Bagikan artikel ini :

Ketidaktaatan manusia, plan b, dan rencana Tuhan

Tradisi Reformed sangat menekankan Kedaulatan Allah. Ayub 42:2 mengatakan, “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.” Allah memegang kendali atas seluruh ciptaan-Nya sehingga segala rancangan-Nya akan terlaksana. R. C. Sproul mengatakan, “jika ada satu saja molekul di alam semesta ini bergerak di luar kedaulatan Allah, kita tidak punya jaminan bahwa janji Allah akan digenapi.”

Di sisi lain, kita tahu bahwa Allah tidak menciptakan manusia seperti robot. Ia menganugerahi manusia kehendak bebas sehingga manusia dapat memilih untuk menaati-Nya atau tidak. Manusia bukan seperti wayang dengan Allah sebagai dalangnya. Terlihat ada ketegangan di sini. Di satu sisi, manusia bisa memilih untuk tidak taat. Tetapi di sisi lain, Allah memiliki rencana yang tidak akan gagal. Jadi, apakah ketidaktaatan kita sanggup menggagalkan rencana Allah?

Kisah Yunus merupakan studi kasus yang menarik. Ada suatu kontras antara kasih Tuhan yang melampaui batasan bangsa dan keengganan Yunus untuk memberitakan kasih ini kepada orang-orang non-Yahudi. Nabi ini memilih untuk tidak menaati Tuhan.

Seringkali tidak disadari betapa hebatnya pemberontakan Yunus. Pertama, pekerjaan Yunus sejatinya adalah hamba Allah. Namanya disebut di dalam 2 Raja-raja 14:25 berikut dengan gelarnya, “nabi.” Ia bukan seperti Amos, misalnya, yang awalnya adalah seorang peternak domba sehingga ia tidak punya alasan untuk menolak titah Tuhan. Kedua, Yunus melarikan diri ke Tarsis yang secara geografis berkebalikan arah dari Niniwe. Itulah sebabnya frasa “jauh dari hadapan TUHAN” diulang sampai tiga kali dalam pasal ini, dua kali sesudah nama “Tarsis” disebutkan. Ketiga, Alkitab memberi sebuah detail dalam yang sering terlewatkan, “ia membayar biaya perjalanannya” (ay. 2). Yunus, seorang nabi Tuhan, rela membayar harga demi tidak taat kepada perintah Tuannya!

Tetapi Tuhan tidak membiarkan ketidaktaatan Yunus menjadi-jadi. Sang nabi “naik” kapal untuk menjauh dari Tuhan (ay. 2), jadi Tuhan “menurunkan” angin ribut ke laut. Terlihat jelas bahwa Tuhan mengejar Yunus dan seolah tidak memberinya kesempatan untuk tidak taat.

Kisah ini seringkali digunakan untuk melandasi pemikiran bahwa sekali Tuhan memanggil seseorang untuk menjadi pelayan-Nya, Ia tidak akan melepaskannya. Namun, benarkah demikian? Kenyataannya, banyak orang percaya mati dalam penyesalan karena tidak menaati panggilan Tuhan. “Seandainya pada saat muda aku mengikuti panggilan Tuhan,” merupakan desahan yang tidak jarang keluar dari mulut orang Kristen. Tuhan telah memanggilnya, tetapi ia tidak taat. Apakah ini berarti ia menggagalkan rencana Tuhan sehingga Tuhan harus membuat plan B?

Contoh yang paling nyata adalah bangsa Israel sendiri. Ketika Mesias yang dijanjikan datang, mereka menolak-Nya. Tuhan pun seolah-olah menjalankan plan B dengan cara memilih kelompok lain, yakni gereja yang terdiri dari berbagai ras, untuk menjalankan Amanat Agung-Nya. Apakah pemilihan atas gereja merupakan plan B karena orang-orang Yahudi menggagalkan rencana Tuhan? Tentu saja tidak! Tuhan yang Maha Tahu tidak membutuhkan plan B, tetapi Ia juga tidak akan memaksa manusia menaati panggilan-Nya.

Jika berkaitan dengan keselamatan, memang Tuhan dengan anugerah-Nya yang tidak dapat ditolak akan mengejar kita sampai Ia mendapatkan kita. Tetapi lain halnya dengan panggilan melayani Tuhan. Panggilan ini adalah sebuah anugerah yang menuntut respon ketaatan dan bisa ditolak. Tetapi kalaupun kita menolak panggilan ini dan Tuhan memilih orang lain, itupun tetap dalam pengetahuan Tuhan. Jauh sebelum Saul, raja Israel pertama, tidak taat (1 Samuel 13, 15), Tuhan telah menetapkan seorang dari keturunan Yehuda menjadi raja (Kejadian 49:9-10). Maka dipilihlah Daud untuk menggantikan Saul mengemban panggilan Tuhan ini. Pemilihan atas Daud bukanlah plan B, tetapi merupakan rancangan-Nya sejak semula.

Tuhan tidak perlu mengemis agar manusia menaati-Nya, tetapi Ia juga bukan dalang yang mengontrol setiap gerak-gerik manusia. Tidak pula Ia memerlukan plan B jika hamba-Nya tidak taat. Jadi, kembali kepada Yunus. Mengapa Tuhan terus mengejar Yunus untuk melaksanakan rencana-Nya, yakni mempertobatkan Niniwe? Jawabannya adalah karena memang tujuan Tuhan yang terutama bukanlah pertobatan Niniwe, tetapi pertobatan Yunus sendiri. Rencana Tuhan adalah untuk melembutkan hati Yunus yang penuh kebencian terhadap bangsa non-Yahudi. Jika tujuan Tuhan semata-mata adalah Niniwe, Ia bisa memilih nabi lain ketika Yunus menolak. Namun Tuhan mengejar Yunus karena Yunus sendirilah yang ingin Tuhan didik, dan Tuhan berhasil dalam rencana-Nya. Inilah alasan mengapa Kitab Yunus sangat berfokus kepada sang nabi dan bukan kepada kota Niniwe.

Jadi, apakah ketidaktaatan kita sanggup menggagalkan rencana Allah? Sebuah himne kontemporer dengan indah menjawabnya: “And the best and worst of man won’t change the Master's plan” (“Hal yang terbaik dan terburuk tak ubah rencana-Nya”, God and God Alone, terjemahan SPK). *** DO.