Experiencing the True Peace (Mengalami Damai Sejati)
Timothy Keller dalam bukunya Encounters With Jesus menceritakan tentang sahabatnya yang sedang belajar medis. Sahabatnya memberi tahu kepada Timothy bahwa di sekolah medis ia belajar betapa rapuhnya tubuh manusia, banyak hal bisa jadi salah dengan mudah, berjuta-juta virus dan mikroba di luar sana siap untuk menyerang kapan saja. Dan hal itu membuat temannya sangat ketakutan dan merasa tidak ada damai.
Kemudian Timothy bertanya kepada sahabatnya, “Bagaimana engkau menghadapi rasa takut itu?” Sahabatnya menjawab, “Saya memaksa diri untuk tidak memikirkannya.” Kita mungkin pernah mendengar atau diberitahu seseorang bahwa untuk mendapat damai kita harus menghindar dari memikirkan terlalu banyak tentang pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidup ini. “Sudahlah jangan terlalu dipikirkan … hidup ini sulit, penuh perjuangan, hidup ini keras, hidup ini singkat … setelah itu kita akan mati. Jadi jangan dipikirkan.” Bahkan jika seseorang percaya akan menambahkan dan berkata, “Kesusahan sehari cukup sehari, jangan dipikirkan.”
Timothy menjelaskan bahwa, “Damai Kristus bekerja secara berlawanan, tidak melalui mengosongkan pikiran, tapi melalui mengisi pikiran. Tidak dengan mengabaikan kenyataan, tapi dengan memperhatikan kenyataan.” Mengapa? Rasul Paulus juga mengatakan hal yang sama di dalam Surat Filipi, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu … maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kami” (4:8-9).
Natal berbicara tentang kedamaian, baik secara vertikal (orang berdosa dengan Allah) dan juga horizontal (antara sesama manusia). Allah yang menghendaki keharmonisan di seluruh muka bumi. Penulis Injil Lukas mencatat pada malam ketika Tuhan Yesus lahir, para malaikat dan bala tantara sorga memuji Allah, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (2:13-14). Menarik untuk meneliti bagian ini, di tempat yang mahatinggi ada KEMULIAAN dan di bumi ada DAMAI sejahtera. Kelahiran Tuhan Yesus membuktikan betapa besarnya kasih Allah bagi manusia berdosa. Jika manusia tidak mengenal Allah, kita tidak akan memiliki damai sejahtera. Damai yang kita peroleh karena berdamai dengan Allah, damai yang kita peroleh juga karena jiwa kita diselamatkan oleh Tuhan. Damai yang sejati hanya kita peroleh dari Tuhan Yesus Kristus. “Damai Sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu” (Yoh. 14:27).
Pertanyaan reflektif dan sangat penting bagi kita adalah ke mana kita mencari damai selama ini? Atau apa yang menjadi sumber damai sejahtera bagi kita? Hal apa yang membuat kita merasakan kedamaian? Ada sebuah pengakuan yang jujur dari seorang bernama Francis Chan yang mengatakan, “Saya telah melakukan apa yang semua orang harapkan dari saya. Saya mendirikan gereja besar. Saya menulis buku bestseller. Saya merintis sebuah kampus, mendirikan banyak gereja lain, dan berbicara di berbagai konferensi. Tetapi ada satu masalah besar, saya tidak merasakan damai sejahtera.” Sebuah lirik lagu yang sederhana tetapi memiliki makna yang dalam dan memberikan jawaban bahwa hanya di dalam Tuhan Yesus kita mengalami dan mendapatkan damai sejahtera yang sejati.
Kalau kucari damai, hanya kudapat dalam Yesus
Kalau kucari ketenangan
Hanya kutemui di dalam Yesus
Tak satupun dapat menghiburku
Tak seorangpun dapat menolongku
Hanya Yesus jawaban hidupku
Bersama Dia hatiku damai
Walau dalam lembah kekelaman
Bersama Dia hatiku tenang
Walau hidup penuh tantangan
Tak satupun dapat menghiburku
Tak seorangpun dapat menolongku
Hanya Yesus jawaban hidupku
Mari buka hati dan percaya kepada Tuhan Yesus. Biarlah setiap kita mengalami damai sejati hanya di dalam Tuhan Yesus Kristus. ** JF