Bagikan artikel ini :

Berkarya melalui kekayaan

Tuhan memberikan berkat yang berbeda-beda kepada setiap orang percaya. Ada yang diberikan banyak talenta tetapi kurang dalam bidang keuangan. Ada yang diberkati dengan keluarga yang sangat rukun namun memiliki pergumulan dalam hal kesehatan. Sebagian orang memiliki keuangan yang kuat tetapi keluarganya kurang harmonis. Sebagian lagi memiliki banyak hal sekaligus, keuangan yang kuat, keluarga yang harmonis dan sebagainya.

Apapun dan seberapa banyaknya pun berkat yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang percaya, dia tidak boleh iri hati terhadap berkat yang diberikan Tuhan kepada orang lain. Sebaliknya, setiap orang harus bersyukur untuk setiap berkat yang diterimanya dan sebanyak mungkin membagikan berkat itu untuk orang lain, terutama bagi saudara-saudara seiman (Gal. 6:10).

Seseorang yang kaya (diberkati secara keuangan) tidak berarti bahwa dia harus kaya dalam hal materi secara absolut sebagaimana biasanya diukur melalui besarnya rumah, jenis mobil dan gaya hidup tertentu. Diberkati dalam hal keuangan juga memiliki makna relatif, yakni orang itu memiliki kondisi keuangan yang lebih baik dibandingkan sebagian orang lainnya, setidaknya untuk jangka waktu tertentu. Apapun tingkat berkat keuangan yang kita terima, hampir selalu ada orang lain yang memiliki kondisi keuangan yang lebih buruk. Kalau begitu, apakah yang bisa kita lakukan bagi mereka yang lebih kurang baik keuangannya? Firman Tuhan mengingatkan agar kita suka berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi (1 Tim. 6:17).

Nah, berikut ini adalah beberapa pendekatan untuk berbuat baik dengan kelebihan uang kita.

Pertama, kita dapat membantu mereka yang berkekurangan dengan cara memberi.

Inilah yang dilakukan oleh orang percaya di Makedonia ketika mereka mengetahui bahwa jemaat di Yerusalem membutuhkan bantuan keuangan. Mereka bergegas mengumpulkan bantuan. Apa yang dilakukan oleh orang percaya di Makedonia sangat luar biasa sebab mereka sendiri sangat miskin dan sedang mengalami berbagai penderitaan, namun mereka penuh sukacita dan kemurahan untuk memberi.

Sekalipun tampak sederhana, memberi dengan sukarela dan sukacita tidaklah mudah. Memberi berarti menyatakan bahwa orang mendapat bagian yang 'tidak fair', yakni mendapat sesuatu tanpa bekerja. Terlebih lagi jika orang yang memberi memikirkan kebutuhan mereka sendiri untuk hidup atau hidup nyaman. Dunia sekeliling kita juga memberi tekanan untuk kurang memberi karena begitu berlimpahnya tawaran untuk memuaskan hati kita dengan 'kebutuhan' yang baru (misalnya, kebutuhan untuk memiliki gadget yang makin canggih sekalipun spesifikasinya jauh melampaui kebutuhan sehari-hari pemakainya).

Persoalan selanjutnya adalah mengetahui pihak yang akan menerima pemberian dan bagaimana cara pemberian itu sampai kepada tujuannya. Sebagai penatalayan sumber daya yang Allah percayakan kepada kita, tentu kita ingin pemberian tersebut tidak diterima oleh pihak yang tidak tepat, kurang jujur atau kurang transparan sehingga sumber daya keuangan tersebut dihamburkan sia-sia.

Kedua, kita dapat membantu mereka yang berkekurangan dengan jalan mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli produk atau jasa orang tersebut.

Sebagian orang memilih untuk selalu mengeluarkan uang se-efisien mungkin, yang berarti mencari barang atau jasa semurah mungkin dari berbagai pilihan yang ada. Tentunya ini sangat rasional kalau dilihat dari sisi efisiensi ekonomi namun belum tentu ini akan membawa kebaikan bagi mereka yang sedang berkekurangan. Karena keterbatasan modal dan pengetahuan, bisa jadi mereka betul-betul tidak mampu bersaing di pasar bebas. Keserakahan dan upaya merebut pasar seluas mungkin oleh penyandang dana besar dan keterbatasan negara untuk mengatur segala sesuatu dapat semakin menyulitkan hidup mereka yang memang ada dalam segala keterbatasan. Membeli dengan harga lebih mahal diiringi dengan pengajaran kepada orang yang berkekurangan untuk memanfaaatkan pendapatan mereka se-produktif dan se-efisien mungkin, bisa menolong memperbaiki kehidupan mereka.

Ketiga, kita dapat membantu orang yang berkekurangan dengan cara membantu orang tersebut mengembangkan suatu usaha melalui bantuan permodalan.

Hal ini tentu membutuhkan pemahaman yang lebih luas akan dunia usaha dan struktur pendanaan yang dibutuhkan entah dalam bentuk modal ventura atau lainnya. Sebagian orang yang berkekurangan mungkin memiliki keterampilan yang bisa dikembangkan ketika ada akses terhadap bantuan keuangan dan nasihat untuk pengelolaan usaha.

Pendekatan cara ketiga ini tentunya memakan waktu dan membutuhkan kecermatan yang lebih besar. Sisi positifnya, ketika suatu usaha berhasil dikembangkan dengan baik, orang yang berkekurangan tersebut bukan hanya bisa bebas dari kekurangannya tetapi dengan mentoring yang baik, juga akan menjadi mentor bagi calon wiraswasta lainnya.

Keempat, kita dapat membantu orang yang berkekurangan melalui pengembangan kewirausahaan sosial

(social entrepreneurship), yakni membangun suatu usaha yang memiliki lebih banyak tujuan sosial daripada tujuan finansial. Usaha semacam ini harus bisa menghasilkan keuntungan yang berkesinambungan (sebab jika tidak, maka tidak akan bertahan lama), sekalipun keuntungannya tidaklah sebesar jika bisnis itu tidak memiliki tujuan sosial. Misalnya, bisnis yang merekrut orang berkebutuhan khusus atau dengan cacat jasmani tertentu.

Membangun bisnis yang menguntungkan di wilayah yang menderita kemiskinan juga dapat menjadi suatu jalan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat di wilayah tersebut. Untuk melakukan hal ini tentu dibutuhkan kemampuan wiraswasta yang baik dan jeli melihat peluang bisnis.

Kelima, kita tentu juga dapat membantu secara lebih tidak langsung melalui dukungan dana kepada gereja, baik melalui persepuluhan, dana diakonia dan berbagai dukungan pendanaan lainnya.

Pemberian dukungan melalui diakonia adalah cara yang lebih cepat untuk mendukung jemaat yang berkekurangan. Namun dukungan pendanaan lainnya dibutuhkan agar gereja sebagai sebuah organisasi dapat bergerak. Operasional gereja membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana yang cukup akan memudahkan gereja untuk menggembalakan dan memperlengkapi orang-orang percaya agar mereka dapat menjadi agen-agen perubahan bagi masyarakat yang membutuhkan dukungan keuangan.

Pembaharuan rohani yang menjadi tugas utama gereja pada gilirannya akan menghasilkan orang-orang percaya yang memiliki pandangan alkitabiah tentang keuangan. Jemaat akan didorong oleh kasih dan pengorbanan Kristus untuk membantu orang lain yang membutuhkan dukungan keuangan, entah melalui pilihan poin kesatu sampai kelima atau jalan lainnya.

Ada banyak jalan lain selain yang disebutkan di atas, yang dapat dilakukan orang percaya untuk membagi berkat yang telah diberikan Tuhan melalui keuangan kepada mereka yang membutuhkan sehingga akan mengubah hidup mereka beserta keluarga dan lingkungannya dan membawa mereka untuk memuliakan Allah (Ams. 3:9). Untuk itu, sungguh dibutuhkan hikmat dan pimpinan Roh Kudus untuk menolong setiap orang percaya memenuhi panggilan ini [DK]