Bagikan artikel ini :

Sumber Kegagalan Orang Kristen

Pendahuluan

Tajuk kita kali ini bermaksud untuk menggali kebenaran Firman Allah tentang prinsip kegagalan rohani orang Kristen, penyebabnya, serta jalan untuk pulih dari kegagalan tersebut. Di dalam dunia aviasi, kita mengenal alat deteksi kegagalan pada pesawat terbang yang disebut dengan X Plane 11. Pilot memiliki dua opsi pengecekan: random dan spesifik. Pengecekan secara spesifik yang lebih memakan waktu memungkinkan pilot untuk dapat menentukan bilamana, pada titik mana, dalam ketinggian dan kecepatan berapa kegagalan itu terjadi, dan tindakan kuratif apa yang dibutuhkan. Di dalam dunia rohani pun tidak jauh berbeda. Ketika krisis rohani timbul, alat deteksi yang paling mutakhir adalah Roh Allah yang akan menolong mendeteksi secara akurat titik sumber kegagalan dalam hidup orang percaya.

Kegagalan Bangsa Israel Melawan Kota Ai

Di dalam kisah kegagalan bangsa Israel melawan kota kecil Ai (Yos 7), Yosua dan tua-tua Israel merasa tidak percaya, mengapa Allah yang sudah memberikan kepada mereka kemenangan telak atas kota Yerikho yang bertembok kokoh itu kini tidak lagi beserta dengan mereka. Mereka tawar hati dan segera mengoyakkan jubah mereka, dan dengan menaburkan debu di atas kepala, sujud dengan mukanya sampai ke tanah di depan Tabut Perjanjian dari pagi hingga petang. Akhirnya Allah mengungkapkan betapa murka Dia melihat bangsa Israel telah berubah setia dengan mencuri barang-barang di Yerikho yang Dia perintahkan untuk dimusnahkan. Roh Allah yang Mahatahu itu menolong mereka mendeteksi titik sumber kegagalan, dan diketemukanlah oknum pelaku bernama Akhan bin Karmi bin Zerah bin Zahdi dari suku Yehuda yang mengaku telah menginginkan dan jubah-jubah indah, emas dan perak dari Yerikho. Hal ini berdampak pada nyawanya sendiri dan nyawa seisi keluarganya yang dirajam batu dan dibakar hidup-hidup bersama dengan barang-barang miliknya dan curiannya.

Allah yang Setia kepada Jati Diri-Nya

Kalangan orang Kristen tertentu merasa hukuman Allah agak terlalu keras, dan seringkali menghindar dari kisah Alkitab semacam ini. Konsep tentang Allah yang setia biasanya mereka pahami sebagai Allah yang pemurah dan pengampun dan bukan Allah yang pendendam kepada umat-Nya dan yang berubah setia kepada perjanjian-Nya. Konsep semacam itu keliru, karena mendirikan konsep teologi tebang pilih, dan mengabaikan ayat-ayat penting tentang kesetiaan Allah. Salah satu aspek penting tentang kesetiaan-Nya adalah kesetiaan kepada jati diri Allah sendiri. Allah tidak dapat menyangkal diri-Nya sendiri (2 Tim. 2:13). Di dalam segala pikiran-Nya, perasaan-Nya, kehendak-Nya, keputusan-Nya, peringatan-Nya, serta hukuman-Nya Dia selalu konsisten dengan jati-diri-Nya yang suci, murni, adil, baik, benar, dan kasih. Allah tidak bisa disogok dengan pemberian apapun dari ciptaan-Nya sehingga rela berkompromi terhadap integritas jati-diri-Nya. Nabi Yesaya mendeklarasikan: “Aku ini Tuhan! Itulah nama-Ku. Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain” (Yes. 42:8). Allah memegang teguh kesetiaan kepada jati-diri-Nya.

Itulah sebabnya amarah Allah begitu dahsyat dan tidak bisa menoleransi sedikitpun dosa Akhan yang nampaknya sepele, tetapi telah menodai kesucian bangsa Israel secara keseluruhan. Allah menolak menyertai bangsa Israel dan membiarkan mereka gagal dan dipermalukan. Prinsip Allah itu sederhana saja: single-mindedness. Allah menuntut komitmen dan dedikasi yang penuh kepada-Nya. Dalam kata-kata Tuhan Yesus: “Tak seorang-pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” (Mat. 6:24). Jadi, jika faktor “Akhan” tidak ditemukan dan dibereskan, percuma saja Yosua dan tua-tua Israel jungkir balik memohon berkat dari Allah, karena murka Allah masih merundung di atas umat-Nya (Yos. 7:26).

Orang Percaya yang Mendua Hati

Di dalam himne terkenal berjudul: I’d rather have Jesus (Ku lebih memilih Yesus), penulis lirik Rhea Miller mengungkapkan komitmen orang percaya sejati: Yesus yang kupilih, bukan perak atau mas, bukan rumah atau tanah, bukan tepuk tangan, bukan ketenaran dunia, yang bermuara pada komitmen yang bersifat single-mindedness. Sayangnya dedikasi semacam ini sudah sangat luntur, bahkan di masa pandemi ini banyak orang yang lebih memilih harta, takhta, dan dunia. Alih-alih menyampaikan pesan dari Firman Allah yang Mahatinggi, mereka lebih memilih pesan-pesan popular tentang Allah yang setia kepada umat-Nya, ketimbang Allah yang setia kepada jati diri-Nya sendiri. Akibat pengeratan semacam ini, titik-titik api kegagalan bermunculan di mana-mana, dan pesawat menghadapi krisis yang serius, karena murka Allah tidak akan surut sebelum faktor “Akhan” dibereskan. Adakah hati kita mau menghormati Allah sebagai Allah dan hanya melayani Dia saja, ataukah kita lebih memilih menjadi “raja dunia di bawah kuasa dosa” seperti lirik himne Miller? *** IT