Bagikan artikel ini :

Perkataan Membangun Atau Menghancurkan?

Matius 12:33-37

Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan amarah.
- Amsal 15:1

Psikolog Sigmund Freud (1856-1939) terkejut ketika menemukan beberapa bentuk stres emosional dapat dipulihkan hanya dengan berbicara dengan cara tertentu kepada pasien. Selama bertahun-tahun belajar kedokteran, ia terbiasa berpikir bahwa segala sesuatu tentang manusia bersifat biologis dan kimiawi. Ia juga meyakini bahwa kekhawatiran, depresi, atau fobia merefleksikan kerusakan fisik yang hanya dapat disembuhkan melalui intervensi medis. Jika saja Freud mempelajari Alkitab, mungkin ia tidak akan terlalu terkejut.

Amsal berkali-kali membahas tentang kuasa lidah. Di Amsal 12:18 dikatakan bahwa orang yang lancang mulutnya seperti tikaman pedang, tetapi lidah orang bijak mendatangkan kesembuhan. Amsal 18:21 bahkan menyatakan bahwa hidup dan mati dikuasai lidah. Sementara di Perjanjian Baru, Yakobus membandingkan lidah dengan api; bahwa betapa pun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar (Yak. 3:5-6). Namun yang sebaliknya juga benar, lidah dapat digunakan untuk memuji Tuhan, memberkati orang lain, membangun, dan menyatakan kebenaran. Dengan kata lain, ada kuasa yang memengaruhi hidup seseorang di dalam kata-kata yang diekspresikan melalui lidah.

Psikiater dan penulis Kristen Larry Crabb menceritakan pengalamannya mengkonseling seorang pria setengah baya yang menderita depresi berat. Beberapa psikiater lain meyakini akar masalahnya bersifat kimiawi sehingga ia perlu makan obat anti-depresi seumur hidupnya. Selama konseling dengan Crabb, pria ini menceritakan kalimat yang seringkali diucapkan ayahnya kepadanya, “Anakku, jika engkau mewarisi bisnis keluarga kita, maka engkau akan menghancurkannya.” Kata-kata ini sangat menyakitinya. Ketika sang ayah meninggal, ia terdorong bekerja keras tanpa henti untuk membuktikan bahwa kata-kata sang ayah salah. Tekanan untuk tidak gagal menyebabkannya menjadi pecandu alkohol sampai istrinya mengancam meninggalkannya. Ia pun mengalami depresi yang dalam. Hidupnya hancur oleh kuasa lidah ayahnya.

Tuhan Yesus menekankan dalam Matius 12:36 bahwa setiap kata sia-sia yang diucapkan seseorang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Anda dapat memilih untuk mengucapkan kata-kata yang membangun atau menghancurkan orang lain. Selalu ingat, apa yang Anda ucapkan harus Anda pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan satu saat nanti.

Refleksi Diri:

  • Bagaimana Anda menggunakan lidah Anda selama ini? Untuk membangun atau menghancurkan?
  • Jika Anda telah menggunakannya dengan tidak tepat, mintalah pengampunan Tuhan dan juga sampaikan permintaan maaf kepada orang yang telah Anda sakiti.