Bagikan artikel ini :

Kemenangan

Alkitab adalah suatu kitab mengenai kemenangan Allah. Secara luas, Alkitab merupakan suatu kitab yang di dalamnya Allah sedang berperang melawan kejahatan. Puncak dari peperangan itu tiba pada kayu salib Kristus. Namun kemenangan terakhir itu belum tiba, dan akan tiba ketika Kristus kembali untuk menumpas kematian dan memateraikan penaklukan-Nya atas kekuatan kuasa dari zaman ini. Alkitab juga merupakan kitab mengenai banyak pertempuran, ada kemenangan dan ada kekalahan. Maka tidak mengherankan kalau kita menemukan sejumlah gambaran tentang kemenangan, dan digunakan baik untuk kemenangan manusiawi maupun ilahi.

Perjanjian Lama

Di dalam dunia Perjanjian Lama, suatu kemenangan atas musuh memiliki dua aspek. Kemenangan dari dewa dan kemenangan dari manusia – di dalam hal ini adalah seorang raja. Kemenangan dari dewa juga adalah kemenangan kerajaan. Perayaannya pun adalah perayaan atas kemenangan ilahi tetapi juga perayaan bagi kerajaan. Kepercayaan dan peperangan terjalin. Pola dasar dari peperangan dan kemenangan ilahi itu memiliki lima rangkap: [1] dewa yang satu berperang melawan dewa yang lain, [2] kemenangan satu dewa atas dewa yang lain, [3] diikuti dengan penobatan dewa itu sebagai raja, [4] pembangunan kuil atau rumah untuk dewa tersebut, [5] dan pesta besar untuk perayaan.

Di dalam Perjanjian Lama, kita melihat pola ini. Salah satu contoh, kita lihat di dalam nyanyian Musa (Kel. 15:1-18) di mana TUHAN, “pahlawan perang” (ayat 3) menang atas Firaun dan pasukannya – dan dengan pengertian termasuk juga menang atas dewa Mesir. Jabatan sebagai Raja dari TUHAN dan pembangunan bait-Nya, digambarkan dalam baris terakhir yang menyarankan suatu pawai dari Allah dan orang-orang menuju “Gunung [Sion] milik-Mu sendiri; di tempat yang telah Kau buat kediaman-Mu ya TUHAN; di tempat kudus yang didirikan tangan-Mu ya TUHAN. TUHAN memerintah kekal selama-lamanya” (ayat 17-18). Dan di dalam kasus ini, nyanyian itu sendiri merupakan suatu perayaan.

Perjanjian Baru

Di dalam dunia Perjanjian Baru, pawai kemenangan dikembangkan oleh orang Romawi untuk merayakan peristiwa dari suatu kemenangan yang besar. Jenderal atau gubernur di dalam pakaian perayaan akan membawa tawanannya – biasanya yang berkedudukan tinggi, dan jarahan-jarahan perang di depannya, menuju Roma. Ketika ia tiba di kuil dewa, para tawanan atau sebagian yang mewakili, akan dibunuh. Dalam pawai ini, kemuliaan dan kekuasaan dari imperium Romawi dirayakan, dengan jenderal yang menang memainkan peran Jupiter – dewa yang telah memberkati pahlawan itu dengan kemenangan di dalam peperangan.

Di dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus memakai gambaran pawai kemenangan Romawi untuk melukiskan kemenangan Kristus di kayu salib. Dalam 1 Korintus 2:6-8, Paulus menyinggung kisah di balik adegan kemenangan di kayu salib, “penguasa dunia ini” tidak mengenal hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia dari kayu salib, “sebab kalau sekiranya mereka mengenal-Nya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia.” Para penguasa ini adalah penguasa yang bersifat rohani, para penguasa kosmis yang lupa akan hikmat dari rencana Allah bagi zaman itu (Ef. 3:10), dan dengan demikian mereka telah menyalibkan Tuhan. Namun ini merupakan kebodohan karena mereka tidak memahami bahwa strategi kemenangan Allah yang bersifat paradoks yang sama sekali bertolak belakang dengan strategi zaman ini. Kolose 2:15 menyebutkan kekalahan dari pemerintah dan penguasa ini. Mereka melepaskan serangan mereka kepada Kristus, dan di kayu salib mereka menghancurkan “tubuh jasmani”-Nya (ayat 11). Kristus menyerap dan menghabiskan kemarahan mereka di dalam kematian-Nya, dan dengan demikian Ia menang atas mereka (ayat 15). Di kayu salib, Kristus membariskan mereka di dalam pawai kemenangan-Nya sendiri, mempertunjukkan secara terbuka kekalahan mereka dan membuat mereka merasa malu. Gambaran kemenangan ini menunjukkan kemenangan dari kesucian, kebenaran Allah dan kasih, suatu pengakuan kembali atas ciptaan yang telah tersesat.

Dalam 2 Korintus 2:14, Paulus berbicara mengenai dirinya sendiri dituntun di dalam pawai kemenangan Kristus. Paulus tidak melukiskan dirinya sendiri sebagai seorang pejabat yang tinggi pangkatnya di dalam pasukan Kristus, melainkan sebagai seorang yang dulunya adalah musuh dan penganiaya Kristus, yang telah ditaklukkan dan sekarang sedang digiring sebagai tawanan, yang selalu dituntun menuju kematiannya (bdk. 2 Kor. 4:10). Dengan penggambaran ini, ia memaparkan paradoks pelayanan kerasulannya, di dalam kelemahannya dan penderitaannya, kuasa kemenangan Kristus menjadi nyata (2 Kor. 12:10). Kemenangan Allah di dalam Kristus merupakan kemenangan dari anugerah yang melaluinya kasih ilahi mengalir di dalam pengorbanan.

Kemenangan Akhir

Paulus menjelaskan juga bahwa salib itu bukan babak terakhir dalam peperangan terhadap kekuatan kuasa zaman ini. Lawan itu masih memusuhi dan aktif, mengajukan ancaman pada gereja (Ef. 6:10-18). Pada hari yang terakhir, perang ini akan mencapai kesudahannya ketika “Ia membinasakan segala pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan,” bersama dengan musuh yang terakhir, yaitu kematian (1 Kor. 15:24, 26; bdk. 2 Tim. 1:10).

Salah satu gambaran yang paling mengesankan dari perayaan pesta kemenangan akhir ada dalam Yesaya 25:6-10, di mana akhirnya Tuhan menang atas kematian dan “menyediakan … bagi segala bangsa suatu perjamuan dengan masakan yang bergemuk, suatu perjamuan dengan anggur yang tua benar, masakan yang bergemuk dan bersum-sum, anggur tua yang disaring endapannya.” Tuhan Yesus menyinggung pesta eskatologis ini ketika Ia pada waktu Perjamuan Terakhir mengatakan kepada murid-murid-Nya, “Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, dalam kerajaan Allah” (Mrk. 14:25). Kitab Wahyu mengakhiri tema kemenangan dengan beragam adegan perayaan. Penglihatan tentang Anak Domba yang telah menaklukkan (Why. 5:5-6), diikuti oleh suatu paduan suara yang mengagumkan yang dianyanyikan oleh bala tentara surga merayakan kemenangan dari Anak Domba (Why. 5:9-14), dan penyembahan dinaikkan bagi “Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba” (Why. 5:13). Tema perayaan ini memuncak dalam pemunculan ini “langit baru dan bumi baru” dan Yerusalem baru, kota dari Raja dan Anak Domba yang menang (Why. 21-22). Di dalam kota ini tidak ada Bait Allah, “sebab Allah, Tuhan Yang Mahakuasa adalah Bait Sucinya, demikian juga Anak Domba itu” (Why. 21:22) ***AA

Sumber: Kamus Gambaran Alkitab, ed., Leland Ryken, James C. Wilhoit, Tremper Longman III, “Menang, Kemenangan” (Surabaya: Momentum, 2011), hal. 667-673.