagus, bukan? Segera sesudahnya, narasi berpindah ke kisah anak-anak Eli. Langsung saja penulis memakai istilah yang keras: “dursila”, disertai penjelasan yang dimaksud dursila dan cerita kedursilaan mereka.

Di sinilah kecerdasan penulis kitab Samuel. Ia sengaja mendampingkan kedua kisah tersebut untuk memberikan kontras kepada pembaca tentang dua macam kehidupan. Sederhana saja: kehidupan yang melayani Tuhan atau melawan Tuhan. Samuel adalah sosok yang melayani Tuhan. Sebaliknya, Hofni dan Pinehas, anak-anak Eli adalah orang-orang yang melawan Tuhan.

Berikut hal-hal yang dapat memperdalam pemahaman kita tentang perbandingan dua macam orang tersebut. Pertama, Samuel masih muda tetapi sudah hidup dalam takut dan melayani Tuhan. Sebaliknya, kedua anak Eli sudah dewasa, tetapi malah hidup melawan Tuhan. Kedua, Samuel bukan “siapa-siapa” dalam arti dari suku biasa dan orangtua biasa. Anak-anak Eli adalah keturunan suku Lewi, suku istimewa. Ayahnya imam dan mereka pun imam, jabatan yang disegani. Ketiga, secara ilmu agama, anak-anak Eli pasti lebih menguasainya karena mereka telah belajar dari ayahnya sejak kecil. Sedangkan Samuel masih muda belia, baru belajar sedikit. Namun, pengetahuan yang banyak tidak menjamin kehidupan yang benar.

Jadi, apa yang bisa kita pelajari dari kontras ini? Saya sebutkan satu saja, yaitu iman “warisan” tidak menjamin kehidupa n yang benar. Hofni dan Pinehas adalah keturunan imam dan menguasai ilmu agama. Akan tetapi, mereka tidak merawat warisan iman tersebut sehingga iman mereka menjadi liar dan busuk. Hal serupa terjadi pada masa kini, betapa banyak anak yang orangtua atau nenek moyangnya Kristen ternyata kehidupannya jauh dari Tuhan. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk mengajari anaknya iman kepada Tuhan Yesus dengan sungguh-sungguh dan sebagai anak untuk merawat warisan iman dalam kehidupannya pribadi.
Refleksi Diri:

  • Apa warisan iman yang telah Anda turunkan kepada anak cucu Anda? Apakah Anda sudah mengajari mereka dengan sungguh-sungguh?
  • Bagaimana cara Anda merawat warisan iman orangtua Anda?