Bagikan artikel ini :

Sang Penolong

Kidung Agung 4:1-7

Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya.
- Amsal 31:26

Sang raja memandang si gadis bergaun pengantin di hadapannya. Matanya jernih dan lembut, rambutnya hitam bergelombang, giginya putih cemerlang, bibirnya merah, dan wajahnya merona. Tidak bisa tidak, sang raja sampai
berpuisi menyatakan kekagumannya. Memang semuanya adalah pujian pada hal-hal fisik. Meski Amsal 31:30 mengingatkan kita bahwa keindahan fisik bukan segala-galanya tetapi merupakan hal yang baik untuk menikmati keindahan yang Tuhan telah ciptakan.

Pujian yang agak aneh adalah “leher yang seperti menara Daud”. Apakah berarti leher si gadis jenjang seperti jerapah? Tentu saja tidak. Di dalam dunia kuno, posisi leher menunjukkan karakter seseorang. Leher yang tertekuk melambangkan kehinaan. Orang yang tegar tengkuk (stiff-necked) adalah orang yang keras kepala. Ketika memuji leher si gadis seperti menara Daud, sang raja sedang mengatakan bahwa si gadis sama seperti menara pertahanan yang menyimpan banyak senjata. Ia menggambarkan si gadis sebagai wanita kuat yang menjadi benteng pertahanan dalam keluarga. Kekuatan wanita bukanlah fisiknya, melainkan ketika menanggung penderitaan dalam keheningan.

Inilah mengapa ibu sering menjadi bemper ketika anak-anak dan ayahnya tidak akur. Seringkali ibu memegang peranan sebagai pendamai meski ia sendiri juga stres bukan main menghadapi suami dan anak-anaknya. Tidak heran Tuhan menciptakan wanita sebagai penolong. Bahkan jika kita membandingkan penciptaan Adam dan Hawa, Adam dikatakan “dibentuk” (Kej. 2:8), seolah Tuhan sedang membentuk bejana. Hawa dikatakan “dibangun” (Kej. 2:22), seolah Tuhan sedang membangun menara. Inilah yang seharusnya menjadi sifat istri yang baik.

Sayang di masa kini, apalagi dengan keberadaan paham feminisme, banyak wanita yang makin besar egonya dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seolah-olah wanita kuat adalah wanita yang besar egonya. Ini salah. Wanita kuat adalah wanita yang sabar menghadapi penderitaan, tanpa koar-koar (apalagi sampai update status di media sosial).

Apakah kualitas ini hanya perlu dimiliki wanita? Tentu saja tidak. Ingat bahwa kekuatan terbesar Tuhan kita, Yesus Kristus, bukan ketika Dia melakukan mukjizat-mukjizat besar, melainkan ketika Yesus menanggung derita salib dengan sabar dalam keheningan. Para suami sebagai gambaran Kristus pun perlu belajar memiliki kualitas seperti ini.

Refleksi Diri:

  • Apa kendala Anda untuk menjadi penolong bagi pasangan dan keluarga yang siap menanggung penderitaan seperti Tuhan Yesus Kristus?
  • Jelaskan bagaimana Anda, baik sebagai suami maupun istri, bisa menjadi agen pendamai dalam keluarga.