Bagikan artikel ini :

Kristus Sebagai Tuan dan Pusat

Kita biasa menyebut Yesus Kristus dengan sebutan Tuhan Yesus. Tuhan artinya tuan. Tuan adalah orang yang kepadanya kita mengabdi. Jadi yang menjadi tuan kita adalah Yesus Kristus. Menjadi tuan pada zaman dahulu berarti berkuasa seratus persen atas hidup orang yang menjadi bawahannya (baca: hamba). Tidak ada hal yang mana tuannya tidak berkuasa. Dari bangun sampai tidur, tuan berhak mengatur hamba itu harus buat apa. Hamba itu tidak punya kehendak sendiri. Kehendaknya adalah melakukan kehendak tuannya. Jadi, Yesus Kristus adalah Tuan atas segala aspek kehidupan kita, termasuk dalam kehidupan keluarga. Banyak persoalan terjadi dalam kehidupan keluarga karena kegagalan menjadikan Dia sebagai Tuan dan Pusat kehidupan keluarga kita. Menjadikan Kristus sebagai Tuan dan Pusat adalah satu-satunya landasan bagi keluarga Kristen.

Dari Efesus 5:21-6:9 kita belajar bahwa kehidupan keluarga Kristen adalah karya Roh kudus dalam diri orang-orang yang menjadikan Kristus sebagai Tuan dan Pusat kehidupannya.

Dalam teks itu, Paulus menjawab pertanyaan, “Perbedaan apa yang terjadi ketika sebuah keluarga percaya kepada Kristus?” Untuk itu, kita perlu memahami konteksnya. Dalam Ef 5:15-18 tertulis “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan. Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh.” Selanjutnya Paulus mendaftarkan sejumlah hal yang menjadi akibat dari kehidupan yang dipenuhi Roh (19-21). Tujuan dari ayat 19-21 adalah menjelaskan apa yang terjadi ketika seseorang dipenuhi Roh.

Salah satu dari dampak pekerjaan Roh kudus adalah satu sama lain akan merendahkan diri di dalam takut akan Kristus. Merendahkan atau menundukkan diri berarti tidak membangkang, merasa lebih tinggi atau merasa gengsi untuk merendahkan diri dan membantu ketika seseorang butuh pelayanan Anda. Ayat 22 merupakan kelanjutan dan aplikasi dari prinsip yang sudah diletakkan pada ayat 21. Dalam teks bahasa asli, kalimat “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu…” tidak mencantumkan kata kerja “tunduk.” Kalimat aslinya berbunyi, “Hai isteri, kepada suamimu” yang berarti ayat itu merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya. Dengan demikian, alur pikir ayat 18-22 adalah “Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh, ... dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus, hai isteri, kepada suamimu...” sebagai kesimpulan, kita melihat ada keterkaitan erat antara pekerjaan Roh kudus dengan kehidupan keluarga Kristen. Ayat-ayat selanjutnya yang menjelaskan relasi suami-istri, anak-orangtua, tuan-hamba adalah perluasan dari prinsip dalam ayat 21. Kita dapat menyimpulkan bahwa hubungan harmonis dalam keluarga hanya dapat terjadi ketika setiap anggota keluarga dipenuhi oleh Roh kudus. Kehadiran Roh mentransformasi kehidupan keluarga.

Hal kedua yang patut mendapat penekanan adalah Kristus sebagai Tuan dan Pusat kehidupan keluarga. Ada korelasi antara pekerjaan Roh kudus dan ketundukan kepada Kristus sebagai Tuan. Dalam 1Kor 12:3, Paulus mengatakan “Karena itu aku mau meyakinkan kamu, bahwa tidak ada seorangpun yang berkata-kata oleh Roh Allah, dapat berkata: "Terkutuklah Yesus!" dan tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: "Yesus adalah Tuhan", selain oleh Roh Kudus.” Ketika Roh bekerja, maka seseorang akan menjadikan Kristus sebagai Tuan. Misi Roh kudus adalah meninggikan Kristus. Tuhan Yesus mengatakan, “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran... Ia akan memuliakan Aku” (Yoh 16:13-14). Karena itu, ketika kita dipenuhi Roh Kudus, kita akan merendahkan diri di hadapan Kristus dan menjadikan-Nya Tuan atas hidup kita. Dengan kata lain, jika kita menghendaki Roh mentransformasi kehidupan keluarga kita, kita harus menundukkan diri sepenuhnya kepada Kristus sebagai Tuan.

Bahwa pekerjaan Roh adalah meninggikan Kristus dan mengarahkan segenap kehidupan terutama kehidupan keluarga kepada-Nya tampak dalam uraian Paulus pada ayat-ayat berikutnya, sampai Ef 6:9. Pada ayat 19, Roh menyanggupkan kita “bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.” Ayat 20, Roh menyanggupkan kita mengucap syukur “dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus”. Ayat 21, Roh membuat kita dapat merendahkan diri satu sama lain “di dalam takut akan Kristus”. Ayat 22, istri tunduk kepada suami “seperti kepada Tuhan”. Ayat 25, suami mengasihi istri “sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat”. Pada Ef 6:1, anak-anak menaati orangtuanya “di dalam Tuhan”. Ayat 4, ayah mendidik anak-anaknya “di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Ayat 5, hamba taat kepada tuannya “sama seperti kamu taat kepada Kristus”. Ayat 9, tuan-tuan bersikap baik kepada hamba-hambanya karena mereka punya Tuan yang sama, yang berada di surga. Ketika keluarga dipenuhi Roh kudus, maka Kristus menjadi Tuan dan Pusat kehidupan. Segala sesuatu berorientasi pada Kristus.

Sebagai penutup, saya menggarisbawahi kembali bahwa kehidupan keluarga Kristen yang berhasil adalah hasil karya Roh kudus dalam diri orang-orang yang menjunjung, mengutamakan dan menjadikan Kristus sebagai Tuan dan Pusat.***(BSB).