The Truth to be Daring (Kebenaran yang Mendatangkan Keberanian)
Kisah Para Rasul 17:16-34
BAHAN CARE GROUP
Sejarah abad pertengahan mencatat bahwa gereja terjebak praktik ”indulgensi” (menghapus dosa dengan uang). Hal tersebut diprotes keras oleh Martin Luther sebab bertentangan dengan pengajaran kitab suci (Alkitab). Luther menolak praktik ini dalam khotbahnya sebelum tahun 1517, namun ketika penjual surat pengampunan dosa Johann Tetzel (1465-1519) tiba di wilayahnya pada tahun 1516, Luther menyusun 95 Tesisnya. Pada tanggal 31 Oktober 1517, menurut catatan sejarah Abad Pertengahan, Martin Luther menempelkan 95 Tesisnya di pintu Gereja Kastil di Wittenberg. Dengan menyerang pemahaman mengenai pertobatan, Luther secara implisit menyerang inti Gereja Katolik Roma dan seluruh struktur keuangannya. Oleh karena Luther secara langsung menyerang otoritas paus, maka dia akhirnya di ekskomunikasi. Pada Diet Worms tahun 1521, dia diminta untuk meratapi kesalahannya dan diberi kesempatan untuk menarik perkataannya yang dianggap sebagai sesat. Namun, justru dalam pidato Luther di Diet Worms, atau yang dikenal sebagai pidato "Here I Stand", Luther dengan berani dan tegas menjelaskan posisinya dan tetap bertahan pada pendiriannya. Ini adalah salah satu contoh nyata dari ”kebenaran yang mendatangkan keberanian” (the truth to be daring), dimana Martin Luther dengan segala konsekuensinya berani bersikap karena dia berdiri atas kebenaran. [https://nationalgeographic.grid.id/read/133924069/sejarah-abad-pertengahan-ketika-gereja-menghapus-dosa-dengan-uang?page=all]
Demikian pula hal yang terjadi pada Rasul Paulus yang tercatat dalam Kisah Para Rasul 17:16-34, dimana kita bisa belajar mengenai bagaimana sikap seorang rasul yang berani karena benar tatkala dia berada ditengah komunitas tidak percaya di kota Atena.
EKSPLORASI FIRMAN
Bagaimana sikap seorang Paulus yang berani karena benar tatkala berada di tengah komunitas tidak percaya di kota Atena?
- Paulus ”dare to see” – membuatnya menjadi “sangat sedih hatinya”
Kis 17:16 berkata, ”Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala.”
Seperti apa kota Atena itu? Atena adalah kota sebagai pusat kebudayaan, filsafat, dan pendidikan di Yunani. Di sana ada banyak orang pintar dan terpelajar yang selalu siap untuk mendengarkan hal-hal yang baru. Namun demikian, hatinya gelap dan buta karena dikuasai dosa dan dibelenggu oleh si Jahat. Paulus menjadi sangat sedih hatinya melihat keadaan ini. Kata ”sangat sedih hatinya” dalam bahasa Yunani mengunakan kata ”paroxysm” yang artinya ”sebuah emosi kemarahan yang kuat yang datang tiba-tiba.” Dalam hal ini memang Paulus dipenuhi oleh ”mixed-feeling,” yaitu antara kemarahan bercampur kesedihan. Menjadi marah karena orang-orang ini telah terjebak oleh kebudayaan kafir mereka dan menjadi sedih karena orang-orang ini telah terhalang mata hatinya untuk melihat dan mengenal siapa Allah Sang Khalik Pencipta langit dan bumi.
- Paulus ”dare to act” – membuatnya berani ”bertukar pikiran dan berbicara”
Kis 17:17, 22 berkata, ”Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran...dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ. Juga beberapa filsuf dari golongan Epikuros dan dari golongan Stoa berdebat dengan dia...Paulus berdiri di hadapan sidang Areopagus dan berkata...”
Siapakah itu golongan Epikuros dan golongan Stoa? Mereka adalah para filsuf yang terkemuka dan terpandang di tengah masyarakat Yunani. Golongan Epikuros adalah golongan filsuf yang menyakini bahwa tujuan utama hidup adalah untuk mencari kebahagiaan atau kesenangan. Sementara, golongan Stoa adalah golongan filsuf yang lebih mengutamakan logika daripada perasaan dan berusaha hidup dalam keselarasan antara alam dan nalar dengan pola hidup yang disiplin menekan keinginan hati mereka dalam hal mengejar kesenangan hidup. Konteks Paulus berada di tengah mereka saat itu adalah karena diundang untuk berbicara dan bertukar pikiran di suatu tempat diskusi mereka yang bernama aula sidang Areopagus. Disinilah Paulus berani dan siap berbicara, bahkan berdebat dengan mereka secara intelektual dan logis akan siapa Allah yang sejati. Berbekal latar belakang pendidikannya dibawah asuhan cendikiawan terbaik masa itu yang bernama Gamaliel, Paulus dengan lugas pula menyampaikan pemikirannya tentang Injil dengan rasional dimulai dari pendekatan apa yang berada di tengah mereka, yaitu kuil-kuil yang dibangun untuk menyembah ”kepada Allah yang tidak dikenal” (Kis 17:23). - Paulus ”dare to ignore” – membuatnya tanpa ragu ”meninggalkan mereka”
Kis 17:32-33 berkata, ”Ketika mereka mendengar tentang kebangkitan orang mati, ada yang mengejek, dan yang lain berkata..Lalu Paulus meninggalkan mereka. Namun, beberapa orang menggabungkan diri dengan dia dan menjadi percaya.”
Dalam setiap pemberitaan Injil Kebenaran akan selalu ada dua respons, yaitu menerima dan menolak. Paulus siap dengan dua kemungkinan ini. Dia tidak akan patah arang pada yang menolak dan mengejeknya. Dia akan tetap melaju dan menyerahkan hasilnya kepada Tuhan! Segala sesuatu ada waktunya, dan indah pada saatnya. Terkadang berani bersikap ”ignore” atau tidak peduli pada ejekan orang yang menolak adalah suatu pilihan bijak, bahkan Paulus pun tahu kapan perlu berhenti bicara dan kapan saatnya dia tidak ragu-ragu meninggalkan mereka (Kis 17:33). Namun, tentu saja pemberitaannya tidak akan pernah sia-sia. Tercatat ada beberapa orang menerima dan menjadi percaya, ”diantaranya juga Dionisius, anggota majelis Areopagus dan seorang perempuan bernama Damaris, serta orang-orang lain bersama mereka” (Kis 17:34). [CK]
APLIKASI KEHIDUPAN
Pendalaman
Apa dasar yang membuat Paulus berani memberitakan Injil?
Penerapan
Diskusikan apakah yang seringkali menghalangi Anda memiliki siap berani untuk melihat (dare to see) dan berani untuk bertindak (dare to act) dalam memberitakan kebenaran Injil-Nya?
SALING MENDOAKAN
Akhirilah Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain.