Bagikan artikel ini :

Apa Kerjamu? (What Are You Doing?)

1 Raja-raja 19:9-18

EKSPRESI PRIBADI

Tema kita hari ini adalah “Apa kerjamu?” (What are you doing?). Apa respon Anda bila ditanya demikian? Ke mana arah pertanyaan ini sebenarnya? Hal yang sama ditanyakan kepada nabi Elia. Kondisi Elia sendiri sedang menganggur, bermalam di sebuah gua, waktu firman TUHAN datang kepadanya dua kali, “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” (1 Raj 19:9 & 13). Memang nabi Elia baru saja melakukan pekerjaan besar, mengalahkan nabi-nabi Baal, namun kini nyawanya diancam oleh Izebel, istri raja Ahab (1 Raj 19:2). Alkitab menyaksikan: “Maka takutlah ia, lalu bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya” (ay. 3). Di dalam ketakutan, Elia melarikan diri ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, kemudian ia ingin mati, katanyanya: “Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku!" (ay. 4). Kita mungkin berpikir bahwa Elia bersikap terlalu berlebihan, namun perasaan putus asa itu nyata. Os Guinness, seorang penulis lulusan Oxford University, mengungkapkan bahwa kita biasanya berpikir terlalu realistis sehingga mengorbankan hal-hal yang rohani atau sebaliknya berpikir terlalu rohani sehingga mengorbankan hal-hal yang bersifat realistis. Cara Allah menghadapi nabi Elia merupakan sebuah contoh sikap Allah yang realistis. Dr. Guinness menunjukkan bahwa “Allah menolong depresi Elia ini bukan dengan mengkhotbahinya, melainkan dengan memintanya makan dan tidur” (alkitab.sabda.org). Setelah itu, barulah TUHAN memberitahukan kesalahan Elia dengan lembut.

EKSPLORASI FIRMAN

Nabi Elia pergi menempuh jarak Yizreel – Bersyeba sekitar 150 km, dan masih ditambah lagi sehari perjalanan ke padang gurun (ay. 4a). Ini membuat Elia mengalami kelelahan yang luar biasa. Kecapean ini bisa menyebabkan depresi. Karena itu sekarang TUHAN menangani kelelahan fisik ini melalui pemberian istirahat, makanan dan minuman sampai dua kali (ay. 5-7). Selanjutnya oleh kekuatan dari TUHAN tersebut, Elia berjalan 40 hari 40 malam ke gunung Horeb, gunung TUHAN (ay 8).

  1. TUHAN berkenan menegur dengan lembut (ay. 9-14)
    Di hadapan TUHAN, Elia diminta berdiri dan menyaksikan berturut-turut: angin besar dan kuat, lalu gempa, kemudian api; tetapi tidak ada TUHAN dalam semuanya itu (ay. 11-12). Sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa dan datanglah suara kepadanya yang berbunyi sekali lagi: “Apa kerjamu di sini, hai Elia?” (ay. 13 bdk. ay. 9). Suara TUHAN menjadi satu-satunya suara yang penting dalam kelembutan mengingatkan Elia. TUHAN datang menemui Elia bukan lewat peristiwa dahsyat, melainkan melalui peristiwa biasa. TUHAN pernah dan bisa menyatakan kehadiran-Nya dengan angin ribut, gempa bumi dan api (bdk. Kel 13:22 dan 19:16). Sebaliknya, di sini gejala-gejala itu hanya mendahului berlalunya TUHAN. Bunyi angin lembut itu menyatakan sifat kerohanian-Nya dan melukiskan kemesraan relasi TUHAN dengan nabi-Nya. Demikian pula bila kita ingin mendengar TUHAN berbicara pada hati kita melalui firman-Nya, hal yang perlu kita lakukan adalah belajar untuk berdiam diri, mari kita rajin ber-saat teduh.
  2. TUHAN masih memberi kesempatan (ay. 15-17)
    Firman TUHAN kepada Elia: "Pergilah, kembalilah ke jalanmu” (ay. 15). TUHAN berkenan menyadarkan nabi Elia pada tugasnya kembali. Meskipun Elia telah dipakai TUHAN dengan hebat, ia masih manusia biasa yang bisa berputus asa, dan perlu diingatkan akan kemurahan TUHAN yang tiada henti. Kehadiran Tuhan dan firman-Nya meneguhkan panggilan Elia untuk melanjutkan pelayanan. Pada umumnya kita sadar bahwa hidup ini ada batasnya, tetapi kita tidak mengetahui kapan batas itu. Kita bisa terjebak dalam rutinitas dan lupa akan nilai dan dampak kekekalan. Kita belajar menyadari bahwa saat ini masih ada kesempatan bagi kita untuk hidup dan berjalan bersama TUHAN. Mari kita terus gunakan kesempatan yang masih diberikan-Nya untuk mengenal TUHAN dan melakukan tugas pekerjaan dan pelayanan dengan setia. Mumpung masih sehat dan sempat, kita rajin bekerja dan melayani; sebab bagaimanapun tentu lebih baik melayani daripada dilayani.
  3. TUHAN menjamin hamba-Nya tidak sendiran (ay. 18)
    Dua kali nabi Elia berkeluh kesah: "Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup, dan mereka ingin mencabut nyawaku" (ay. 10 & 14). TUHAN datang kepada Elia pada saat yang tergenting dalam hidupnya, karena putus asa sampai mau mati rasanya; dan TUHAN memberi penghiburan kepada hamba-Nya: “Tetapi Aku akan meninggalkan tujuh ribu orang di Israel, yakni semua orang yang tidak sujud menyembah Baal dan yang mulutnya tidak menciumdia" (ay. 18). “Tujuh Ribu!” adalah jumlah yang sangat besar dibandingkan perasaan seorang diri. Umat TUHAN ada di mana-mana, mulai dari keluarga, kerabat dan sahabat. Dalam pekerjaan dan hidup ini, kita bisa merasa sebagai satu-satunya orang yang paling giat bagi TUHAN. Padahal banyak saudara seiman dalam perjuangan yang sama. Maka ingatlah selalu bahwa kita tidak sedang sendirian dalam melakukan perjuangan tersebut. Itulah cara Tuhan memberikan jaminan bahwa kita tidak akan di tinggalkan sendirian.

Saat ini ketika kita juga merasa putus asa, TUHAN menggugah hati kita dengan pertanyaan, "Apakah kerjamu di sini?" TUHAN mau kita bangkit. Dia rindu agar kita bertemu dengan-Nya dalam firman dan doa. Mari kita sampaikan segala pergumulan kita kepada-Nya. TUHAN akan meneguhkan kita kembali pada panggilan pekerjaan dan pelayanan yang sudah dipercayakan kepada kita. Keputusasaan Elia tidak mengurangi kemurahan TUHAN kepada-Nya. Pemazmur berkata: “Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu” (Mzm. 103:14). -YM

APLIKASI KEHIDUPAN

(PROFIL MURID : KRISTUS, KARAKTER, KOMUNITAS, KELUARGA & KESAKSIAN)

Pendalaman

Bagaimana cara Tuhan meneguhkan pekerjaan yang harus Anda lakukan sebagai panggilan-Nya?

Penerapan

Tantangan terbesar apa yang Anda hadapi dalam melakukan panggilan Allah dan bagaimana Anda mengatasinya?

SALING MENDOAKAN

Akhiri Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain.