Bagikan artikel ini :

Transformasi Keluarga Di Era Teknologi

Di dalam sejarah penebusan-Nya, Tuhan menggunakan orang-orang dari berbagai latar belakang keahlian untuk mencapai berbagai tujuan-Nya. Keluaran 31:1-11 misalnya, membahas tentang penunjukan Tuhan kepada para perancang emas, perak dan tembaga, pengukir batu permata dan kayu, serta para ahli lainnya dari berbagai bidang untuk membangun Kemah Suci-Nya.

Di masa kini, Tuhan juga memanggil mereka yang berasal dari berbagai latar-belakang keahlian untuk membangun tubuh Kristus. Sebagai gambar dari Allah Pencipta (imago Dei), maka manusia pun dirancang untuk bisa merancang berbagai hal baru, termasuk teknologi. Menarik bahwa dalam bahasa Yunani, Yesus Kristus disebut juga sebagai tekton. Istilah ‘teknologi’ yang kita kenal sekarang berasal dari kata ‘tekton’ ini.

Dalam bahasa Inggris, tekton ini diterjemahkan sebagai carpenter. Ketika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, terjadi penyempitan makna menjadi ‘tukang kayu’ yang lebih terkesan sebagai pekerja kasar di bidang perkayuan. Padahal, carpenter ini merujuk pada seorang ahli yang bekerja dengan kayu dan paku. Ironisnya bagi Yesus Kristus, teknologi yang menjadi keahlian-Nya ketika berinkarnasi sebagai manusia jugalah yang digunakan untuk membunuh-Nya (kayu dan paku). Tetapi Tuhan bisa mengubah hal buruk menjadi hal baik, termasuk mengubah teknologi menjadi alat bagi kemuliaan-Nya melalui kematian-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya dari kematian.

Dengan demikian, teknologi merupakan bagian dari maha kisah Allah bagi penyelamatan umat manusia. Ketika kita menggunakan teknologi dan bahkan menjadi para ahli di bidang teknologi, maka kita juga terlibat di dalam kisah besar Allah. Keluaran 35:30-35 mencatat bahwa Allah memenuhi Bezaleel, seorang perancang emas, perak dan tembaga, dengan Roh-Nya dan memberinya keahlian, pengertian dan pengetahuan. Ini berarti, gereja-Nya memerlukan tidak hanya mereka yang memiliki keahlian, tapi juga yang hidupnya dipenuhi oleh Roh Allah.

Kali pertama Alkitab mencatat bahwa Roh Allah memenuhi seseorang di dalam sejarah penebusan-Nya, hal itu tidak dilakukan pada seorang tokoh seperti Musa misalnya, tapi justru pada seorang ‘tukang’ di bidang teknologi yang bernama Bezaleel. ‘Tukang’ ini diperintahkan membuat kebenaran Allah yang abstrak untuk mewujud dalam hal-hal yang dipahami masyarakat umum secara luas. Pada masa itu, kebanyakan orang Israel buta huruf (karena mereka sudah jadi budak di Mesir selama 200 tahunan). Dengan demikian, berbagai simbol, wewangian dan gambar-gambar inilah yang bisa menolong mereka untuk bisa mengenal siapakah Allah itu. Para ahli teknologi di masa kini berpotensi menjadi Bezaleel-Bezaleel yang bisa membawa kebenaran-Nya melalui teknologi.

Teknologi internet, khususnya di masa pendemi ini, telah mengubah kehidupan keluarga maupun gereja. Sebelum pandemi, ibu saya yang kini berusia awal 80 tahun, merupakan seorang aktivis di gerejanya di Bandung. Semua teman dekatnya berasal dari komunitas di gerejanya itu. Tetapi setelah pandemi, belum ada lagi pertemuan kaum usinda secara onsite. Oleh adiknya, ia diperkenalkan pada suatu komunitas online dari sebuah gereja di Jawa Tengah. Komunitas ini bertemu melalui teknologi pertemuan yang baru dikenal publik dalam dua tahun ini, yang jumlah penggunanya meledak dahsyat akibat pandemi.

Kini di hari-hari tertentu, beberapa hari dalam seminggunya, ibu saya terkoneksi dengan komunitas di Jawa Tengah itu via Zoom. Komunitas itu pun menjadi teman-teman barunya. Saya juga terkoneksi kembali dengan teman-teman lama dari luar kota. Kini setiap minggunya di Sabtu malam, saya berkomsel dengan teman-teman yang tinggal di zona waktu yang berbeda jauh dari di tempat tinggal saya di Bandung.

Teknologi dan pandemi telah meruntuhkan sekat-sekat tembok gereja. Gereja-Nya menjadi lebih organik: komunitas-komunitas Kristen yang bersifat informal, relasional, dan bermobilitas tinggi kini bermunculan. Tidak ada lagi batas jarak, tempat maupun sekat-sekat denominasi. Hal ini tidak terpikirkan, bahkan dua tahun yang lalu, ketika pandemi belum terjadi. Walau ini juga berarti saya harus berulang-ulang mengajari orangtua saya cara membuka Youtube, terkoneksi dengan Zoom dan berbagai aplikasi lainnya. Kadang ibu saya baru bisa mengoperasikan suatu aplikasi setelah penjelasannya diulang lebih dari lima kali di berbagai kesempatan.

Tentu saja, ada berbagai dampak negatif dari teknologi, khususnya teknologi internet. Penelitan-penelitian mengenai hal ini yang terdapat di berbagai jurnal akademis menunjukan adanya problema adiksi, online bullying, perselingkuhan secara daring yang berdampak pada relasi suami istri dalam kehidupan keseharian, maupun berbagai masalah kesehatan seperti insomnia, depresi, obesitas dan penyakit mata akibat terlalu lama melihat layar gawai.

Gereja-Nya memerlukan orang-orang seperti Bezaleel yang memiliki keahlian, tapi juga dipenuhi oleh Roh Allah, untuk bisa membantu masyarakat umum, khususnya keluarga-keluarga, agar bisa menggunakan teknologi terbaik dan teraman bagi kemuliaan-Nya.**(GE)