Bagikan artikel ini :

Tuhan Tidak Suka Kematian

Mazmur 116

Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya.
- Mazmur 116:15

Ayat ini sangat terkenal, terutama dalam ibadah perkabungan, untuk menegaskan kasih Tuhan kepada almarhum. Mari saya bawa Anda ke ayat lain, “Apakah untungnya kalau darahku tertumpah, kalau aku turun ke dalam lobang kubur? Dapatkah debu bersyukur kepada-Mu dan memberitakan kesetiaan-Mu?” (Mzm. 30:10). Apa yang disampaikan, berkebalikan bukan?

Kalau membaca keseluruhan Mazmur 116 maka kita akan menemukan konteks penulisannya. Dalam ayat 1-8, pemazmur mengungkapkan kesengsaraannya dan bagaimana Allah menolongnya. Oleh sebab itu, ia memuji Tuhan. Ayat 9-19 adalah perayaan atas pertolongan Tuhan, perayaan kehidupan. Ayat 15 adalah penegasan, bahwa Tuhan tidak menghendaki kematian orang yang dikasihi-Nya. Ia pasti menyayangkan kalau orang benar itu binasa. Tentu bukan karena Tuhan takut tidak ada lagi yang memuji-Nya, tetapi karena Tuhan mencintai kehidupan. Bahwa Tuhan bertindak menyelamatkan orang benar dari cengkraman orang jahat pun didasari sifat-Nya yang berpihak pada kebenaran dan kehidupan.

Kita tidak perlu mengagungkan kematian. Kematian bukan satu-satunya jalan menuju kehidupan kekal. Kelak, ketika Tuhan Yesus datang kembali kedua kalinya, orang yang masih hidup pada saat itu tidak akan mati tetapi akan diubahkan menjadi manusia baru. Itu berarti, kematian sesungguhnya bukanlah kehendak Tuhan. Kematian terjadi karena kejatuhan manusia ke dalam dosa. Oleh karena itu, jika kematian itu adalah musuh (bdk. 1Kor 15:26), maka perintah Tuhan kepada kita adalah merawat dan mempertahankan kehidupan. Jangan bersikap “Udahlah, pasrah saja. Mati kan masuk sorga” padahal masih ada jalan untuk tetap hidup. Jangan pula diam ketika kita melihat hak hidup orang diancam atau diganggu. Tidak memakai masker atau lalai menaati protokol kesehatan pada masa pandemi adalah contoh sikap yang tidak menghargai kehidupan. Demikian pula, kebencian dan dendam kepada musuh adalah sikap anti kehidupan yang jelas tidak bisa dibiarkan. Iman yang sejati dan benar adalah iman yang memperjuangkan kehidupan.

Refleksi diri:

  • Bagaimana pandangan Anda mengenai kehidupan selama ini? Apakah Anda mencintai kehidupan sama bergairahnya seperti Tuhan?
  • Apa komitmen yang ingin Anda ambil dalam hal merawat dan menghargai kehidupan?