Bagikan artikel ini :

Penghakiman

Kitab Wahyu dianggap kebanyakan orang sebagai sebuah kitab yang memberikan ‘bocoran’ apa yang akan terjadi sebelum kiamat. Namun menarik bahwa kitab ini dituliskan di dalam bentuk surat oleh Rasul Yohanes kepada tujuh gereja. Tiga pasal pertama dibuka dengan pesan khusus kepada masing-masing gereja yang berisi penghiburan, panggilan bertobat, atau penghakiman.  Inilah tujuan sebenarnya dari kitab Wahyu: bukan untuk memberikan ‘bocoran’ kapan Tuhan Yesus akan datang kembali, tetapi untuk menyampaikan hal-hal penting yang agaknya sudah dilupakan oleh gereja.

Salah satu dari ketujuh gereja tersebut adalah jemaat Laodikia. Gereja ini mungkin adalah gereja yang paling dikenal karena dari sinilah kita mendapatkan istilah ‘suam-suam’ kuku (ay. 16). Lebih menariknya lagi, sementara keenam gereja mendapat setidaknya satu pujian, jemaat Laodikia adalah satu-satunya gereja yang tidak mendapatkan satupun pujian. Bahkan Tuhan Yesus malah memperingatkan mereka akan realita penghakiman, yakni mereka akan “dimuntahkan” jika mereka tidak bertobat. Realita penghakiman inilah hal penting yang dilupakan jemaat Laodikia, bahkan mungkin gereja-gereja masa kini.

Hal ini tentunya mengagetkan jemaat Laodikia sebagaimana mengagetkan kita. Bukankah ketika kita percaya dan menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, kita akan bebas dari penghakiman? Ternyata tidak! Alkitab sendiri tidak pernah menyaksikan demikian. Bahkan Rasul Petrus mengatakan, “Karena sekarang telah tiba saatnya penghakiman dimulai, dan pada rumah Allah sendiri yang harus pertama-tama dihakimi” (1 Pet. 4:17). Kita sebagai gereja-lah yang mula-mula akan dihakimi.

Pertanyaannya adalah, apa dan siapa saja yang akan dihakimi?

Untuk mengerti hal ini, pertama-tama penting untuk kita mengerti bagaimana mengkategorikan umat manusia. Keseluruhan umat manusia dibagi menjadi dua kategori, yakni kategori “Umat Allah” dan “Bukan Umat”. Di dalam PL, Umat Allah adalah bangsa Israel keturunan Abraham, Ishak, dan Yakub, sementara yang Bukan Umat adalah bangsa-bangsa lain. Orang non-Yahudi yang ingin masuk ke dalam Umat Allah harus menjadi orang Israel dengan cara disunat, menjaga diet kosher, dan merayakan hari-hari raya orang Israel. Di zaman PB, Umat Allah ini diteruskan di dalam bentuk Gereja yang Kudus dan Am yang tidak hanya terdiri dari bangsa Israel saja, tetapi segala suku, kaum, bangsa, dan bahasa.

Kategori Umat Allah masih dibagi lagi menjadi dua, yakni: (1) umat yang sungguh-sungguh beriman, dan (2) umat yang tidak sungguh-sungguh beriman. Hanya yang sungguh-sungguh berimanlah yang akan diselamatkan. Jadi, tidak heran bahwa tidak semua orang Israel keturunan (PL) dan tidak semua orang yang ngaku-ngaku Kristen (PB) diselamatkan. Orang Israel yang tidak sungguh-sungguh beriman misalnya adalah mereka yang mencobai Tuhan sepuluh kali dan mati di padang gurun selama 40 tahun (Bil. 14:22). Mazmur 95:11 mengindikasikan bahwa mereka tidak masuk surga. Pengkotbah 5:1 (LAI 1:17) mengatakan bahwa ada orang-orang bodoh yang berbuat jahat yang juga mempersembahkan korban. Tidak semua orang Israel diselamatkan, sebagaimana tidak semua orang yang KTP-nya Kristen diselamatkan. Tidak hanya gandum yang ada di gereja, tetapi juga lalang (Mat. 13:24-30).

Namun sampai disini, mereka yang diselamatkan pun juga masih dibagi menjadi dua kategori, yakni: (1) umat yang sungguh-sungguh beriman dan “mengakhiri pertandingan” dengan baik (2 Tim. 4:7), dan (2) umat yang sungguh-sungguh beriman tetapi berakhir tidak baik. Tipe kedualah yang mungkin membuat kita terkejut. Bukankah kita yang sungguh-sungguh beriman akan mengalami proses pengudusan (sanctification) sehingga kita menjadi pribadi yang makin serupa Kristus? Secara umum ini benar. Namun kenyataannya ada tokoh-tokoh di dalam Alkitab seperti Simson. Simson bisa dikatakan sebagai hakim yang paling bobrok sekaligus paling tragis di antara semua hakim yang ada. Mungkin kita berpikir bahwa orang seperti ini, yang terus-menerus jatuh dalam dosa, tidak akan diselamatkan. Namun Ibrani 11:32 mencatatnya sebagai pahlawan iman. Tentu saja ia diselamatkan karena keselamatan hanya oleh karena iman. Tetapi tragis sekali akhir hidupnya seperti itu.

Bagi kita yang sungguh-sungguh beriman, inilah penghakiman yang berlaku untuk kita. Rasul Paulus berkata bahwa segala pekerjaan kita akan dihakimi (1 Kor. 3:12-15). Penghakiman ini bukan lagi soal keselamatan kita, tetapi soal apa yang kita kerjakan di dunia ini. Ada diantara kita yang membangun dengan emas sehingga, seperti Paulus, ia “mengakhiri pertandingan” dengan baik. Pekerjaannya tahan uji. Namun ada juga yang, seperti Simson, memang diselamatkan, tetapi “seperti dari dalam api” (1 Kor. 3:15). Tidakkah ini tragis? Orang-orang seperti ini memang sungguh-sungguh beriman, tetapi hidupnya tidak berkemenangan dan tidak menjadi kesaksian yang baik bagi mereka yang belum percaya.

Kiranya kita ingat bahwa, meski kita telah diselamatkan, kelak kita pun akan menghadapi realita penghakiman. Siapkah kita menghadapinya?***(DO)