Bagikan artikel ini :

Bekal Hidup

Sepotong kalimat berbunyi, “Bagi setiap perjalanan, sebaik-baik bekal adalah takwa” (jagokata.com). Kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan kata bekal sebagai sesuatu yang disediakan untuk digunakan dalam perjalanan, dan kata takwa sebagai kesalehan hidup, taat melakukan perintah Tuhan (kbbi.web.id).

Hidup ini seringkali diandaikan seperti perjalanan. Menjalani hidup sama seperti menempuh perjalanan. Butuh persiapan untuk menjadi bekal, supaya kita sukses sampai kepada tujuan. Bagaimana kita mempersiapkan bekal untuk perjalanan hidup kita? Apa yang perlu kita persiapkan?

Berdasarkan potongan kalimat di atas, persiapan utama yang harus kita lakukan adalah persiapan rohani. Karena setiap keputusan harusnya dikaitkan dengan Tuhan, sebab Dia adalah penguasa hidup kita dan objek penyembahan kita. Hidup kita adalah milik-Nya, itu sebabnya Dialah penentu tujuan akhir hidup kita. Segala sesuatu yang kita lakukan tujuannya untuk melayani-Nya. Dialah hidup kita.

Dari mana kita harus memulai persiapannya? Pertama, mari bertanya; dan kedua, mari membaca untuk belajar.

Bertanya: Buku Manual

Menurut Anda apa itu Alkitab? Tentu kita sepakat mengatakan bahwa Alkitab adalah Firman Allah. Seberapa penting Alkitab seharusnya bagi kita?

Pendeta Yohan Candawasa dalam bukunya “Menapaki Hari Bersama Allah” bercerita. Pada perang dunia ke-2 sebuah tank Nazi Jerman mengalami kerusakan. Para serdadunya mencari seseorang di sekeliling daerah itu yang dapat membetulkannya. Mereka menemukan seorang mekanik berkebangsaan Inggris. Ia memang mengerti mesin tetapi seumur hidupnya belum pernah memperbaiki tank. Di bawah paksaan todongan senjata maka daripada mati ia berusaha keras untuk memperbaiki tank mogok itu.

Hal pertama yang dilakukannya adalah meminta buku manual pengoperasian kendaraan pembunuh itu. Ditelitinya gambar skema mesin, dan dibacanya keterangan rinci yang ada didalamnya. Setelah cukup mengerti ia mulai melakukan perbaikan, dan ia berhasil. Sebuah kesadaran yang mengubah total hidup mekanik ini terjadi saat ia mempelajari buku manual pengoperasian tank tersebut. Ia berpikir, “Jika sebuah mesin saja perlu ada buku manual pengoperasian untuk mengertinya, apalagi aku seorang manusia yang rumit, apa ada buku manual pengoperasiannya?” Pertanyaan ini kemudian mengarahkannya pada pencarian, dan berakhir ketika ia menemukan Alkitab, firman dari Allah pencipta manusia.

Jika mekanik ini menyebut Alkitab sebagai buku manual pengoperasian manusia, Rasul Paulus merincinya, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Tim. 3:16). Jika hidup kita diumpamakan sebuah perjalanan maka firman Allah menunjukkan jalan itu kepada kita, kemudian menunjukkan jika kita salah jalan, serta memperbaiki kita kembali ke jalan seharusnya, dan akhirnya menolong kita untuk terus berjalan di jalan itu. Betapa tepat Daud menyebut firman Allah dengan nada puitis, “Pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mzm. 119:105).

Belajar: Membaca dengan Lidah

Betapa penting dan mendesaknya bagi kita mempelajari Alkitab. Membaca, merenungkan, dan melakukannya di dalam kehidupan sehari lepas sehari. Allah Roh Kudus akan menolong kita. Tuhan Yesus mengatakan, “… tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu” (Yoh. 14:16).

Pendeta Timotius Adi Tan dalam bukunya “Butiran Mutiara Kasih” bercerita. Penginjil Robert L. Summer menceritakan kisah tenang seorang pria di Kansas City Amerika Serikat, yang terluka parah karena suatu ledakan. Wajahnya rusak, ia menjadi buta dan ia kehilangan kedua tangannya. la seorang Kristen baru dan salah satu kekecewaannya yang terdalam adalah, bahwa karena kecelakaan itu ia tidak dapat membaca Alkitab.

Suatu saat ia mendengar tentang seorang wanita di Inggris yang mampu membaca huruf braille dengan bibirnya. Berharap dapat melakukan hal yang sama, ia meminta kiriman beberapa buku tentang Alkitab dalam kuruf braille. Namun ia harus menerima kenyataan bahwa saraf pada bibirnya telah menjadi rusak karena ledakan itu. Suatu hari, waktu ia hendak mencoba membaca lagi dengan bibirnya, lidahnya menyentuh huruf-huruf yang menonjol, dan ia dapat merasakannya. Segera saja ia berpikir, “Aku dapat membaca Alkitab dengan lidahku!”

Pada waktu Robert L. Summer menulis bukunya, orang tadi telah empat kali membaca seluruh isi Alkitab. Alkitab adalah pemberian Allah yang terbaik yang pernah diberikan kepada manusia.   –   AR2