Dare to be different
2 Timotius 3:1-5, 10-17
EKSPRESI PRIBADI
Setiap orang pasti ingin stand out sebagai pribadi yang berbeda, termasuk orang Kristen. Penentu kemenangan team, Employee of the month, ataupun menjadi satu-satunya orang yang punya keahlian khusus menjadi impian banyak orang. Uniknya, menjadi berbeda ini seringkali dimengerti dengan dua istilah yang serupa namun tak sama, yakni “spesial” dan “aneh”. Meskipun mirip, kedua istilah ini tentu saja diresponi dengan berbeda oleh setiap kita. Kita tentu akan lebih senang apabila dipuji “You’re special!” daripada “You’re so weird!” Sindiran sebagai orang aneh tentu menjadi hambatan tersendiri bagi setiap anak Tuhan yang seharusnya tampil beda dengan dunia yang semakin bobrok ini. Cercaan seperti sok suci, tidak gaul, ataupun tidak asyik terus diarahkan kepada anak-anak Tuhan yang bertekad untuk menjaga hidupnya sesuai dengan Firman Tuhan. Pertanyaannya adalah sejauh mana orang Kristen harus tampil beda? Bukankah dengan menjadi “aneh” justru hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain?
EKSPLORASI FIRMAN
Dilema untuk stand out sebagai orang Kristen juga dialami sejak zaman Paulus. Berkembangnya pengajaran palsu serta tipu muslihat Iblis mendorong Paulus menasihati Timotius dan orang Kristen lainnya untuk aware terhadap kondisi ini. Tantangan kekristenan akan semakin berat sebab moralitas manusia pun semakin memburuk (3:1). Paulus memaparkan karakter dari orang-orang yang hidup menentang Allah ini. Setidaknya, ada lima karakteristik ungodly people yang Paulus paparkan dalam bagian ini. Empat karakteristik pertama berbicara tentang keegoisan. Fokus dari diri mereka adalah cinta akan uang. Uang seolah menjadi berhala yang hanya dimiliki oleh “saya”. Mereka saling menjatuhkan satu dengan yang lain demi mendapatkan harta tersebut. Dua karakteristik selanjutnya berbicara tentang destructive behavior. Bualan, fitnahan, serta kesombongan menjadi sikap yang tidak membangun dalam sebuah komunitas. Relasi dalam keluarga pun tidak kebal terhadap sikap-sikap seperti ini. Empat sikap negatif selanjutnya juga menjadi ancaman tersendiri bagi relasi antar jemaat Tuhan. Keegoisan manusia terus menghasilkan pikiran dan motif jahat yang lebih luas. Manusia tidak lagi peduli dengan moral, agama, maupun kedamaian. Karakteristik terakhir yang diungkapkan Paulus menggambarkan kondisi manusia yang menempatkan diri mereka sebagai Allah. Dengan kata lain, orang-orang inilah yang menjadi musuh Allah. Mereka tidak lagi mengakui otoritas Allah dalam kehidupan mereka. Celakanya, ayat 5 menjelaskan bahwa sebenarnya mereka terus menjalankan ibadah tetapi menyangkali kuasa dari Allah. Kemunafikan seperti inilah yang juga dikecam Yesus (Mat. 23:1-36).
Kita mungkin berpikir dengan rasa kesal, sedih, ataupun prihatin dengan orang-orang tersebut. Mereka seolah adalah orang yang paling hina dalam dunia ini. Namun permasalahannya adalah bukankah kita juga tidak kebal terhadap godaan iblis seperti itu? Bahkan, seringkali kita tidak sadar akan dosa-dosa yang ada di dalam diri kita. Kita merasa paling benar, kita merasa diri kita adalah anak Tuhan, kita merasa diri kita sudah berbeda dengan dunia namun sebenarnya kita hanyalah orang-orang munafik yang hakikatnya sama dengan dunia ini? Lalu apakah nasihat Paulus kepada Timotius dalam menghadapi hal seperti ini sebagai anak Tuhan?
Fokus nasihat Paulus terhadap Timotius dalam bagian ini adalah untuk tetap berpegang dan hidup sesuai dengan ajaran Firman Tuhan (3:14). Timotius adalah anak rohani Paulus yang telah dimuridkan sejak lama. Ia telah mengikuti pelayanan Paulus dan melihat pola hidup dan pelayanan Paulus sebagai seorang rasul Kristus. Bahkan, Timotius juga turut ambil bagian dalam penganiayaan dan penderitaan dalam pelayanan tersebut. Melalui bagian ini, Paulus sekali lagi meyakinkan Timotius bahwa penganiayaan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan anak Tuhan. Namun hal tersebut jangan sampai menyurutkan iman dan pengajaran Injil yang sudah diajarkan. Injil Kristus adalah satu-satunya pedoman hidup yang benar dan memang jelas berbeda dengan ajaran dunia. Pengalaman rohani yang Timotius sudah alami seharusnya menjadi alasan untuk ia boleh terus setia kepada ajaran Injil. Pepatah bijak mengatakan, “When you want to give up, remember one reason why you stay all this time.” Hal serupa yang ingin Paulus tekankan kepada Timotius dan juga mengingat orang-orang rohani yang telah membimbingnya selama ini. Selain itu, Injil itu sendiri adalah sumber hikmat dan penuntun hidup kita (3:15-16). Seringkali keabsahan sebuah kebenaran di zaman sekarang ditentukan oleh seberapa banyak orang yang menganutnya. Hal ini berakibat ajaran Injil dianggap sebagai sebuah pengajaran yang tidak relevan. Jemaat Efesus pun mengalami hal yang serupa. Mereka tidak lagi bisa memilah mana ajaran yang benar dan ajaran yang palsu. Firman Tuhan jelas mengatakan orang Kristen harus berbeda dan “menggarami” dunia ini (Mat. 5:13-16). Standar kebenaran satu-satunya hanyalah Alkitab itu sendiri. Setiap orang yang tampil beda pasti akan mendapat banyak tekanan dan cercaan. Di saat yang sama, Tuhan sendirilah yang akan memperlengkapi setiap umat-Nya (3:17).
APLIKASI KEHIDUPAN
PENDALAMAN
Apakah tantangan yang sering Anda hadapi ketika ingin stand out sebagai Godly People yang berbeda dengan dunia?
PENERAPAN
Karakteristik buruk manakah yang masih melekat dalam kehidupan Anda? Tindakan konkrit apa yang dapat Anda lakukan untuk mengatasi sisi buruk itu agar transformasi dapat terjadi dalam hidup Anda?
SALING MENDOAKAN
Akhiri Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain