Bagikan artikel ini :

Merendahkan diri vs mengosongkan diri

Pandemik pneumonia COVID-19 yang merebak di dunia global membuat kita terpana akan dahsyatnya virus yang melumpuhkan sendi-sendi yang menopang kelangsunganhidup masyarakat luas. Sementara masih banyak misteri seputar COVID-19 yang masih akan dibukakan, pokok pembahasan kita kali ini berhubungan dengan pandemik rohani yang sifatnya lebih mematikan dan lebih menular dari COVID-19. Berikut adalah asal mula pandemik tersebut serta obat penangkal yang tidak terduga.

Ketika Allah menciptakan Adam pertama dalam Gambar dan Rupa-Nya, Adam merupakan makhluk rasional dan moral yang mengerti tuntutan hukum moral Allah, yang Allah beri mandat untuk menaklukkan dan memenuhi bumi. Tergiur oleh tawaran si Iblis yang sangat menarik untuk menjadi seperti Allah, Adam memutuskan unuk tidak mempercayai Allah lagi dan bersekongkol dengan si Iblis untuk memberontak terhadap Allah. Sayangnya usaha kudeta ini gagal, dan bukan Allah yang terdongkel dari posisi-Nya,tetapi posisi Adamlah yang terdongkel dan terjerumus di dalam pandemik dosa yang mematikan. Kejatuhan ini tidak menjadikan Adam binatang; Adam sebagai makhluk rasional dan moral tetap berkewajiban untuk menaati hukum moral Allah, namun sekarang jauh lebih sulit lagi karena berada di dalam pandemik dosa di bawah dominasi si Iblis.Keadaannya bertambah runyam karena ketika Adam berdosa, dia tidak berdosa sendirian. Sebagai kepala umat manusia,Adam membawa serta seluruh keturunan yang terkandung di dalamnya ikut berdosa bersamadengan-nya. Akibatnya, seluruh anak manusia yang lahir di dalam dunia ini lahir di dalam pandemik dosa asal yang memicu dosa perbuatan lainnya. HanyaYesus Kristus seorang dirilah yang tidak terkena pandemik dosa. Dialah yang layak menjadi Adam kedua yang beroleh kesempatan kedua untuk taat atau memberontak terhadap Allah.

Di dalam sejarah umat manusia, sosok Yesus Kristus seringkali didiskreditkan dari realita yang sesungguhnya. Misalnya para filsuf dan cendekiawan yang dipengaruh humanisme Abad Pencerahan, seringkali melihat Kristus dari pandangan pragmatis hanya sebagai penganjur moral par excellence, khususnya dalam aspek: pengajaran-nya (Socianians), teladan-Nya memasuki ranah mistis untuk mencapai persekutuan serta penyatuan dengan Allah (Schleiermacherians, Hegelians), serta ketaatan-Nya yang murni (Ritschlians). Kristus semacam ini berbeda dari manusia lainnya hanya secara derajat, dan bukan secara prinsip. Tetapi Firman Allah meletakkan Yesus Kristus jauh di atas manusia lainnya sebagai sosok yang berbeda secara prinsip. Kedatangan-Nya ke dalam dunia inibukan sekedar merendahkan diri, dengan mengadopsi nilai luhur ‘rendah hati,’ seperti yang dicanangkan oleh gaya kepemimpinan yang menghamba (servant leadership), melainkan mengosongkan diri sebagai hamba (manusia). Di dalam tindakan Allah ‘mengosongkan diri’ (kenosis) Allah ‘menelanjangi’ seluruh kapasitas ilahi yang dimiliki-Nya, sehingga dari Allah Pencipta yang tidak terbatas menjadi ciptaan yang terbatas, sama persis seperti manusia yang ciptaan-Nya. Namun Kristus tidak kehilangan kapasitas ilahi-Nya, melainkan hanya tidak menggunakan-Nya. Ada kedahsyatan yang besar dalam konotasi kedua ini, yang melibatkan bukan lagi karakter atau nilai luhur dari keberadaan pribadi Kristus, melainkan penelanjangan atau penihilan keberadaan itu sendiri di dalam aspek yang paling hakiki, yang tidak bisa ditiru oleh siapapun, dan hanya unik bagi Kristus, yaitu Allah sendiri.

Sebagai Adam kedua, dari sejak lahir hingga mati-Nya, Yesus Kristus mengalami detik-detik awal Adam pertama dicobai, namun tidak pernah bergeser dari iman percaya-Nya pada Allah dan berkompromi dengan dosa. Di dalam ketaatan-Nya yang aktif, Kristus sempurna di dalam memenuhi segala tuntutan hukum moral Allah; dan di dalam ketaatan-Nya secara pasif, Kristus sebagai Adam kedua sempurna di dalam kematian-Nya menggantikan mereka yang terkandung di dalam-Nya, yaitu mereka yang dipercayakan kepada-Nya, sehingga oleh darah-Nya, utang dosa karenapemberontakan mereka terhadap hukum moral Allah dibayar lunas (1 Kor. 620); oleh bilur-bilur-Nya mereka disembuhkan dari pandemik dosa dan persekongkolan-nya dengan si Iblis dipatahkan(Yes. 53: 4-5 I Pet. 2:24); oleh kebenaran-Nya mereka mendapatkan status baru sebagai warga kerajaan sorga (Yoh. 1:12 Rom. 8:15); oleh kemenangan-Nya mereka menerima hati yang baru yang cinta akan hukum moral Allah (2 Kor. 3:3); dan oleh penyertaan-Nya mereka dimungkinkan untuk pergi menghasilkan buah yang tetap di dalam kuasa Roh Kudus (Yoh. 15:16; Kis. 1:8). Sungguh indah hadiah obat penangkal dari Allah!, kita sembuh dari pandemik dosa dan boleh hidup untuk kebenaran.***(IT).