Bagikan artikel ini :

Tidak Semua Dapat Mukjizat

Yesaya 55:1-9

Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN.
- Yesaya 55:8

Sebagai orang Kristen, kita pasti senang mendengar atau menyaksikan kesaksian orang yang mengalami pertolongan Tuhan dalam hidupnya. Misalnya, ada ibu yang kehabisan susu untuk anaknya. Eh, tiba-tiba ada orang mengirim susu ke rumahnya. Ada lagi yang bersaksi tentang pengalamannya selamat dari kecelakaan. Kesaksian-kesaksian itu pasti menguatkan kita yang tidak mengalaminya. Kita takjub akan kebaikan dan pemeliharaan Tuhan atas orang beriman. Mungkin kita juga punya kerinduan mengalami hal yang sama. Ketika ada masalah, Tuhan mengulurkan tangan-Nya menolong kita. Tentu kerinduan semacam itu tidaklah salah.

Persoalannya menjadi berbeda ketika orang yang memberi kesaksian itu mengatakan, “Tuhan itu Mahakuasa. Dia menolong saya. Dia membuat mukjizat bagi saya. Saya yang dulu miskin sekarang jadi kaya. Jika kamu beriman, kamu juga akan alami seperti yang saya alami.” Anda lalu mengaminkan. Anda percaya Tuhan Yesus baik kepada anak-anak-Nya. Jika si A mengalami mukjizat, mengapa saya tidak? Jika si B mengalami kesembuhan dari penyakit yang berat, mengapa saya tidak? Anda beriman tetapi tidak mendapatkan. Lalu Anda bertanya-tanya, “Mengapa Tuhan, saya tidak dapat? Mengapa Tuhan tidak adil?” Tuhan memang Mahakuasa, Mahabaik, dan Mahakasih. Tuhan juga Mahaadil, tak pernah Dia pilih kasih. Namun, tidak dapat diartikan bahwa Tuhan harus memerlakukan setiap orang sama. Jalan pikiran, rencana, maksud Tuhan dalam hidup orang beriman berbeda-beda. Bagi si A, ia disembuhkan. Bagi si B, ia harus menderita lama dan kemudian meninggal dunia. Apakah Tuhan tidak baik atau tidak adil kepada si B? Karena kita tidak tahu pikiran dan rencana Tuhan, kita tidak boleh menjadi hakim atas Tuhan seolah-olah kita lebih berhikmat daripada Dia. Tuhan jauh lebih berhikmat daripada kita (Rm. 11:33).

Pengalaman pribadi yang ajaib bersama Tuhan Yesus tetaplah pengalaman pribadi. Itu sah bagi yang mengalami tetapi menjadi tidak sah jika dijadikan pola bagi orang lain. Keliru menuntut Tuhan memerlakukan setiap orang sama. Kewajiban kita adalah memercayakan diri kepada-Nya dalam segala hal. Percaya bahwa tak ada rancangan-Nya yang buruk dalam hidup orang beriman (Rm. 8:28).

Refleksi diri:

  • Apakah Anda pernah merasa diperlakukan tidak adil oleh Tuhan? Bagaimana sikap Anda waktu itu?
  • Setelah membaca renungan ini, apakah Anda bisa memercayai Tuhan atas rancangan hidup Anda? Mengapa?