Bagikan artikel ini :

The Great Sabbath

Markus 15:42-47

Lalu kata Yesus kepada mereka: “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat,
- Markus 2:27

The Great Sabbath adalah salah satu nama yang ditetapkan kalender gerejawi untuk hari Sabtu di antara Jumat Agung dan Minggu Paskah. Mengapa demikian? Karena, sebagaimana disebutkan dalam bagian yang kita baca, The Great Sabbath adalah hari dimana Tuhan Yesus berada di kubur adalah hari Sabat (ay. 42). Penguburan-Nya pada hari Sabat seolah menggambarkan bahwa seusai menyelesaikan karya penebusan-Nya, kini Tuhan kita beristirahat, sebagaimana Dia pun beristirahat setelah menyelesaikan karya penciptaan.

Sebetulnya aneh, bukan? Jika Tuhan kita beristirahat di hari terakhir, hari ketujuh, mengapa sekarang Sabat kita diadakan di hari pertama dalam satu pekan, yakni hari Minggu? Mengapa kita tidak seperti orang-orang Israel yang beribadah dan beristirahat di hari Sabtu?

Jawabannya adalah karena kita, orang-orang Kristen, kini beribadah mengikuti hari kebangkitan-Nya, hari dimana Dia menampakkan diri kepada murid-murid-Nya di dalam kemenangan-Nya atas dosa, iblis, dan maut. Bukankah ini hal yang sangat indah? Orang-orang Yahudi di dalam Perjanjian Lama bekerja dahulu selama enam hari, baru sesudah itu mereka beristirahat. Namun, kita sebagai orang-orang Kristen zaman Perjanjian Baru, beristirahat dahulu di hari pertama dan baru sesudah itu bekerja.

Ini menggambarkan bagaimana di dalam Kristus, anugerah terlebih dahulu diterima sebelum kita mengerjakan pekerjaan baik yang telah Dia sediakan bagi kita (Ef. 2:10). Namun, bagaimana kita bisa menerima anugerah secara cuma-cuma? Hanya karena Kristus yang mengatakan, “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga.” (Yoh. 5:17). Ketika berhenti bekerja pada hari Sabat, Yesus dengan ketaatan sempurna-Nya mengerjakan kehendak Bapa-Nya. Ketaatan sempurna itu diimputasikan (diperhitungkan) kepada kita dan itulah pembenaran kita.

Sayangnya, seringkali kita menyia-nyiakan anugerah tersebut, dengan cara yang paling sederhana, yakni menyia-nyiakan hari Sabat. Kita tetap saja menyibukkan diri dan menyibukkan orang lain, entah di dalam pekerjaan kita bahkan pelayanan. Padahal, hari peristirahatan ini adalah anugerah Tuhan, bukan sekadar tanggal yang ditetapkan oleh pemerintah.

Ingat, jika Tuhan kita saja beristirahat sesudah mengakhiri pekerjaan-Nya, bagaimana mungkin kita manusia yang lemah ini bisa memaksakan diri untuk bekerja setiap saat?

Refleksi Diri:

  • Apakah Anda sudah menyisihkan satu hari di dalam seminggu untuk benar-benar beristirahat dan rileks dari segala kesibukan?
  • Apa yang Anda lakukan pada hari tersebut? Apakah itu menunjukkan ketaatan Anda pada kehendak Bapa?