Bagikan artikel ini :

Lawatan Ilahi (Divine Visitation)

Lawatan atau kunjungan adalah aktivitas sehari-hari di antara manusia. Manusia melawat sesamanya. Ia adalah homo socialis makhluk sosial. Ia tidak diciptakan untuk hidup sendiri. “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja” (Kej. 1:18). Namun ia bersosialisasi bukan saja untuk berelasi, tetapi juga untuk mewujudkan potensi hidupnya. Dengan demikian melawat atau mengunjungi, bukan saja aktivitas sosial manusia, tetapi juga aktivitas yang olehnya kepenuhan hidupnya dapat terwujud.

Lawatan ilahi, yakni Allah melawat manusia, jelas berbeda dengan lawatan antar manusia. Dalam artikel pembinaan ini, kita akan melihat apa artinya Allah melawat manusia. Karena keterbatasan tempat dalam artikel singkat ini, kita hanya dapat mengupas satu poin ini saja.

Arti Lawatan Ilahi

Apakah artinya lawatan rohani? Apakah artinya “Allah melawat manusia?” Pertanyaan ini muncul karena Allah adalah roh (Yoh.4:24) dan Yang Maha Ada. Ia tidak seperti ciptaan yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Tidak ada tempat dalam semesta ini di mana Allah tidak hadir dan manusia dapat bersembunyi dariNya. Pemazmur berkata: “Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?” (Mazmur 139:7). Karena Allah adalah maha ada, maka lawatan ilahi tidak dapat diartikan seperti manusia berkunjung dari satu tempat ke tempat yang lain.

Lawatan ilahi adalah realita rohani di mana Allah yang maha ada secara khusus menyatakan kehadiranNya untuk diketahui, dialami, dan diketahui oleh manusia. Namun karena keterbatasan kita untuk memahami realita yang teramat dalam ini, maka Alkitab menggunakan bahasa manusia agar lebih mudah dicerna. Misalnya, Alkitab mencatat bahwa Allah “berjalan-jalan dalam taman itu” (Kejadian 3:8), “Allah datang kepada Abimelekh” (Kej. 20:3), “Allah kita datang dan tidak akan berdiam diri” (Mzm 50:3), Tuhan Allah mengunjungi Adam dan Hawa, dan Ia “berjalan-jalan dalam taman” Eden (Kejadian 3:8), “Roh TUHAN telah mundur dari pada Saul” (1Sam. 16:14).

Allah yang maha ada, yang memenuhi setiap tempat, tentu saja secara teologis tidak bisa dikatakan datang dan pergi. Namun untuk menyesuaikan dengan keterbatasan kita, Alkitab membahasakan Allah seperti kita manusia, maka Ia pun dikatakan datang dan pergi. Maka ketika kehadiran Allah berkurang nyata, Ia dikatakan pergi; dan ketika kehadiranNya bertambah nyata, Ia dikatakan datang.

Namun tambah atau kurang nyatanya kehadiran Allah tidak dapat ditentukan semata-mata oleh pengalaman subyektif manusia. Ada pengalaman kehadiran Allah yang begitu nyata dialami oleh manusia. Misalnya, ketika Allah melawat Musa dan berbicara dengan dia dari dalam semak belukar yang terbakar (Kel.3:1-22). Atau seperti ketika Allah menyatakan diriNya kepada Yakub dan membiarkan Yakub bergumul denganNya (Kej. 32:22-30). Pengalaman-pengalaman ini begitu jelas dan nyata bagi mereka. Namun ada kalanya kehadiran Allah tidak selalu sepadan dengan pengalaman manusia. Misalnya, ketika dikatakan Roh Kudus meninggalkan Saul, tidaklah jelas apakah saat itu Saul merasakan kehadiran Allah berkurang dalam dirinya. Contoh lain adalah di Hakim 16:20. Allah meninggalkan Samson, dan Samson sendiri pun tidak tahu bahwa Allah telah meninggalkan dia. Dengan demikian kehadiran Allah tidaklah selalu berpadanan dengan pengalaman subyektif manusia.

Lawatan ilahi adalah bahasa antropomorfis untuk menggambarkan realita kehadiran Allah pada manusia. Allah melawat manusia artinya Allah menyatakan kehadiranNya secara bebas dan secara khusus sehingga manusia dapat mengalami kehadiranNya. Di sini ada tiga unsur yang mendapat penekanan: (1) penyataan kehadiran Allah, (2) secara bebas, dan (3) secara khusus.

Lawatan ilahi adalah penyataan kehadiran Allah

Lawatan ilahi adalah penyataan kehadiran Allah. Sekalipun kehadiran Allah memenuhi setiap tempat dalam alam semesta ini, namun kehadiranNya tidaklah langsung dapat dialami oleh ciptaan. Jelas bukan karena Allah kehadiranNya kurang berkuasa, tetapi karena Allah sendiri menyembunyikan kehadiranNya dari ciptaan. Allah adalah Deus absconditus (the hidden God). Allah yang menyembunyikan diriNya. Yesaya berkata: “Sungguh, Engkau Allah yang menyembunyikan diri, Allah Israel, Juruselamat” (Yesaya 45:15).

Allah yang maha besar, maha kuasa, dan maha ada juga adalah Allah yang dengan sengaja menyembunyikan diriNya dari ciptaanNya. Oleh sebab itu kuasaNya, kehadiranNya, dan kemuliaanNya, tidaklah selalu nyata bagi ciptaanNya. Hanya ketika Allah menyatakan diriNya, maka kehadiranNya dapat dialami oleh manusia. Kuasa dan kemuliaanNya menjadi nyata ketika Allah memilih untuk menyatakan diriNya bagi mereka. Penyataan Allah adalah tidak otomotis tetapi adalah berdasarkan kehendakNya yang bebas dan dilakukan secara khusus.

Lawatan ilahi adalah penyataan Allah secara bebas

Lawatan ilahi adalah penyataan Allah yang dilakukan Allah secara bebas. Ini berarti tidak ada keharusan Allah untuk menyatakan diriNya kepada ciptaanNya. Ia adalah Juruselamat, tetapi tidak ada keharusan bagi Allah untuk menyelamatkan setiap ciptaan yang terjatuh. Ia adalah maha kuasa, tetapi tidak ada keharusan bagi Allah untuk menyatakan kuasaNya bagi manusia. Demikian juga, sekalipun Ia maha ada, dan kehadiranNya memenuhi setiap tempat dalam alam semesta, tetapi tidak ada keharusan bagi Allah untuk menyatakanNya bagi ciptaan sehingga mereka dapat mengalami kehadiranNya yang mulia. Allah melakukan segala sesuatu berdasarkan akan kedaulatanNya dan kehendak bebasNya. Pemazmur berkata: “Allah kita di sorga; Ia melakukan apa yang dihendaki-Nya!” (Mazmur 115:3). Allah adalah bebas mutllak dan tidak ada keharusan serta tidak ada kewajiban Allah bagi ciptaanNya.

Lawatan ilahi adalah penyataan Allah, yang Ia lakukan dengan bebas tanpa ada keharusan. Oleh sebab itu, lawatan ilahi bersifat anugrah belaka. Ketika Ia dengan kehendak bebasNya memilih untuk menyatakan kehadiranNya kepada manusia, itu adalah anugerah semata karena tidak ada keharusan bagiNya untuk melakukannya. Ketika Allah berkenan untuk melawat Adam dan Hawa pada waktu mereka jatuh dalam dosa, maka itu adalah penyataan anugerahNya bagi mereka.

Zaman kegelapan bagi manusia adalah ketika Allah menarik anugrahNya dengan tidak menyatakan diriNya dan berbicara kepada mereka. Ini terjadi pada zaman Hakim-hakim, pada waktu Eli menjadi imam di Silo. 1Samuel 3:1 berkata: “Pada masa itu firman TUHAN jarang; penglihatan-penglihatanpun tidak sering.” Ini adalah zaman yang gelap secara rohani, karena suara Allah telah jarang terdengar, karena Allah menarik diriNya dari mereka. Anugerah Allah kembali dicurahkan bagi orang Israel, ketika Ia berkenan berbicara kembali kepada mereka lewat Samuel.

Zaman Perjanjian Baru disebut zaman anugerah, zaman di mana Allah penyataan mencapai puncaknya. Allah menyatakan diriNya di dalam diri PutraNya. Sang Putra Allah berkenan melawat manusia dengan menjadi manusia. Tidak ada anugrah yang dapat dibandingkan dengan anugrah ini, yakni saat Allah menjadi satu dengan mereka. Lawatan ilahi adalah lawatan Allah yang sifatnya bebas dan sekaligus penuh anugrah. Penyataan ini juga sifatnya khusus.

Lawatan ilahi adalah penyataan Allah secara khusus

Lawatan ilahi adalah penyataan khusus Allah kepada manusia. Allah menyatakan diriNya secara umum kepada manusia di dalam ciptaanNya, sejarah, dan hati nurani manusia. Oleh karena dosa manusia, penyataan umum Allah menjadi kabur dan tidak dapat membawa manusia kepada keselamatan. Maka Allah juga menyatakan diriNya secara khusus.

Secara khusus dalam beberapa arti. Pertama, khusus dalam arti tidak kepada semua manusia, tetapi hanya kepada mereka yang Ia perkenan. Tuhan menyatakan diri kepada Adam dan Hawa, Nuh, Abraham, Ishak, Yakub, dll, secara khusus. Dengan kata lain Allah menyatakan diriNya secara khusus kepada umatNya, bukan kepada semua manusia.

Kedua, khusus dalam arti cara-cara khusus, misalnya dalam mimpi, dalam penampakan, dalam bentuk manusia, dan secara unik menjadi manusia. Allah berbicara dalam mimpi kepada Yusuf, baik Yusuf di Perjanjian Lama, juga Yusuf suami Maria di Perjanjian Baru. Allah menampakkan diri dalam semak belukar dan berbicara dengan Musa. Ia menampakkan diri dalam bentuk manusia dan bergumul dengan Yakub. Dan pada akhirnya secara unik, Sang Putra Allah datang menjadi manusia.

Terakhir, khusus juga dalam arti untuk tujuan khusus, yakni untuk kebaikan dan keselamatan umatNya. Allah melawat Adam dan Hawa pada waktu mereka jatuh ke dalam dosa, untuk menegur dosa-dosa mereka dan menawarkan jalan keselamatan kepada mereka. Allah melawat umatNya di Mesir dan membawa keluar dari tanah perbudakan. Pada akhirNya, Allah di dalam diri PutraNya melawat manusia untuk memberikan penebusan di dalam kematiaan dan kebangkitanNya.[PD]