Bagikan artikel ini :

Pertobatan Adalah Perubahan Sikap

Yesaya 58:1-14

Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat! Hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan.
- Matius 3:2, 8

Pertobatan bukanlah sekadar ungkapan seremonial. Artinya bersifat upacara, seperti kepala yang tertunduk, memakai pakaian sobek, tidur di tanah, memakai kain kabung, atau meletakkan abu di atas kepala sebagai ungkapan penyesalan atau dukacita. Sebenarnya, ungkapan penyesalan seperti di atas tidak salah. Akan tetapi, ungkapan seperti itu menjadi tidak berarti dan tidak relevan, bila tidak disertai tindakan yang menunjukkan adanya perubahan sikap. Pertobatan yang sungguh-sungguh akan memunculkan perubahan sikap dan karakter karena ada Roh Kudus yang bekerja di dalam diri orang tersebut yang bertobat.

Yesaya 58 menunjukkan bahwa di satu sisi Allah menuntut agar pertobatan umat Israel diungkapkan melalui sikap yang lebih manusiawi terhadap kaum buruh (ay. 3) serta penghentian sikap kejam dan memeras terhadap orang yang lemah (ay. 4). Di sisi lain, Allah menghendaki agar pertobatan umat-Nya juga diungkapkan melalui tindakan memberi makanan kepada orang lapar, memberi tumpangan kepada yang tidak punya rumah, memberi pakaian kepada yang telanjang, dan tidak menutup mata terhadap saudara sendiri yang sedang menghadapi masalah (ay. 7). Selain itu, umat Yehuda wajib mengikuti aturan Sabat dengan sepenuh hati, bukan sebagai beban tetapi sebagai kesenangan (ay. 13). Dengan demikian, ibadah menjadi sumber kekuatan untuk menghadapi berbagai persoalan hidup.

Pada masa kini, kita juga masih bisa menjumpai orang-orang yang mengaku Kristen, tetapi hidup tanpa ada bukti atau buah pertobatan. Kita menyadari bahwa sebagian pelaku kriminal, pemakai dan pengedar narkoba, bahkan koruptor kelas kakap ternyata adalah orang-orang Kristen. Kita masih bisa menemukan tokoh-tokoh gereja yang perilakunya justru menjadi batu sandungan, bukan menjadi teladan bagi anggota jemaat lainnya. Sungguh amat disayangkan.

Mari kita terus-menerus memeriksa hidup kita, apakah perilaku kita sudah sesuai dengan iman kita. Iman harus diterjemahkan dalam tindakan. Tanpa tindakan, iman kita hanyalah iman yang mati (Yak. 2:26). Perbuatan hidup adalah bukti dari iman (Yak. 2:18). Tanpa perbuatan baik, iman kita hanyalah sekadar omong kosong yang tidak berarti.

Refleksi diri:

  • Apakah ibadah Anda telah terpancar dalam kehidupan Anda, bukan sekadar seremonial ibadah belaka tanpa ada wujud tindakan nyata?
  • Bila tindakan Anda belum sesuai dengan iman Anda, apakah Anda bersedia untuk bertobat dengan mengubah cara berpikir dan praktik hidup Anda?