Bagikan artikel ini :

Bangun Untuk Membangun

Sebuah Refleksi terhadap Ulangan 6:4-9

Musa berbicara untuk mempersiapkan bangsa Israel masuk ke tanah perjanjian – tanah Kanaan, yang sudah dijanjikan sejak zaman nenek moyang mereka. Nadanya tegas, karena pada waktu mereka masuk tanah perjanjian bukan berarti habis perkara, justru mereka akan memasuki tahap pergumulan yang jauh lebih berat. Padang gurun yang mereka jalani selama 40 tahun (yang menurut pemandangan kita sudah berat) ternyata hanya merupakan masa persiapan untuk tinggal di tanah perjanjian. Padang gurun hanya menjadi masa penggemblengan bangsa ini supaya mereka setia dan bergantung kepada Tuhan (Ul. 8:2-3). Apa yang mereka akan hadapi di Kanaan?

KOMITMEN TOTAL

Pertama, “suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya” (ay. 3; bandingkan dengan Ul. 8:7-10). Suatu negeri yang kaya. Mereka akan hidup makmur/sejahtera. Lalu Musa mengingatkan, “berhati-hatilah supaya jangan engkau melupakan Tuhan” (Ul. 6:12; 8:11,14,18,19).

Bukankah ini kecenderungan manusia, “lupa!” Seorang pengkhotbah pernah mengatakan, “Apa hal yang paling banyak diajarkan Tuhan Yesus?” Pertama, tentang kerajaan Allah; dan kedua, tentang uang/harta. Mengapa uang/harta, karena bisa mengalihkan perhatian kita dari Tuhan. Harta banyak bisa menjadi berkat bagi kita hingga mendatangkan syukur, sebaliknya, harta bisa mendatangkan kutuk karena menjauhkan kita dari sumber berkat yaitu Tuhan. Bukankah Tuhan Yesus juga pernah mengingatkan, “Karena di mana hartamu berada di situ juga hatimu berada” (Mat. 6:21). Kemakmuran bisa membawa kita lupa Tuhan.

Kedua, “TUHAN itu Allah kita. TUHAN itu esa” (ay. 4). Ke-esa-an Allah sangat ditekankan karena bangsa ini akan berhadapan dengan penghuni tanah perjanjian yang adalah penyembah berhala – banyak berhala. Musa mengingatkan, “Jangan beribadah kepada allah lain.” Takut hanya kepada TUHAN, Allah yang mengeluarkan engkau dari tempat perbudakan Mesir (terjemahan Indonesia, “TUHAN” dari kata Ibrani, “Yahweh”). Hanya Dia satu-satunya Allah.

Hal ini juga menjadi pergumulan manusia dari zaman ke zaman. Di zaman sekarang kebanyakan orang sudah tidak lagi menyembah patung sebagai berhalanya, namun Martin Luther mengatakan, “Segala sesuatu yang kita lekatkan dalam hati kita dan itu yang menjadi pengejaran kita setiap waktu dalam hidup kita, itulah berhala kita.”

Jadi, yang mereka hadapi adalah “kemakmuran” dan “allah lain,” yang bisa membawa mereka “lupa” Tuhan dan “menyembah kepada allah lain”. Musa mengingatkan, jangan lupa Tuhan dan jangan berpaling kepada allah-allah lain.

MEMBANGUN GENERASI

Panggilan Tuhan bagi bagi bangsa Israel oleh Musa dan panggilan Tuhan bagi kita sebagai umat kepunyaan-Nya adalah mengabdi hanya kepada-Nya. Itu sebabnya, ada dua sikap yang dituntut di sini supaya tidak lupa dan tidak berpaling.

Pertama, Kasihilah : Dimulai dari Dirimu. “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” (ay. 5). Artinya begini, mengasihi Tuhan, pertama-tama, “harus melibatkan setiap aspek hidup”: hati, jiwa, kekuatan; dan kedua, “setiap aspek itu haruslah sepenuhnya diberikan kepada-Nya”: ada kata segenap.

Mengasihi Tuhan bukanlah tentang memberikan sesuatu kepada Tuhan, melainkan memberi diri kita sendiri, dalam sebuah komitmen total untuk mengasihinya tanpa terbagi sedikit pun untuk yang lain. Kita tidak bisa hanya memberi 1/10 atau sebaliknya hanya 9/10. Pilihanya hanya memberikan semuanya kepadanya atau tidak sama sekali. Kasih kita kepada Tuhan merupakan kasih sejati hanya ketika Dia adalah segala-galanya bagi kita. Catatan dari Kolose 1, Tuhan mesti menjadi yang utama dan menjadi segalanya dalam hidup kita. Dia harus bertakhta atas hidup kita. Dia harus ditinggikan dalam semua segi hidup kita.

Kedua, Didiklah : Juga kepada Keturunanmu! “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu” Ay. 6-9).

Orang-orang Yahudi yang saleh menghafal dan melafalkan shema dua kali sehari yaitu di awal dan akhir hari, saat matahari terbit dan matahari terbenam. Mereka juga mengenakan tanda pada tubuh dan pakaian untuk mengingatkan mereka akan shema serta mengajarkan kepada anak-anak mereka. Shema adalah doa pertama yang harus dikuasai anak-anak Yahudi (bdk. ay. 3, 12-15).

Maka perlu bagi kita untuk serius, mungkin kita perlu melafalkan, menghafalkan (dan mengerti) di waktu-waktu tertentu di sepanjang waktu kita dan mengenakan tanda-tanda pengingat ... untuk mengingatkan secara terus-menerus bahwa apa pun, kapan pun, dan di mana pun kita hidup dan beraktifitas adalah untuk dibentuk dan ditujukan untuk mengasihi Tuhan dan mengajarkan kepada keturunan kita.

BANGUN UNTUK MEMBANGUN

Konsep tentang “kebangunan” mengandung gagasan merangsang diri atau dirangsang untuk mengambil tindakan; dari keadaan pasif untuk memegang inisiatif. Panggilan untuk bertindakan ini biasanya disertai dengan urgensi dan intensitas, mengambil tindakan yang agresif. Konsep “membangun” merupakan perlawan terhadap pembusukkan. Akibat dosa membuat manusia tertidur secara moral dan spiritual. Orang-orang percaya dinasihati untuk bangun dari tidur semacam ini dan waspada, mengingat larutnya jam eskatologis (Rm. 13:11-14; 1 Tes. 4:6), ambil peranan untuk melawan pembusukan moral dan spiritual. Mari bangun untuk membangun, pribadi, keluarga, lingkungan dekat, bahkan dalam masyarakat yang lebih luas.(Ar2)