Bagikan artikel ini :

Sanggup Tidak Sama Dengan Pasti (2)

Daniel 3:1-18
Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”
- Daniel 3:17-18

Dalam renungan kemarin, kita sudah membahas tentang kesanggupan Allah menolong manusia dan kehendak-Nya bagi manusia. Hari ini kita akan membahas pelajaran kedua dari ayat-ayat ini, yaitu iman sejati tidak berlandaskan pada tindakan Allah, tetapi pada sifat atau karakter Allah.

Mari kita bedakan beriman pada Allah karena tindakan-Nya dan beriman karena karakter-Nya. Jika Anda beriman kepada Allah karena tindakan-Nya, itu sama saja dengan seorang anak yang mencintai orangtuanya karena diberi hadiah. Ada hadiah, sayang papa-mama. Tidak ada hadiah, tidak sayang papa-mama. Jelas ini tidak benar. Iman yang benar berlandaskan pada sifat Allah, yaitu kasih, kebenaran, kebaikan, keadilan-Nya, dll. Inilah iman Sadrakh, Mesakh, Abednego. Mereka mengatakan, “tetapi seandainya (Allah) tidak (melepaskan kami), hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” Apa pun keadaannya, baik dilepaskan dari marabahaya maupun tidak, mereka tetap percaya kepada Allah. Mereka tidak akan berpaling kepada allah lain.

Banyak orang datang dan percaya kepada Allah karena sudah mengalami atau menyaksikan tindakan Allah (baca: mukjizat). Memang Allah bisa saja memakai mukjizat untuk membuat seseorang percaya. Akan tetapi, iman yang demikian sangatlah rapuh, jika tidak diperkokoh dengan pemahaman tentang siapa Allah. Seorang yang beriman hanya berlandaskan mukjizat akan hanyut jika ternyata ia tidak lagi mengalami mukjizat dalam kelanjutan hidupnya. Ia akan kehilangan iman ketika tidak lagi melihat perbuatan ajaib Allah.

Ia harus terus mengalami mukjizat. Itu bukan iman yang dikehendaki Allah. Tuhan Yesus menegur Thomas dengan mengatakan, “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, tetapi percaya.” (Yoh. 20:29). Iman sejati berlandaskan pada sifat karakter yang tidak berubah.

Refleksi Diri:

  • Mengapa iman yang hanya berlandaskan mukjizat itu sebenarnya sangat lemah?
  • Mengapa iman terutama harus berlandaskan pada karakter atau sifat Allah, bukan tindakan Allah?