Bagikan artikel ini :

The teachable heart

Amsal 1:1-7

EKSPRESI PRIBADI

Kata "hati" dalam bahasa Indonesia sangat kaya bila dirangkai: rendah hati, panas hati, besar hati, tawar hati, murah hati, patah hati, satu hati, buah hati... (dan terus dapat berlanjut daftarnya) sampai ada arahan "jagalah hatimu" supaya kita bertindak "hati-hati." Perikop Amsal 1:1-7 ini merupakan pengantar bagi seluruh kitab Amsal. Penulis intinya ialah Salomo, "Amsal dari Salomo" (ay. 1). Salomo koleksi dan meredaksi banyak Amsal selain miliknya sendiri, karena kitab Pengkhotbah 12:9 menyatakan, "Selain Pengkhotbah berhikmat, ia juga mengajarkan kepada umat itu pengetahuan. Ia menimbang dan menguji banyak Amsal." Pada waktu Salomo diangkat menjadi raja, ia berdoa, "Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham" (1 Raj. 3:9). Kata "faham" (discerning) disini berasal dari akar kata mendengar (hearing), yakni mendengarkan dengan penuh perhatian supaya bisa memberi putusan yang tepat dan bijak. Tema kita hari ini adalah "Teachable Heart" yang bisa berarti hati yang siap dan rela untuk diajar.

EKSPLORASI FIRMAN

  1. Kita rindu mendengar hikmat

    Serangkaian tujuan Amsal disampaikan di pengantar kitab ini. Mulai dari ayat 2-3, yang dapat diterapkan kepada seorang anak atau murid: "1:2 untuk mengetahui hikmat dan didikan, untuk mengerti kata-kata yang bermakna, 1:3 untuk menerima didikan yang menjadikan pandai, serta kebenaran, keadilan dan kejujuran."Dua nilai hidup yang pokok di sini adalah "hikmat dan didikan" menjadi kunci dari tujuan kitab Amsal (ay. 2-6) sekaligus merangkai seluruh pendahuluan (ay. 2-7). Istilah "hikmat" sendiri tidak kurang dari 40x dalam kitab Amsal. Hikmat menunjuk pada ketrampilan dalam hidup – mengikuti desain Tuhan dan karenanya menghindari jebakan moral, agar hidup dan berkarya menurut tatanan alam semesta hingga menghindari kesalahan bahkan kegagalan. Kita diharapkan suka dan rindu mendengar "hikmat," tidak sekadar informasi, apalagi berita hoax, dan yang perlu dikembangkan adalah kemampuan pemahaman sesuai konteksnya, yakni pada waktu dan cara yang tepat, agar tidak terjadi salah faham. Maka hikmat di sini dipadukan dengan "didikan" (atau disiplin) yang merujuk pada proses belajar dari pengalaman, termasuk teguran dan latihan agar kita makin terampil dalam hidup sehari-hari.
     
  2. Kita mau hidup dalam kepekaan

    Tujuan Amsal selanjutnya: "1:4 untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda—" juga dapat diterapkan kepada orang tua atau guru. Frasa penting "orang yang tak berpengalaman" muncul 14x dalam kitab Amsal. Mereka bisa menjadi tua tetapi sering tidak belajar dari pengalaman. Itu sebabnya mereka butuh diberi "kecerdasan" yang bermakna memiliki penilaian yang baik atau peka. "Hati" bisa berarti sifat (tabiat) batin manusia, yakni tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian. Hati yang rela diajar ("the teachable heart") perlu mengembangkan sifat peka, suka memperhatikan dan peduli. Amsal sendiri artinya perumpamaan (Kamus Indonesia) dengan ciri-cirinya adalah singkat, padat, mudah diingat, berpijak pada pengalaman, kebenaran universal, tujuan praktis, dilukiskan sebagai gambaran puitis, berirama dan mengena. Ajaran yang disajikan dengan cara memperlihatkan kontrasnya. Amsal menggabungkan pengalaman konkret dengan penerapan umum yang berlaku di setiap waktu dan keadaan. Inti Kitab Amsal adalah ajaran tentang prinsip moral dan prinsip kita, hingga kita memiliki kepekaan yang kuat.
     
  3. Kita bersikap hormat kepada TUHAN

    Orang bijak didorong terus untuk mencari dan mengembangkan hikmat, "1:5 baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan-- 1:6 untuk mengerti amsal dan ibarat, perkataan dan teka-teki orang bijak." Hikmat ini berdasarkan sikap "1:7 Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan. takut akan TUHAN." Frasa "takut akan TUHAN" ini dipakai sebanyak 14x dalam kitab Amsal. Ungkapan rasa kagum dan hormat yang penuh kasih adalah fondasi, isi dan konklusi hikmat. Bersandar pada Tuhan dalam segala keadaan dan berserah dengan rendah hati pada kehendak-Nya. Kualitas pikiran adalah: "bijak dan disiplin" maka kualitas hidup menjadi: "benar, adil, jujur." Kita tidak mau menjadi orang bodoh karena tidak mau mendengarkan TUHAN, Sang Sumber hikmat. Sungguh penting bagi kita untuk memiliki hikmat sejati dan ilahi yang hanya berasal dari Allah sendiri sehingga kita bisa mengenal Dia dan hikmat-Nya serta mengaplikasikan hikmat-Nya dalam kehidupan kita.


Mengetahui bahwa TUHAN adalah sumber hikmat, kita harus dengan rendah hati mencari Allah dan Firman-Nya terlebih dahulu. "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu..." (2Tim. 3:15). Tuhan kita Yesus Kristus adalah "kekuatan Allah dan hikmat Allah… (1 Kor. 1:24). Roh Kudus adalah "Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar" (Ef. 1:17). Hati yang rela diajar adalah hati yang berhikmat, peka dan bersandar pada TUHAN dalam segala keadaan. Hati yang terbuka demikian bisa dikenali sebagai hati yang berhikmat, berangkat dari hati murni, hati damai, hati ramah, hati penurut, hati penuh belas kasihan, hingga hati yang tidak munafik (bdk. Yak 3:17). Marilah kita siapkan hati kita untuk senantiasa siap dan rela diajar dengan dan oleh hikmat TUHAN. [YM]

APLIKASI KEHIDUPAN

(PROFIL MURID : KRISTUS, KARAKTER, KOMUNITAS, KELUARGA & KESAKSIAN)

Pendalaman

Apa perbedaan antara hikmat, kepandaian dengan pengetahuan? Jelaskan menurut yang Anda pahami !

Penerapan

Bagaimana membentuk hati yang dapat diajar? Langkah konkrit apa yang dapat Anda lakukan?

SALING MENDOAKAN

Akhiri Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain.