Bagikan artikel ini :

Tuhan Yesus Tidak Rasis

Markus 7:24-30

Lalu Yesus berkata kepadanya: “Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.”
- Markus 7:27

Dalam kacamata pembaca masa kini, ucapan Tuhan Yesus di atas terdengar rasis. Masakan Dia menyerupakan perempuan Siro-Fenisia itu dengan anjing? Bagaimana penjelasan yang tepat?

Dalam kisah itu, Tuhan Yesus berbicara kepada perempuan Siro-Fenisia, yang adalah bangsa asing. Apa yang disampaikan Tuhan Yesus adalah kebiasaan yang umum dilakukan di dalam budaya pada masa itu di saat melakukan perjamuan makan. Jika meja telah disiapkan dan keluarga telah berkumpul, tidaklah pantas membiarkan anjing peliharaan membawa pergi roti yang disediakan untuk anak tuan rumah. Dengan demikian, ucapan Tuhan Yesus tidak bermaksud menghina wanita itu. Dia hanya memberi ilustrasi tentang apa yang ingin disampaikan-Nya. Yesus mengatakan bahwa pertama-tama kedatangan-Nya ke dalam dunia adalah untuk memberitakan Injil kepada orang Yahudi, setelah itu baru kepada bangsa- bangsa lain (bdk. Gal 3:29).

Alasan lain Tuhan Yesus adalah pada masa itu, banyak “pembuat mukjizat” atau nabi-nabi palsu yang mencari pengikut. Yesus yang sudah dikenal di daerah Galilea dan punya banyak pengikut tidak mau dianggap sebagai “pembuat mukjizat” semacam itu. Itu sebabnya, Yesus menguji iman wanita itu terlebih dahulu. Jangan sampai ia salah kaprah memahami diri-Nya.

Jawaban wanita Sino-Fenisia ternyata mengejutkan. Dengan imannya ia menambahkan pesan pada perumpamaan tersebut: jika anjing mendapat remah-remah di bawah meja, berarti ia makan pada saat yang sama dengan anak-anak makan. Anjing itu tidak perlu menunggu anak-anak selesai makan. Tidak ada interupsi atau gangguan pada jamuan makan tersebut karena anjing hanya makan remah-remah roti. Dengan kata lain, wanita tersebut menyampaikan permohonan agar Tuhan Yesus memberi bagian sedikit dari berkat kepadanya. Wanita itu sadar bahwa ia tidak layak. Oleh karena itu, ia memohon berkat Tuhan atas landasan kasih karunia-Nya. Inilah iman yang sesungguhnya.

Kerendahan hati dan anugerah Allah. Itulah kunci kehidupan yang diperkenan Tuhan. Kita harus menghampiri-Nya dengan kerendahan hati sambil memohon belas kasihan dan anugerah-Nya. Hanya dengan cara itulah kita akan mendapat berkat-Nya.

Refleksi diri:

  • Bagaimana sikap Anda selama ini saat hadir dan memohon sesuatu kepada Tuhan? Adakah kerendahan hati dalam sikap Anda?
  • Apakah Anda sudah menyampaikan kasih karunia Tuhan yang Anda telah terima kepada mereka yang belum percaya?