Bagikan artikel ini :

Upside Down

Zefanya 3:19-20 Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kami, hendaklah ia menjadi pelayanmu, —Markus 10:43 T idak hanya kita, bahkan orang-orang non-Kristen seperti Mahatma Gandhi pun menyukai Khotbah di Bukit, khususnya bagian Delapan Ucapan Bahagia (Mat. 5:3-12). 

Bagian ini mengajarkan moralitas yang benar, yakni bahwa kita harus menjadi lemah lembut, murah hati, dan lain sebagainya. Namun, inilah juga yang patut disayangkan. Ketika membaca Khotbah di Bukit semata-mata sebagai ajaran moral, kita mendapatkan pemikiran yang terbalik. Jika semua orang melakukan ajaran ini, barulah dunia akan menjadi jauh lebih baik. Logika ini seharusnya terbalik. Justru karena T uhan Yesus telah menjanjikan kedatangan kerajaan seperti inilah—Kerajaan Allah dimana mereka yang miskin, haus kebenaran, murah hati, lemah lembut, dan sebagainya adalah yang berbahagia—maka kita harus menjadi orang-orang seperti itu!

 Tidak bermula di dalam Ucapan Bahagia, kerajaan ini sudah dinubuatkan di dalam bagian yang kita baca. Di dalam kerajaan ini, mereka yang ditindas, yang pincang, terpencar, dan yang dipermalukan-lah yang akan menjadi kenamaan dan kepujian. Inilah Kerajaan Allah. 

Kerajaan yang upside-down. Kerajaan dimana T uhan membalikkan segala sesuatu sehingga mereka yang melayani adalah yang paling besar.

 Perlu diingat bahwa keselamatan kita bukanlah tergantung perbuatan kita, seolah-olah kita baru mendapat anugerah untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kalau kita bisa memenuhi Delapan Ucapan Bahagia, bahkan seluruh Khotbah di Bukit, atau malahan seluruh hukum di Alkitab. Sekali lagi, ini adalah logika yang terbalik. Kita yang telah menerima anugerah keselamatan pasti akan masuk ke dalamnya.

 Namun, tetap saja di dunia ini kita diperintahkan untuk menjadi orang-orang yang hidup dengan cara upside-down: rendah hati dan tidak mencari pamer (baca pada renungan-renungan sebelumnya yang membahas ayat 3:11-12), taat dan tidak bersikeras merasa benar sendiri (3:5-8), mengutamakan orang lain di atas diri sendiri (2:12-15), dan meneladani Kristus dan tidak ikut-ikutan dunia (1:7-11), dan lain sebagainya. Ini bukan syarat keselamatan, melainkan sebuah “latihan” sebelum kita sepenuhnya masuk ke dalam kerajaan upside-down tersebut. Sama seperti orang yang berencana tinggal di luar negeri, pasti akan mempelajari budaya negara tersebut, bukan?

 Budaya Kerajaan Allah adalah budaya upside-down. Maukah kita berlatih mulai dari sekarang?

Refleksi Diri:

• Sebagai warga Kerajaan Allah, apa perintah upside-down paling sukar yang pernah Anda jalankan? Mengapa?

• Apa tindakan keseharian yang dapat Anda lakukan untuk menunjukkan bahwa Anda adalah warga Kerajaan Allah yang upside-do