Bagikan artikel ini :

Lawatan kasih Allah (advent 4: love)

EKSPRESI PRIBADI

Saigyo Hoshi, seorang biksu yang hidup pada abad-12 menulis sebuah puisi pendek yang penuh ironi ketika ia mengunjungi sebuah kuil shinto yang megah. Ia menulis: "God’s here? Who can know? Not I. Yet I sigh and tears flow tear on tear." (Tuhan disini? Siapa yang tahu? Aku tidak. Tetapi aku menarik nafas panjang dan air mata mengalir bulir demi bulir.)

Perhatikan bagaimana puisi pendek ini menggambarkan jelas kerinduan Hoshi akan Tuhan yang benar. Ia rindu mengalami Tuhan dan kehadiran Tuhan, tetapi Ia tidak menemukan kepastian. Hoshi dilahirkan dari keluarga bangsawan. Sebagai bangsawan, Ia seharusnya hidup dengan kehormatan dan kemuliaan, tetapi ia lahir pada masa buruk transisi kekuasaan dari jaman kebangsawanan kepada jaman samurai. Hidupnya berantakan. Ia sempat bekerja menjadi pengawal kaisar yang pensiun. Pada usia 22 tahun, ia berhenti dan memilih hidup sebagai biksu. Selama 50 tahun hidup sebagai biksu ia banyak hidup menyendiri dan menulis banyak puisi yang terkenal. Tetapi, ia dikenal sebagai sastrawan yang sangat melankolik. Ia banyak menulis dengan nada kesepian dan kesedihan. Memahami hidupnya, kita jadi lebih mengerti bagaimana pergumulan rohaninya merindukan Tuhan. Bahkan di dalam kuil yang megah, ia tidak menemukan Tuhan. ia menangis. Sharingkan kapan terakhir kali Anda merasakan seakan Tuhan begitu jauh dan tak tergapai?

EKSPLORASI FIRMAN

Dalam Lukas 1:5-7, kita berjumpa dengan pasangan suami istri yang sudah lanjut usia bernama Zakharia dan Elisabet. Keduanya hidup benar di hadapan Tuhan dengan tidak bercacat. Tetapi mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan mereka sudah tua.

Lebih dari apapun, Zakharia dan Elisabet pasti sangat mengharapkan seorang anak dalam kehidupan mereka. Kita bisa menduga bahwa mereka mungkin konsultasi dengan banyak dokter dan mencari tahu segala cara untuk mendapatkan anak. Mereka mencoba bertahun-tahun. Kita bisa membayangkan kehidupan yang ditemani air mata dan malam-malam tanpa terlelap. Sementara teman-teman mereka telah memiliki cucu, mungkin sekali harapan mereka pun semakin pudar. Pada masa itu, pasangan yang tidak memiliki anak seringkali dianggap sebagai hukuman Tuhan atas dosa mereka. Tidak heran jika Zakharia dan Elisabet mungkin merasa malu. Mereka berdoa bertahun-tahun, tetapi Tuhan seakan diam.

Merasakan Allah yang diam bukanlah pengalaman eksklusif buat Zakharia dan Elisabet. Bangsa Israel sendiri sudah tidak mendengar suara Tuhan melalui nabi-nabi selama 400 tahun. Selama itu mereka berada di bawah jajahan bangsa lain. Tidak ada juruselamat. Tidak lagi memiliki bait Allah yang megah. Hari itu mereka di bawah kendali kerajaan Romawi. Semua bangsa Israel sendiri sudah patah arang dan menerima keadaan mereka. Mereka hidup seadanya. Tidak lagi banyak memikirkan tentang Tuhan di tengah banyak pergumulan dan kesulitan yang mereka hadapi setiap hari. Tuhan seakan diam.

Tetapi, di tengah bangsa yang melupakan Tuhan, Zakharia dan Elisabet tetap menaruh percaya mereka kepada Tuhan Allah yang hidup sekalipun situasinya tidak ideal. Lukas menjelaskan bahwa mereka hidup benar di hadapan Tuhan tanpa cela. Mereka hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan. Sebagai imam, Zakharia melakukan tugas keimamannya dengan setia. Sekalipun apa yang mereka harapkan tidak mereka dapatkan, mereka tetap setia. Mereka jelas bukan saja mendengar dan percaya firman Tuhan, mereka menghidupi percayanya. Mereka tidak hidup dikuasai oleh harapan dan impian pribadi mereka. Mereka hidup bersandar pada janji Tuhan.

Apa yang Tuhan kerjakan kemudian adalah sebuah paket penggenapan janji-Nya. Tuhan memberi seorang anak kepada Zakharia dan mempersiapkan seorang pelayan Tuhan yang akan membuka jalan bagi Juruselamat dunia.Elisabet mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki seperti yang Tuhan janjikan. Anak ini kelak dewasa akan dikenal sebagai Yohanes Pembaptis.

Dalam Lukas 1:68-79 Zakharia yang penuh dengan Roh Kudus menyanyikan pujian. Ia memuji Tuhan yang telah melawat dan memberi kelepasan (ay. 68). Ia bersyukur untuk janji yang telah Tuhan genapi sebagaimana Ia katakan (ay. 69-75). Sampai akhirnya, Zakharia menubuatkan bagaimana Yohanes akan menjadi pembuka jalan bagi Tuhan, Mesias, Juruselamat, yang akan membawa terang untuk menghalau kegelapan dan membawa damai sejahtera (ay. 76-79).

Zakharia mengajarkan kepada kita untuk senantiasa percaya akan janji Tuhan. Pada advent keempat ini, kita diingatkan bahwa kasih Tuhan tidak pernah gagal. Janji-Nya tidak berubah. Pada waktu terbaiknya, Tuhan akan menggenapkan janji-Nya. Kita hanya perlu terus percaya dan tekun bersukacita dalam Tuhan. Sekalipun dalam penantian akan karya Tuhan, kita akan tetap bersinar terang untuk menjadi kesaksian bagi banyak orang. Natal adalah bukti bahwa kasih Tuhan tidak pernah gagal. Inilah berita natal yang penting untuk kita beritakan. [WOW]

APLIKASI KEHIDUPAN

(PROFIL MURID : KRISTUS, KARAKTER, KOMUNITAS, KELUARGA & KESAKSIAN)

Pendalaman

Apakah ada pergumulan pada masa menjelang natal yang membuat Anda gagal merasakan kasih Tuhan? Sharingkan pergumulan yang mungkin menjadi penghambat bagi Anda untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan pada natal kali ini!

Penerapan

Dalam minggu ini, biarlah kita mempraktikkan kehadiran Tuhan (natal) dalam apapun yang kita lakukan dengan cara mengucap syukur atas hal-hal kecil dalam kehidupan. Dalam apapun yang kita lakukan, biarlah kita seringkali berkata, “Terima kasih, Tuhan!”

SALING MENDOAKAN

Akhiri Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain.