Bagikan artikel ini :

Jangan kamu kuatir?

Siapa di antara kita yang tidak pernah kuatir? Sepanjang hidupnya manusia pasti pernah menguatirkan kondisi kesehatan, keuangan, pernikahan, keamanan orang-orang yang kita kasihi, dan hal-hal lainnya. Menurut KBBI, kata “kuatir” berarti “takut (gelisah, cemas) terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti”.Dalam Perjanjian Baru, kata Yunani yang diterjemahkan sebagai “kekuatiran” adalah kata merimnao, yang berarti “mempunyai pikiran yang mendua, teralihkan”. Perjanjian Baru memahami kekuatiran sebagaihati yang terpecah antara apa yang baik dan patut untuk dilakukan dengan apa yang merusak.

Alkitab sangat jelas menekankan agar kita tidak kuatir. Filipi 4:6 berkata “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga…”. Secara lebih detail, di dalam Perjanjian Baru diberikan beberapa contoh hal-hal yang tidak perlu kita kuatirkan. Dalam Matius 6:25 kita dianjurkan untuk tidak kuatir akan kebutuhan fisik sehari-hari, seperti makanan, minuman, dan pakaian. Selain itu kita pun dianjurkan untuk tidak kuatir tentang masa depan (Mat 6:34). Dalam kehidupan iman kita, Alkitab pun menguatkan anak-anak Tuhan agar tidak kuatir terhadap penganiayaan dari pihak lain (Matius 10:19, Markus 13:11).

Alkitab melarang kita untuk kuatir karena kekuatiran tidak memiliki manfaat sama sekali bagi hidup kita (Matius 6:27). Kekuatiran juga adalah salah satu bentuk ketidaktaatan pada Firman Allah yang berakibat hidup kita menjadi tidak berbuah (Matius 13:22). Allah telah memberi tahu kita untuk tidak kuatir, jadi ketika kita kuatir itu berarti kita sedang menolak perintah atau pimpinan Tuhan. Anehnya, kita jarang sekali berpikir kekuatiran itu sebagai dosa, tetapi jika kita melihatnya dalam konteks ini, kekuatiran seharusnya dikategorikan sebagai salah satu bentuk dosa.

Jika kekuatiran itu adalah dosa, lalu bagaimana agar kita tidak menjadi kuatir? Alih-alih kuatir, kita diundang untuk berdoa. Alkitab menyarankan untuk “menyerahkan segala kekuatiran kita kepada Allah, sebab Ia yang memelihara kita” (1 Petrus 5:7). Alkitab menegaskan bahwa kita memiliki Bapa di Sorga yang akan menyediakan segala yang kita perlukan untuk kehidupan kita sehari-hari (Matius 6:26,30). Filipi 4:7 menyatakan bahwa ketika kita memilih untuk berdoa menyerahkan kekuatiran kita pada Allah, maka “damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” Bagi orang Kristen yang kuatir ketika mengalami penganiayaan, Alkitab menganjurkan untuk berdoa meminta pertolongan Roh Kudus dalam berkata-kata (Markus 13:11) 

Namun menariknya, Alkitab juga ternyata memberikan alasan-alasan yang valid untuk kuatir. Dalam Kitab 2 Korintus 12:20-21Rasul Paulus menguatirkan tentang “perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, fitnah, bisik-bisikan, keangkuhan, dan kerusuhan, orang yang belum bertobat dari kecemaran, percabulan dan ketidaksopanan yang mereka lakukan”. Ini berarti kita perlu prihatin terhadap kejatuhan manusia dalam dosa yang merusak relasi mereka dengan diri sendiri, orang lain, dan terutama dengan Tuhan. Alkitab menyebutkan bahwa tugas anak-anak Tuhan yang utama seharusnya adalah menguatirkan perkara-perkara Tuhan (1 Korintus 7:32-34) dan memperhatikan kepentingan rohani dari orang-orang yang kita layani (Filipi 2:20)

Sebagai kesimpulan, Alkitab menggambarkan adanya kekuatiran yang adalah dosa, namun juga ada jenis kekuatiran yang benar. Jika kita lebih berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisik atau pada masa depan kita, maka hal-hal tersebut bisa mengalihkan kita dari pengabdian kita kepada Allah. Alkitab mengundang kita untuk berhenti menguatirkan hal-hal duniawi dan menggantinya dengan keprihatinan terhadap dosa dan kepeduliankita agar manusia tidak lagi berdosa. Alkitab pun mendorong agar kita tidak terdistraksi dengan hal-hal yang sementara, tetapi memusatkan perhatian kita kepada hal-hal tentang Tuhan, apa yang Dia kehendaki dan apa yang berkenan bagi-Nya, bagaimana kita bisa taat dan melayani Dia, serta bagaimana kita bisa menumbuhkan karakter kita. Ketika kita mengutamakan kepentingan Allah, secara bersamaan Allah bekerja memenuhi kebutuhan fisik kita dan menjamin masa depan kita di dalam Dia, sehingga kita tidak perlu kuatir.*** YS