Bagikan artikel ini :

Why (Not) Jesus?

Ketika banyak orang bertanya, “mengapa Yesus?” Jawaban singkat terbaik yang kita dapat berikan sebagai orang Kristen adalah, “Mengapa tidak?” Jawaban singkat ini menegaskan bahwa kepercayaan terhadap Yesus bukan suatu pilihan tetapi kebutuhan, its not an optional choice but a necessary choice. Mengapa demikian? Karena memang Kristus adalah yang terbaik, dan tiada taranya. Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat satu-satunya!

Dalam dunia hari ini yang menawarkan banyak kebenaran yang menarik tetapi menyesatkan (Supermarket-Spirituality), kebenaran Yesus adalah kebenaran yang sungguh berbeda dari yang lainnya, dan ada beberapa alasan diantaranya dikaitkan dalam persoalan kebenaran.

Kebenaran Yesus berangkat dari Pribadi-Nya (Truth as A Person).

Ketika bicara soal kebenaran, biasanya kebenaran hanya dimengerti sebagai suatu presuposisi atau sebuah dalil kosong. Kebenaran menjadi sesuatu yang sangat abstrak dan hanya sebuah fakta-fakta yang dibicarakan ataupun dihafal oleh manusia, artinya kebenaran dipisahkan dengan sumber kebenaran. Kebenaran seperti sesuatu fakta yang tidak terbantahkan yang berdiri sendiri pada dirinya. Sehingga tugas manusia hanyalah menemukannya, karena dianggap kebenaran itu seperti permata yang terkubur dalam lautan kebohongan dan keacuhan. Namun berbeda dengan Kebenaran Kristus, kebenaran itu ditemukan justru dalam Pribadi Yesus. Yesus adalah Sang Kebenaran itu, The Truth. Itu sebab Injil Yohanes menyatakan apa yang Yesus katakan yaitu, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup ....” (Yoh. 14:6). Bukan hanya itu, karena Kristus menyatakan dirinya sebagai Sang Kebenaran, maka kita tidak hanya sekedar mengetahui kebenaran (Know) tetapi mengenal kebenaran (knowing). Seorang teolog bernama R.C. Sproul pernah mengatakan, “Truth is personal” (kebenaran adalah personal), dengan kata lain jika Yesus adalah sumber kebenaran, maka kebenaran itu bukan sekedar kebenaran yang dapat dipercaya tetapi kita pun dapat berelasi intim dengan kebenaran itu. Dan relasi itu membuahkan kepenuhan dalam hidup kita, bukan saja secara kognitif namun juga spiritual. Secara holistik. Yesus berkata dalam Injil Yohanes, bagi mereka yang hendak hidup berbuah mau tidak mau mereka harus berelasi dengan kebenaran itu. “Tinggalah di dalam Aku ....” (Yoh. 15:4). Bukan sekadar relasi yang intim, bahkan hidup mendengar suara-Nya yang indah, sebagaimana Yesus juga katakan, “Everyone who belongs to the truth listen to my voice” (Yoh. 18:37).  

Kebenaran Yesus menyelamatkan dan mentransformasi (Truth that saves and transform).

Kebenaran Yesus adalah kebenaran yang bukan sekedar mengisi ruang di kepala dan menjawab keingintahuan manusia, sebagai manusia yang penuh dengan tanda tanya (questioning being). Kebenaran Yesus bukan menjadi sebuah fakta yang dingin, yang berakhir pada peristiwa “pelupaan pengetahuan” (segala hal yang telah dipelajari cenderung dilupakan, jika tidak secara intensional diulang dan diaplikasikan), tetapi sebuah  kebenaran yang merubah suatu kehidupan. Sebuah perubahan total atas seluruh aspek kehidupan, bukan sekadar seperti yang Thomas Kuhn katakan dalam filosofi sainsnya, “paradigm shift”. Kebenaran Kristus menghadirkan sebuah perubahan posisi, “positional shift”, sehingga setiap kita yang adalah di dalam Kristus, dari yang terhilang menjadi ditemukan. Dari yang berdosa menjadi yang diperbaharui. Dari yang dihakimi menjadi yang dicintai. Dengan kata lain, seseorang yang berjumpa dan memegang pada kebenaran Yesus, hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Tidak mengherankan Guillermo Maldonado pernah menyimpulkan bahwa Yesus adalah pribadi yang paling berpengaruh di dunia. Sejarawan Inggris bernama Tom Holland pun sepakat bahwa dampak dari Kristus dan kekristenan sangat luar biasa sekali merevolusi dunia, dan tiada yang bisa menyaingi apa yang Yesus lakukan.

Keselamatan dan transformasi yang Kristus lakukan bukan sebuah janji kosong, sebab Ia telah buktikan dalam serangkaian karya keselamatan dalam sejarah. Kelahiran, kematian, kebangkitan, dan kenaikan adalah sebuah aksi yang tidak dilakukan oleh siapapun termasuk ilah-ilah kuno sepanjang zaman. Karya keselamatan dan transformasinya melampaui sekadar pembaharuan moral, tetapi sebuah transisi dari kematian menuju kehidupan. Pernyataan yang sangat tepat untuk menggambarkan karya Kristus adalah sebagai berikut, “Jesus did not come to make bad people good, but to make dead people alive” (Kristus tidak hadir sekedar untuk membuat orang jahat menjadi baik, tetapi membuat mereka yang mati mendapat kehidupan). Itu sebab, kita menemukan dalam sepanjang sejarah bahwa mereka yang berjumpa dengan Yesus, sang sumber kebenaran sejati itu, hidupnya sangatlah berbeda. Misal kehidupan Rasul Paulus, dahulu dia adalah penganiaya jemaat, kini dia adalah seseorang yang membina jemaat. Dulu membenci dan berusaha mematikan orang Kristen dan gerakannya, kini justru menjadi duta Injil, mengabarkan Injil sampai kepada ujung bumi (dalam konteks masa itu, yaitu Roma).

Kebenaran Yesus mendorong kita untuk mewartakan kebenaran (Truth that moves us to share the truth).

Keunikan kebenaran Kristus adalah kebenaran yang mendorong kita yang menerima kebenaran untuk bergerak aktif membagikan kebenaran itu. Bisa dikatakan bahwa kekristenan secara DNA memang agama penginjilan (evangelistic religion), karena kebenaran yang ada dalam Yesus tidak mengajak kita untuk seorang diri saja menikmati kebenaran yang ada, tetapi bergerak untuk menjangkau mereka yang hidup di luar kebenaran Yesus. Kebenaran Yesus bukan sebuah kebenaran yang hanya layak dimiliki oleh sekelompok elit, tetapi bagi segala suku dan bangsa. Richard Bauckham dalam karyanya, The Gospel for all Christians menyatakan bahwa ada kecenderungan kita mengelompokan secara kaku penerima kitab Injil, misal Lukas dan Markus ditujukan kepada non-Yahudi, sedangkan Injil Matius kepada penerima orang Yahudi. Memang dalam teks, kita akan menemukan ada hal spesifik yang hendak dinyatakan oleh penulis injil kepada target-audience tertentu. Tidak salah memang, tetapi jika kita menggali lebih dalam dan melihat isi Injil, kita dapat menyimpulkan bahwa dalam benak penulis Injil – sekalipun ada konteks spesifik penerima yang ditujukan, tetapi pada dasarnya Injil diformulasikan secara terbuka dan ditujukan bagi segala kalangan.

Kesimpulan apa yang kita dapat ambil sejauh ini, dari 3 poin yang telah disajikan? Sederhana, ketika seseorang bertanya, “Why Jesus”, sebetulnya seseorang juga harus menjawab pertanyaan “Why not Jesus” terlebih dahulu, karena memang Yesus tidak tergantikan dan tiada taranya. Kebenarannya berangkat dari pribadi-Nya, menghadirkan keselamatan dan mentransformasi, juga mendorong kita untuk membagikan kebenaran itu. Inilah yang membedakan Yesus diantara yang lainnya. Ia tidak sekedar menawarkan produk kebenaran, Ia menawarkan diri-Nya sediri. Satu-satunya sumber kebenaran yang sejati, sekarang dan selamanya!  ** YCT